Jagat akhirnya menyambangi kantor mamanya yang sudah dua hari ini tidak ia datangi. Ia tidak punya muka untuk bertemu Gemi karena pesan frontalnya kemarin. Permintaan maaf sudah ia layangkan, tapi Gemi tidak menanggapinya.
"Mbak!" Jagat memanggil Gemi yang kebetulan baru keluar dari lift.
Gemi tahu jika dipanggil Jagat, tapi ia pura-pura tidak mendengar.
Jagat segera menguber Gemi yang sengaja mengabaikannya. Setengah berlari, ia bisa menggapai tangan Gemi.
"Mbak, Aku minta maaf soal kemarin." Jagat langsung ke inti permasalahan.
"Memangnya Kamu salah apa?" tanya Gemi acuh tak acuh.
"Mbak gak usah pura-pura gitu, Aku tau Mbak gak suka dengan isi pesanku. Aku mengaku salah, maaf, ya." sampai Jagat terbuka.
"Kamu tau, tho? Yaudah, sana!" Gemi apatis.
"Sana apanya, Mbak?" Jagat bingung.
"Ya, sana pergi! Aku gak suka dengan orang yang ngomong kasar." Gemi menyampaikan unek-uneknya.
"Kok Aku malah diusir, sih, Mbak? Aku kan udah minta maaf." Jagat mempertanyakannya.
"Udah Aku maafin, tapi Aku males ketemu Kamu." Gemi berterus terang saja.
"Kenapa males? Kita kan sudah berteman." Jagat tidak mau menyerah begitu saja.
"Kapan kita berteman? Annyeonghaseyo, kita tidak sedekat itu untuk berteman." Gemi menampik hubungan di antara mereka.
"Sejak kita salaman dan menyebutkan nama lengkap." klaim Jagat.
"Sejak itu?" Gemi tertawa garing. "Udah, Kamu pergi aja sana! Aku gak mau nganterin Kamu." Gemi istikamah.
Jagat membuang napas pendek, perempuan itu susah juga dihadapi jika marah begini.
...
Gemi menengok diam-diam ke belakang saat berlalu meninggalkan Jagat. Ia memang sengaja menyieki bocah SMA tersebut untuk sementara waktu. Tidak ada alasan tertentu, hanya ingin menjaga jarak saja.
"Gem!" Dewi memanggil Gemi saat bertemu.
"Iya, Bu De?" Gemi menghampiri.
"Jagat sudah Kamu anter? Tadi Saya suruh dia ke sini." tanya Dewi.
Gemi garuk-garuk kepala belakang, "Em, belum, Bu De. Ini Saya baru mau ambil kunci motor." Gemi terpaksa berdusta.
Dua hari ini ia aman karena Jagat sadar diri pulang bareng temannya. Tapi hari ini ... Gemi tidak bisa menghindarinya lagi.
"Oh, gitu. Yaudah, ini uang jalannya sekalian." Dewi membuka dompetnya dan mengeluarkan lembaran uang.
"Siap, Bu De." Gemi kikuk menerima uang tip tersebut.
Dewi pun pamit melanjutkan langkah kakinya.
"Wedhus!" umpat Gemi lirih.
"Katanya gak suka dengan orang yang ngomong kasar..." tiba-tiba saja suara Jagat muncul dari arah belakang. Ia muncul dari balik dinding tak jauh dari titik Gemi berdiri.
"Astagfirullah, bikin kaget aja!" marah Gemi yang terlonjak.
"Tapi, Mbak suka misuh begitu." Jagat melanjutkan ucapannya. Ia memangkas jarak dengan Gemi sambil bersedekap.
Gemi memicingkan mata, "Ngapain Kamu masih di sini?" tanyanya sewot.
"Nagih Mbak nganterin Akulah, apalagi? Mama kan udah ngasih uang jalannya." Jagat menjawab dengan gampangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SARANGHAE, MBAK! [TAMAT]
Ficção GeralBagi Gemintang Soerjoprasojo, Mo Tae Goo adalah sosok pria idamannya setelah kisah asmaranya bersama Langit Djatmiko kandas dihantam gelombang restu. Tapi, bagaimana bila seorang bocah SMA yang terpaut 10 tahun lebih muda hadir dan menyukainya? Bag...