37

727 83 24
                                        

"Alhamdulillahi rabbil 'alamin..." Bima dan Amar kompak mengucap hamdalah begitu Jagat normal kembali. Mereka menggebyur seember air keran ke muka Jagat sambil memeganginya.

"Jantok, kalian ini!" Jagat megap-megap karena tak siap didera air sebanyak itu. Hidungnya sampai perih karena airnya sempat terhirup ke hidung.

"Kamu kalo gak digebyur, gak sembuh-sembuh, Gat. Terpaksa kami lakuin ini." tutur Bima si pengeksekusi gebyuran.

"Hooh, keadaanmu mengkhawatirkan." Amar si pencekal Jagat ikut menambahi.

Jagat mengusap kasar wajah serta rambutnya yang basah kuyup. Baju bagian sekitar kerahnya ikut terguyur, membuatnya seperti habis dimandikan.

"Tapi gak gini juga, dong!" Jagat mengegas tidak terima.

"Ini idenya Amar, Gat. Salahkan dia." Bima langsung melimpahkan semuanya kembali pada Amar karena memang dia dalang dari semua ini.

"Ya, nggak bisa gitu! Wong Kamu juga terlibat sebagai kaki tanganku." Amar tentu melakukan pembelaan diri.

Jagat yang kesal karena ulah mereka, makin kesal lagi mendengar mereka saling tuding kesalahan.

"Eh, Gat mau ke mana?" disaat Amar dan Bima saling tuduh-tuduhan, Jagat melenggang dari mereka.

Jagat tidak menggubris panggilan mereka, ia terus mengayun kaki ke kelas mengambil seragam olahraga dan ganti.

...

"Wong dia nanya, yea, tak kasih taulah! Mbak juga sih pake acara ngaku-ngaku pacarnya Mo Tae Goo. Halu kok maksimal!" cerocos Rara melakukan pembelaan diri lantaran diomeli Gemi.

"Heh, Kamu ngaca juga! Ngaku-ngaku istrinya Doni Alamsyah. Ngibul!" Gemi ganti mencemooh sepupunya yang maniak dengan aktor tampan tanah air, Doni Alamsyah.

"Yea, masih bagus Aku, tho, Mbak. Masih satu tanah air, menghirup udara yang sama. Lah, Mbak Gem? Udah juauhh, fiksi lagi." balas pedas Rara kental medoknya, persis karakter Bu Tejo dalam sebuah film pendek tanah air.

Gemi hanya bisa berdecak, omongan Rara memang tidak bisa ditampik. Sosok yang ia idam-idamkan hanyalah sebuah karakter fiksi, jahat pula perannya. Lengkap sudah.

"Pokoknya, Mbak Gemi gak boleh sama si kakel yang sok keren itu, titik! Aku tetep Gemlang selamanya!" Rara mendeklarasikan dukungannya berapi-api, sampai membuat si pemilik warung yang hafal sama Gemi ikut senyum-senyum melihat tingkah Rara.

"Wes (dah), mboh sak karepmu (terserahmu), Ndok!" Gemi angkat tangan, kepalanya makin pusing mendapat tentangan keras dari adik sepupunya tersebut. Meskipun, keputusan ada di tangannya.

Gemi tidak mau berdebat panjang lagi, lebih baik menyantap bakso saja biar perut kenyang, hatipun riang.

...

Jagat sengaja tidak ingin dijemput Gemi dan bilang pada Dewi bahwa ia bareng dengan temannya. Ia juga meminta Bastian, Edo dan Hilmi agar mendukung rencananya untuk memenangkan hati Gemi.

"Inget, ceritanya Aku banyak tryout ke kampus-kampus dan bimbel sana sini. Jangan sampek beda jawaban pas Mbak Gemi nanya." Jagat mengingatkan ulang mereka bertiga akan aturan mainnya.

"Aku gak tega bohongin Mbak Gemi, Gat." balas Hilmi.

"Heleh, lambemu sok suci, najis!" oleh Edo langsung ditebas habis pengakuan hiperbola yang dilakukan Hilmi.

"Lha, yo. Biasane pie? Pamitnya sekolah padahal nonton konser musik." Bastian menambahi disertai kesaksiannya yang selama ini ikut menyampuli kebohongan Hilmi. Mereka ini teman kawakan, jadi biasa saling tutup-menugupi sesuatu.

Hilmi kicep, boroknya telah dibuka-buka oleh kawannya itu.

"Inget, ya, jangan sampek beda jawabannya! Aku gak mau gagal lagi dapetin Mbak Gemi." Jagat mengulangnya sampai bosan telinga ketiga kawannya mendengarnya.

"Iya, iya, Gat! Khawatir banget kalo gagal. Tenang, ada Nibras Pedrotama di sini. Masalah hati dan wanita, Saya ahlinya." aku Edo tingginya menjulang.

Bastian, Hilmi dan Jagat sontak terkekeh berjamaah. Mereka satu persatu mengeroyok Edo dan memukulinya.

"Nyelesain masalah dengan masalah, ya, Kamu itu!" hujat Bastian sambil memberi tipukan lumayan keras ke bokong Edo.

"Lha, yo. Gara-gara Kamu, Aku jadi dimusuhi sama mantanmu si Nilakandi itu, cuk! Wedhus, Kowe!" Jagat menambah jitakan ke kepala Edo dan mengumpatinya dengan umpatan khas Gemi. Sepertinya, Jagat sudah tertular virus umpatan Gemi. Betul, kan?

Edo malah tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Ia jadi mengilas balik saat Jagat menjadi tawanan Nilakandi dan diamuk habis-habisan karena perselingkuhannya. Beruntung Jagat punya penggemar fanatik, ia bisa terselamatkan dari amukan sang singa betina Nilakandi.

"Oh, minta dibantai arek iki. Serang, Lur!" seru Jagat dan seketika diamini oleh Bastian dan Hilmi. Mereka menyerang Edo dengan lebih brutal.

"Woi, loro, cuk!"

...

Gemi menggantung dua jempolnya di atas papan ketik, ia kembali ragu ingin mengetikkan sesuatu pada Jagat. Ini sudah hari keempat atau malam kelima sejak terakhir kali mereka berbincang via telepon. Ia ingin menyampaikan maaf karena telah berbohong mengenai Mo Tae Goo. Akan tetapi ...

"Gimana kalo Jagat udah kadung jengkel sama Aku? Aku, kan, mainin perasaannya." Gemi menggumam sendiri sambil tiduran di kamarnya.

Gemi menggoyang-goyangkan tubuhnya tidak jelas, sampai ranjangnya berderit.

"Ambrol ngko ambenmu (jebol nanti ranjangmu)!" Halimah yang hendak ke dapur mendengar deritan itu lantas menegurnya.

"I'm sorry, Kanjeng Ibuk." Gemi segera menghentikan aksinya.

Gemi melemparkan gawainya, beralih menuju meja belajar dan sejenak mengalihkan pikirannya tentang Jagat pada drama. Ia menghidupkan laptop, menunggu proses nyala sambil sesekali menengok gawainya di kasur. Begitu melihat layar gawainya menyala, Gemi sontak menghampiri gawainya penuh semangat.

"Healah, grub kantor." Gemi mendesah kasar, bukan pesan itu yang ia harapkan. Ia kembali ke meja dengan wajah tertekuk.

"Andaikan kamu itu nyata, Mas." Gemi menatap pilu layar kunci laptopnya yang memampangkan wajah Mo Tae Goo saat akan membunuh Kang Kwon Joo.

Gemi mengetikkan kata kunci untuk membuka layar laptopnya dan sistem beroperasi. Layar yang terpampang di berandanya kini berganti foto Mo Tae Goo yang diedit dengan fotonya. Ia cukup lama memandangi layar berandanya sampai sistem yang beroperasi benar-benar lancar.

Wajah Mo Tae Goo yang terpampang mendadak entah kenapa, di mata Gemi berubah menjadi wajah Jagat. Gemi mengerjap-ngerjapkan matanya, tampilan layarnya kembali normal.

"Ada apa sama mataku ini?" gumam Gemi bingung. Ia lekas-lekas meninggalkan layar beranda dan menuju folder pribadi yang menampung koleksi dramanya.

"Nonton apa, ya? Pokok jangan yang romantis, nanti Aku tambah baper." Gemi melewati folder khusus drama genre romantis.

"Hukum?" kursor Gemi menunjuk folder khusus drama genre tersebut. "Ah, males pusing." ujarnya seraya memindahkan kursor.

Gemi punya banyak genre drama dalam laptopnya berkat jadi pengangguran dan hobinya nonton drama sejak masa sekolah. Meski begitu, khusus malam ini tidak ada satupun genre drama yang menarik minatnya. Drama asmara antara dirinya dan Jagatlah yang telah menyedot penuh ketertarikannya.

Gemi frustrasi, ia menutup semua tampilan yang dibukanya dan mematikan laptopnya. Ia kembali ke kasur, meraih gawainya lalu membuka pesan di kontak Jagat.

Gemi menyentuh kolom pesan, menarikan kedua jempolnya mengetikkan sesuatu.



Maaf udah bohongin Kamu
Aku kangen Kamu, Dek.

SARANGHAE, MBAK! [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang