Clarissa beranjak dari duduknya dengan kesal hingga lagi-lagi pergerakannya yang tiba-tiba itu membuat kaget teman-temannya yang sedang asik menonton acara di Taman Ekspresi ini.
Sudah satu jam lebih, Clarissa menunggu Aditya kembali. Tapi seperti dugaannya, pria itu tak akan kembali cepat jika sudah menyangkut gadis bernama Ivana itu.
"Cla..." Panggil Heru kepada Clarissa yang hampir pergi meninggalkan mereka.
Saat itu Heru ikut berdiri dan menghampiri Clarissa dengan wajah yang serius.
"Stop sia-siain waktu lo buat Adit, Cla." Ucap Heru tiba-tiba membuat Clarissa mendelik ke arahnya.
"Lo ngomong apaan sih? Jangan ngaco deh."
"Gue serius. Selama ini gue emang selalu sependapat sama Bu Rahma alias nyokapnya Adit. Tapi kali ini, gue harus akuin dari dulu emang cuma anggap lo sebagai sodara perempuannya-"
"Maksud lo-"
"Maksud gue, lo jangan lakuin apapun yang bisa bikin Adit sama Ivana makin salah paham." Ucap Heru dengan ekspresi wajah yang serius.
Ekspresi yang bahkan Clarissa sendiri baru pertama kali melihatnya dari seorang Heru.
Namun Clarissa tertawa pelan menanggapi peringatan dari Heru barusan. "Her, kayanya lo deh yang salah paham. Gue ga pernah halangin mereka. Gue seneng kalau Adit juga seneng, tapi kalau cewek itu udah bikin Adit ngerasa down lagi, jangan halangin gue dong buat bikin Adit berpikir realistis?" Sahut Clarissa kemudian berjalan menjauh menuju mobilnya.
Pilihannya untuk bergabung dan mendekati Aditya yang sedang renggang itu ternyata tak berguna juga saat ini. Jadi Clarissa akhirnya memutuskan untuk pergi.
***
Setelah orang tua Anya datang ke klinik, akhirnya Ivana berpamitan untuk pulang.
Setelah kejadian ini, tentu saja bukan hanya Anya yang merasakan efeknya. Namun Ivana juga. Bahkan ketika kakinya melangkah keluar dari klinik, perasaan gelisah, khawatir, dan galau yang Anya tularkan itu belum hilang.
Ivana lagi-lagi terkejut dengan air matanya yang mengalir begitu saja.
"Dasar cengeng. Kebiasaan nangis ga jelasnya belum ilang?"
Tak ada lagi yang mengomelinya, tak ada lagi yang mengusap air matanya atau memeluknya. Karena orang yang biasa melakukan itu semua untuknya adalah orang yang menyebabkan air matanya menetes saat ini.
Seseorang menarik tangannya ketika Ivana hampir saja menabrak mobil orang lain karena terus berjalan sambil menunduk.
"Jalan sendirian, sambil nunduk, ditambah mata dipenuhin air. Kamu itu sasaran empuk preman jalanan tahu?" Omel Aditya terlihat sangat kesal kepada Ivana.
Saat itu Ivana segera melepaskan tangannya dari Aditya dan buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Saya lagi flu. Bukan nangis." Jawab Ivana tanpa menatap lawan bicaranya itu.
Aditya melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 21:30 malam. Kemudian perhatiannya kembali pada Ivana yang berjalan mendahuluinya.
Sebenarnya Ivana berjalan terus sambil menunggu bis yang lewat di sekitar sana meskipun ia sendiri ragu akan ada bis atau tidak.
Namun beberapa kali Ivana menoleh ke belakang, ia melihat Aditya yang juga berjalan di belakangnya.
Merasa risih, akhirnya Ivana berhenti melangkah dan berdiri di hadapan Aditya yang juga berhenti melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMITMEN
RomansaSeorang jurnalis berstatus freelance yang berada di ujung tanduk setelah ditinggal nikah oleh sang mantan. Ivana Nabila yang malang, bertemu dengan salah satu mantannya saat SMA, bernama Aditya. Perpisahan tak mengenakan mereka membuat perasaan dul...