Felix keluar dari kamarnya setelah mandi, rambut yang masih basah kuyup dengan handuk yang berada di atas pundak. Sebenarnya tak terlalu lapar, cuma takut nanti Minho tambah cerewet jika ia tak makan malam dan minum obat. Jadi ia memutuskan untuk makan malam saja.
"Lain kali kalo ditelfon tuh angkat, dedek. Orang khawatir kamu kenapa-kenapa loh." Celetuk Minho.
"Orang aku angkat kok." Jawab yang lebih muda singkat.
Minho sedikit menghela nafasnya, "Setelah 20 misscall dari kakak, baru kamu jawab. Sebelumnya kemana aja coba?"
Felix hanya menggedikkan bahunya sebagai jawaban. Tak ingin banyak debat sekarang, ia memilih untuk mengambil sereal dan satu kotak susu untuk dituang ke mangkuknya.
"Kakak lebih sudi kamu pergi sama Hyunjin, Fel. Daripada sama bajingan sampah kayak dia." Ucap Minho lagi.
Felix menghentikan makannya, mengalihkan pandangan ke yang lebih tua, "Bajingan sampah?"
Mata Minho masih terfokus pada layar laptop yang ada dihadapannya, hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Maksudnya kak Chan? Kok gitu ngomongnya?" Tanya Felix lagi.
Minho sedikit mengangkat kedua alisnya sebelum akhirnya menjawab,
"Datang pas kamu udah idup enak aja, kurang sampah apalagi? Waktu kamu butuh dia, emang dia ada? Nggak dek, kabur kayak pengecut. Kakak yang ada buat kamu."
"Kakak gak suka sama orang pengecut. Dengan kakak yang udah diajarin tegas buat jadi laki-laki yang bertanggung jawab, ngeliat sikap dia di dunia nyata tuh serasa mimpi tau gak?"
"Kakak yang ngasuh kamu, ngadepin susah senengnya sendiri. Tiba-tiba dia balik mau bawa kamu seenaknya? Kurang ajar." Sambung Minho lagi.
Felix mengernyitkan dahinya, "Kakak gak ikhlas ngasuh aku?"
Yang lebih tua menoleh ke arah Felix, menatapnya heran, "Gak gitu maksud kakak, Fel. Kamu tuh-"
"Iya, kak. Aku tau cuma anak buangan yang kakak pungut. Aku cuma anak umur 3 tahun yang gak tau apa-apa, bisanya nyusahin kakak aja. Iya, kan?" Potong Felix.
"Bahkan mamaku aja gak berharap aku lahir, papaku ilang tanpa arah. Aku cuma anak bernasib buruk, gitu, kan? Aku hidup ngebebanin orang banget, ya." Sambungnya lagi.
"Fel, dengerin kakak dulu." .
"Udahlah, aku capek."
Tak ingin melanjutkan makannya, Felix memilih untuk kembali masuk ke kamar tanpa mendengar perkataan apapun dari kakaknya lagi.
"Salah ngomong lagi gue."
•••
"Kak! Kemarin kemana aja? Aku nungguin hampir setengah jam, kakak gak muncul-muncul." Seru Felix.
Pagi hari ini Felix melihat Hyunjin datang dengan wajah bahagia. Dengan cepat ia menghampiri kakaknya itu menuju koridor sekolah, hitung-hitung sapaan pagi.
Hyunjin sedikit menyeringai, "Aku ada kerjaan kemarin, dek. Hp juga lowbatt, sorry ya." Ucapnya dengan tangan yang mengelus surai hitam milik Felix.
Yang lebih muda hanya mengangguk paham, "Gapapa, lagian kemarin juga aku sibuk."
"Ah iya, kakak kamu nelfon aku. Katanya belum pulang jam 9 malem, kemana? Kan kamu bilang pulang bareng dia." Tanya Hyunjin.
Felix menggaruk tengkuknya yang tak gatal, tersenyum canggung, "Anu... Kakakku yang lain. Saudara jauh."
"Dari Aussie, hehe." Sambung Felix.

KAMU SEDANG MEMBACA
[√] Sunshine.
Fanfikce{Revisi} • Beberapa part di unpub sementara untuk perbaikan. "Dan untuk kesekian kalinya kakak bilang, dedek berhasil jadi mentari kakak yang paling cerah sekalipun dengan cara yang berbeda. Rest In Peace, dedek." - Lee Minho. - siblings, brothersh...