19. Hampir

630 97 25
                                    

This chapter special for minsung, especially jisung, yeayy!

•••

Jisung masih terduduk dimeja rias kamarnya. Sibuk mempercantik dirinya sebelum bertemu dengan orang tersayangnya.

Ia berencana datang dengan hoodie oversize dan celana pendek, sedikit dengan make up dan rambut yang tertata rapi. Terlihat sangat lucu tubuhnya yang sedikit tenggelam didalam hoodie.

"Gemes banget gue, kak Minho pasti suka." Serunya.

Setelah merasa dirinya cantik didepan kaca, ia segera mengambil totebag nya lengkap dengan ponsel dan lainnya. Jisung menuruni tangga rumahnya, sedikit tersentak kaget saat melihat keberadaan kedua orang tuanya dirumah.

"Mau kemana kamu sesore ini, Ji?" Tegur ayahnya.

Jisung memegang tengkuknya kikuk, "Ketemu temen, nanti jam 8 malam aku pulang."

"Cowo kok pakaiannya begitu, ganti."

Ayahnya masih sibuk melihat Jisung dari ujung rambut hingga ujung kaki, menatap sinis anak laki-laki nya itu.

"Malas, sebentar aja loh. Lagian gak akan kenapa-kenapa." Jisung melanjutkan langkahnya menuju pintu.

Menghiraukan perkataan ayahnya yang sedikit menyakiti hatinya.

"Jangan berani kamu keluar pakai pakaian kayak gitu, kalau ketemu teman ayah gimana? Mau ditaruh dimana muka ayah?"

"Halah, kayak ada aja teman ayah disini." Bantah Jisung.

Ibunya menoleh ke arah anak bungsunya itu setelah mendengar bantahan, "Bicara apa kamu?"

"Bisa nurut sekali aja gak sih? Ibu gak ada ajarin kamu kayak gitu." Sambung ibunya.

Jisung memutarkan bola matanya malas, "Yaiyalah gak pernah ngajarin, orang pulang ke rumah sebulan sekali. Kan aku tinggal sendiri terus."

Laki-laki dengan setelan jas rapi itu menghampiri Jisung dengan tangan yang sudah mengepal, siap untuk menampar wajah anaknya.

Plak!

"Kayak kakak kamu bisa gak? Dia berprestasi, ikut banyak organisasi, public speaking. Kamu bisa apa? Malu-maluin aja kerjaannya. Ayah yang punya rumah, ayah yang punya peraturan dirumah ini. Tugas kamu cuma nurut!"

"Siapa yang ngajarin kamu kayak gini? Kurang apa ayah sama kamu? Uang bulanan ayah kasih, sekolah juga yang bagus. Mau apa kamu?" Laki-laki itu sibuk memarahi Jisung habis-habisan.

Jisung sendiri masih sibuk meringis, memegang pipinya yang tadi ditampar oleh ayahnya sendiri.

"Ayah yang ngajarin aku. Aku selalu nurut, aku juga punya prestasi dibidang aku sendiri. Tapi reaksi ayah? Nggak ada, kerjaannya remehin aku mulu."

"Sibuk kerja keluar kota, keluar negeri. Ninggalin aku sendirian disini sama kartu kredit ayah, segepok uang ayah. Ayah kira aku butuh? Nggak, yah."

"Aku mau ayah sama ibu dirumah sama aku, kasih aku perhatian yang sama kayak yang kakak dapet. Aku gak mau uang, aku mau keluarga ini harmonis kayak yang lain. Aku mau kakak yang perhatian sama adeknya, orang tua yang sayang sama anaknya tanpa pilih kasih."

Ibunya tertegun disana, mendengar penjelasan dari anak bungsunya itu seakan mimpi. Begitu pula Ayah Jisung yang sama diamnya, bungkam seribu bahasa.

"Aku maunya dihargain, bukan dibandingin sama kakak. Tolong, yah... Hargain aku selagi yang aku lakuin itu positif. Jangan cuma kakak, kakak, kakak. Aku juga mau.." Jisung sibuk menahan air matanya yang ingin jatuh.

[√] Sunshine. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang