"Maksudnya beda?"
Tak ada yang menjawab pertanyaan itu, Felix masih sibuk menyeka air mata yang sedari tadi keluar, Changbin yang memilih untuk diam dan Minho yang terlihat kikuk di situasi seperti ini.
"Kamu bisa gak sih, Fel? Nurut sama kakak kali ini aja, kurang apalagi kakak ke kamu?" Ia masih berusaha membujuk adiknya itu.
"Maaf kak, aku cape. Udah dulu..."
Jisung yang mendengar itu juga merasa panas, toh ia tak mengerti apa yang terjadi. Melihat pacarnya seakan memojokkan Felix tentu membuatnya angkat suara.
"Kak Minho apaan sih? Orang lagi sakit malah digituin. Bisa nanti, kan?" Ucapnya.
Yang lebih tua mengalihkan pandangannya pada Jisung, "Kamu jangan ikut campur dulu, bisa?"
"Nggak, siapa yang diem liat temennya dipojokin pas lagi sakit? Udahlah nanti lagi, kasian Feli."
"Kakak bilang diem, Ji."
Jisung menatap pacarnya itu heran, "Nggak! Aku gak mau, cukup lama aku liat Feli konsumsi obat-obatan. Aku juga muak liatnya."
"Kalo orangnya aja cape, gak bisa dong kak di paksa gitu. Kak Minho gak bisa egois maksain kemauan kakak, Felix juga punya hak buat nentuin-"
"Gue bilang diem, bangsat!" Minho menaikkan nada bicaranya pada Jisung.
Telinganya cukup panas mendengar perkataan yang lebih muda, entah ia tak bisa menyangkalnya. Semua yang dikatakan Jisung ada benarnya.
"Ini rumah sakit, Ho. Jangan teriak-teriak, kalo mau gelud ya diluar aja atuh. Tuhan..." Celetuk Changbin.
Jisung juga tersentak kaget mendengarnya, Minho tak pernah membentaknya selama ini. Sedikit menaikkan nada bicara saja tak pernah, Minho selalu berlaku lembut padanya.
"Lo! Lo gak ngerti apa masalahnya, jadi mending diem. Jangan ikut campur urusan gue sama Felix. Diem, Ji." Sambung Minho lagi.
Tangannya ia kepal sekuat mungkin dengan rahang yang mulai mengeras, lalu menghela nafas kasar setelahnya.
"Sorry, gue gak maksud kasar."
Yang lebih muda tak ingin mendengarnya, ia memilih untuk berjalan keluar sambil menahan tangisnya. Jisung tak bisa meneteskan air matanya disini.
Minho segera menahan lengan mungilnya agar tetap tinggal, "Ji, maaf gue kelepasan."
"Lepas, kak."
•••
Kejadian buruk yang terakhir terjadi membuat Minho tak memiliki mood untuk kembali menemui adiknya dirumah sakit. Ia memilih untuk pulang dan menenangkan pikirannya sendiri.
Menelepon ibu dan ayahnya untuk datang ke Seoul jika ada waktu, perihal kemarin pikiran Minho jadi penuh oleh rasa bersalah. Apalagi sampai ia di ingatkan dengan kejadian yang menimpa kedua orang tua Felix. Seperti sangat bertolak belakang dengan apa yang ia rasakan.
Untuk siang ini, ia mendapati beberapa pekerja paruh waktu di cafenya izin pulang lebih awal. Membuat Minho harus menggantikan shift mereka sampai sore nanti.
"Hai, kak." Yeji tersenyum kikuk didepan kasir sambil melambaikan tangannya, mendapati seorang Minho disana.
Minho mengalihkan pandangannya, "Dateng juga akhirnya, duduk aja dulu. Mau dipesenin apa?"
"Apa aja deh asal jangan yang manis, gak suka." Jawabnya.
Minho mengangguk paham, "Gak usah bayar, gue yang traktir."
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] Sunshine.
Fanfiction{Revisi} • Beberapa part di unpub sementara untuk perbaikan. "Dan untuk kesekian kalinya kakak bilang, dedek berhasil jadi mentari kakak yang paling cerah sekalipun dengan cara yang berbeda. Rest In Peace, dedek." - Lee Minho. - siblings, brothersh...