Seharian ini Ivana tak tertarik untuk mengunyah apapun selain mengejar target yang akan ia habiskan sebelum acara lamaran.
Ia tak peduli sudah sejauh apa Aditya menyiapkan diri atau bahkan belum terlalu jauh. Yang penting, dirinya sudah mempersiapkan segalanya termasuk izin cuti dan sebelum ia izin, tentu Ivana harus membungkam mulut atasannya itu dengan stok artikel yang akan ia kirim selama cuti.
"Udah neng, udah... Kita ke cafe gimana? Kita nongkrong dulu di cafe sambil cerita-cerita,' Ucap Anya sambil mengetuk-ngetuk meja Ivana.
"Cerita-cerita... Maksudnya ghibah?"
"Engga, Va. Ya ampun, serius cerita-cerita soal kita. Nanti kalau merembet ke ghibahin orang lain ya maap," sahut Anya tertawa pelan.
"Tapi di cafe yang deket aja, deh... Di Kotaku aja. Kalau di cafe gebetan lo itu, gue kayanya ga ada tenaga deh," jawab Ivana sambil mematikan komputernya.
"Oke, ayo-ayo... Lo emang perlu sedikit refreshing," sahut Anya antusias sambil membantu Ivana membereskan barang-barangnya.
Kemudian mereka segera meninggalkan ruang kerja yang sudah kosong itu dengan cepat.
"Nanti kalau udah nikah, lo kan pasti sering dijemput sama Adit terus suruh pulang. Atau, pasti kalian sibuk berduaan terus," ucap Anya pelan.
Sebenarnya, Ivana merasa sedikit pusing. Tapi benar kata Anya, mungkin ini hanya karena efek dirinya yang terlalu lama di depan monitor. Dan ia perlu secangkir kopi cappucino hangat untuk mengembalikan mood-nya.
"Terus si Fadil tuh langsung sok ngehibur gue gitu. Katanya ada promo khusus buat gue asal gue tetep pake baju warna purple. Walaupun gue dateng sendirian. Pas gue tanya, katanya itu bonus karena udah ngajak temen makan di cafe-nya tadi siang," oceh Anya sambil berjalan beriringan dengan Ivana.
Saat itu, Ivana hanya tertawa lemah sambil berusaha menyimak cerita Anya.
"Gue bilang aja, gue ga perlu harga promo apapun. Toh gue ke sana juga karena makananya enak. Abis itu dia malah ketawa, terus bilang-" Anya menghentikan kalimatnya ketika tiba-tiba Ivana menghentikan langkahnya.
Ia melihat arah pandang Ivana yang mengarah pada satu meja. Barulah Anya mengerti apa yang terjadi pada gadis ini melihat Aditya yang tengah mengobrol seru dengan seorang wanita sambil menatap layar laptop bersama.
"Va... Mau lo samperin, atau kita pergi aja?" tanya Anya tak enak.
"Ga usah. Biarin aja. Kita kan kesini bukan karena dia," jawab Ivana dengan tegas meskipun pikirannya sudah benar-benar kacau.
Setelah itu, mereka memilih untuk duduk di meja tengah cafe tersebut setelah melakukan pemesanan.
"Terus gimana? Fadil bilang apa lagi?" tanya Ivana mencoba mengabaikan perasannya yang campur aduk.
"Iya, dia bilang ya udah kalau gitu anggap aja traktiran dari temen," ucap Dinda pelan.
Ivana menghela napas panjang kemudian menatap Anya dengan serius.
"Anya...""Va, muka lo pucet."
"Jangan ngalihin pembicaraan deh, ini gara-gara ga make up," jawab Ivana terkekeh. Begitu juga dengan Anya yang tertawa pelan sambil menerima pesanan kopi mereka.
"Kali ini, lo harus cari tahu apapun soal Fadil kalau lo bener-bener tertarik sama dia. Jangan kaya kemarin. Gue yakin lo udah lebih pinter dari sebelumnya dalam hal ini," lanjut Ivana kemudian meminum kopi Cappucino-nya sambil melirik ke arah Aditya dan Clarrisa.
Ia mendengus kesal melihat mereka bahkan tak ada jeda berhenti dalam obrolan mereka.
"Iya sih, Va... Tapi gue takut kalau gue cari tahu ternyata dia ga sesuai sama yang gue bayangin. Gimana kalau ternyata dia udah punya pacar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMITMEN
RomansaSeorang jurnalis berstatus freelance yang berada di ujung tanduk setelah ditinggal nikah oleh sang mantan. Ivana Nabila yang malang, bertemu dengan salah satu mantannya saat SMA, bernama Aditya. Perpisahan tak mengenakan mereka membuat perasaan dul...