Sudah sepuluh menit sejak Ivana duduk di rumah mewah milik Dinda siang ini dan menatap wanita ini yang terus menangis meskipun ia sudah berusaha menenangkannya.
Seperti apa yang Dinda katakan kemarin, ia tak masuk kerja dan meminta Ivana untuk menjenguknya.
Namun begitu tahu apa yang sebenarnya membuat Dinda sakit, Ivana merasa bingung. Pasalnya, wanita berusia 27 tahun itu merasakan lemah, pusing, dan mual-mual akibat hamil. Sebuah berita yang sangat membahagiakan bagi siapapun termasuk Ivana.
Namun sejak Dinda mengatakan soal kehamilannya, hanya ada air mata kegelisahan di wajahnya.
Rumah milik suami Dinda yang merupakan seorang manager itu terasa begitu sepi seperti biasanya. Hanya ada mereka berdua. Dan Ivana merasa jauh lebih prihatin mengingat Dinda hanya sendirian sebelum ia datang ke rumah ini.
"Din... Coba ceritain kenapa lo begini? Ada masalah apa? Apa masalahnya kalau lo hamil?" tanya Ivana berusaha memperjelas apa yang terjadi. Namun Dinda, walaupun sudah berhenti menangis, ia hanya diam sambil merapikan rambutnya sendiri. Seolah sudah puas melampiaskan semuanya di hadapan Ivana.
"Gue ga ngerti, Din. Ini pasti berita bahagia buat kalian kan?" tanya Ivana begitu Dinda sudah mulai bisa mengontrol dirinya sendiri.
"Rendy... Belum tahu soal kehamilan gue," ucap Dinda pelan.
Hal itu tentu membuat Ivana mengerutkan keningnya heran. Meskipun perut Dinda belum terlalu membesar, tapi bagaimana bisa ia menyembunyikan hal ini pada suaminya?
"Kenapa? Apa yang lo takutin, Din?" tanya Ivana gemas.
"Va, selama ini gue sama dia selalu ribut soal hamil-hamil-hamil... Ibu mertua gue ngomong banyak hal soal anak. Bahkan gue pernah denger sendiri dia minta Rendy untuk cerai sama gue," ucap Dinda akhirnya menceritakan semuanya.
Ivana terdiam menyimak. Ia baru mengerti selama ini yang diributkan Dinda dan suaminya adalah permasalahan ini.
"Jujur gue ga siap hamil, gue takut hamil. Gue... Gue udah berulang kali bilang gue ga siap. Kalau gue cerita ke mereka soal kehamilan ini, gue yakin mereka akan senyum penuh kemenangan."
Mendengar ucapan Dinda barusan, rasanya Ivana baru mengetahui sosok lain pada diri Dinda. Sejujurnya Ivana pun terkejut, karena sekarang, Dinda tidak terlihat seperti perempuan dewasa yang selama ini ia kagumi.
"Kenapa lo ga siap, Din? Lo udah bertahun-tahun menikah, kenapa lo ga siap?" tanya Ivana lagi.
Dinda menggigit bibirnya lagi kemudian menundukkan kepalanya sambil menutupi wajahnya.
"Gue takut, Va. Banyak hal yang ga bisa gue jabarin tentang ketakutan gue hamil, melahirkan, dan punya anak," jawab Dinda dengan suara bergetar. "Dan ga ada yang bisa ngerti itu..."
Sekali lagi, Ivana baru menyadari kalau memang tak semuanya bisa berjalan dengan lurus. Bahkan Dinda yang ia pikir selama ini adalah perempuan yang kuat, dan bijaksana, kini terlihat lemah karena hal seperti ini.
"Din, ga ada yang bisa ngerti perasaan lo selain diri lo sendiri. Tapi coba kesampingin dulu rasa takut lo, dan tanya hati lo. Mau sampe kapan lo begini?"
"Ga bisa, Va..."
"Jangan berpikiran negatif dulu, Din. Begitu tahu soal berita ini, suami lo bukan senyum penuh kemenangan. Gue yakin dia bakal ketawa bahagia dan penuh rasa bersyukur. Lo sendiri yang bilang, sometimes kita jangan terlalu egois untuk mementingkan perasaan sendiri. Apalagi ini untuk keluarga lo sendiri, pasangan hidup lo, Din," ucap Ivana mencoba menjelaskan.
Namun kali ini Dinda tak menyahut apa-apa. Ia hanya diam sambil memeluk dirinya sendiri.
"Din, Tuhan udah ngasih kalian kepercayaan. Terus mau lo apain sekarang kalau engga lo jaga dengan baik?" tanya Ivana mencoba membujuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMITMEN
Roman d'amourSeorang jurnalis berstatus freelance yang berada di ujung tanduk setelah ditinggal nikah oleh sang mantan. Ivana Nabila yang malang, bertemu dengan salah satu mantannya saat SMA, bernama Aditya. Perpisahan tak mengenakan mereka membuat perasaan dul...