"Ibu saya, kayanya salah paham sama kedekatan kita selama ini, Cla."
Clarrisa memutar pulpennya di atas meja kerjanya dengan tatapan kosong. Ia menghela napas panjang, kemudian beranjak dari kursinya untuk melihat sinar matahari dari kaca besar ruang pribadinya, berharap mendapat ketenangan.
"Saya tahu apa yang direncanain ibu saya sama kita. Tapi kamu tahu kan, Cla... Keputusan saya ngikutin mereka bertahun-tahun lalu, ga berakhir baik? Kamu harus dapetin laki-laki yang jauh lebih baik dari saya."
"Tenang aja, Dit. Aku ga pernah anggap serius ibu kamu kok. Lagian, aku masih susah cari pengganti suami aku... Jangan berpikiran macem-macem deh, Dit."
Kenyataannya, Clarissa sama sekali tak mendapatkan ketenangan walaupun sudah lama berdiri di dekat jendela kaca besar menatap sinar matahari.
Obrolannya dengan Aditya tadi malam seolah masih memenuhi pikirannya. Entah sampai kapan ia harus berpura-pura baik-baik saja.
Untuk kesekian kalinya Clarrisa menghela napas panjang dan kembali ke meja kerjanya. Membuka sketchbook miliknya yang memperlihatkan gambaran wajah seorang laki-laki.
"Sampe kapan aku terus-terusan bohong supaya kamu ga jauhin aku, Dit?" gumam Clarissa sambil menatap gambaran tersebut.
***
"Aditya!!!"
Suara teriakan dari Andi Purnomo, ketua tim devisi marketing kantor itu tiba-tiba saja memenuhi ruang kerja tim tersebut hingga mereka semua serentak mengalihkan perhatian kepada laki-laki berusia 40 tahun itu.
Wajah kemerahan Andi yang marah, kini semakin jelas dengan urat-urat pada pelipisnya ketika melihat meja kerja orang yang barusan ia panggil itu terlihat kosong.
"Bener-bener tuh anak," umpat Andi menahan amarahnya yang akan meledak karena kelakuan bawahannya itu.
"Kayanya lagi di pantry, Pak," ucap salah satu karyawan.
"Ya di mana lagi kalau bukan di pantry!" bentak Andi seolah sudah tahu kemana perginya Aditya saat tak bisa menemukannya di dalam ruang kerja.
Sementara itu, Aditya yang benar-benar berada di pantry, duduk dengan tenang sambil melihat grafik keuangan di layar ponselnya dengan tenang.
"Dit, nanti malem gue sama anak-anak mau ngopi. Lo ada usul ga kita kemana?" tanya Heru sambil mengaduk kopinya.
Awalnya Aditya tak merespon. Ia fokus pada layar ponselnya sambil bolak-balik memeriksa WhatsApp miliknya. Seolah menunggu pesan dari seseorang.
"Atau lo ada acara lagi sama... Si mantan?" tanya Heru tiba-tiba saja membuat Aditya menoleh padanya.
"Maksud gue, Ivana. Bukan mantan yang lain," ucap Heru buru-buru mengklarifikasi pertanyaan sebelumnya yang mungkin Aditya artikan 'mantan istrinya'.
Padahal, Aditya langsung mengerti maksud Heru adalah Ivana. Ia buru-buru menoleh karena Aditya pikir ia memiliki ide untuk dapat bertemu dengan Ivana tanpa perlu mengajak gadis itu duluan.
"Gimana kalau ke Cafe Kotaku?" tanya Aditya mengusulkan.
"Cafe Kotaku? Itu jauh dari kantor kita, Dit."
"Tapi tempatnya oke buat ngumpul. Kopi di sana juga enak," jawab Aditya bersikeras. Sementara Heru kembali mempertimbangkan karena baru kali ini sahabatnya itu akhirnya mengusulkan tempat mereka untuk berkumpul.
"Oke. Karena lo jarang usul, jadi kali ini... Kenapa engga?"
"Ga ada. Aditya ga bisa nongkrong-nongkrong lagi. Karena apa? Karena dia harus selesain kerjaannya malem ini." Ucap Andi yang tiba-tiba membuka pintu pantry tersebut dengan raut wajah marah di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMITMEN
RomanceSeorang jurnalis berstatus freelance yang berada di ujung tanduk setelah ditinggal nikah oleh sang mantan. Ivana Nabila yang malang, bertemu dengan salah satu mantannya saat SMA, bernama Aditya. Perpisahan tak mengenakan mereka membuat perasaan dul...