PERTIMBANGAN

2K 240 15
                                    

Ivana menatap meja kerja Anya yang masih kosong walaupun jam kerja sudah berjalan sejak beberapa jam yang lalu.

Itu menandakan gadis itu masih belum pulih dari sakit fisik dan mungkin batinnya juga.

Ivana tak bisa membayangkan bagaimana hancurnya Anya dan keluarganya saat pernikahan yang sudah sebentar lagi itu harus batal dengan tidak menyenangkan.

"Tapi gue rasa, Anya beruntung semuanya keliatan sebelum dia bener-bener nikah sama Reva. Kalau udah nikah, lebih ribet lagi urusannya," ucap Dinda yang berdiri di sebelah Ivana sambil melipat kedua tangannya di depan dada memandangi meja Anya juga.

"Reva juga keliatan ga bener-bener niat mau nikah sama Anya. Engga ngerti deh sama jalan pikiran itu cowok," sahut Ivana sambil menaruh perhatiannya pada layar komputer dan melihat artikelnya yang sudah di publish.

Dinda melirik ke arah Ivana kemudian dengan hati-hati, ia bertanya pada Ivana. "Terus gimana sama Aditya?" tanya Dinda segera membuat Ivana terdiam sejenak. Tiba-tiba gadis itu merasa gugup, ia gelagapan meraih mouse komputernya dan kembali pura-pura sibuk dengan pekerjaannya.

"Baik... Gue sama Adit, baik-baik aja kok," jawab Ivana berusaha tenang.

"Serius? Semalem gue liat Adit nungguin lo di depan rumah sakit. Lo pulang bareng dia?" tanya Dinda lagi.

Ivana tak langsung menjawab karena pikirannya sudah mengawang kemana-mana. Terutama saat Aditya berjalan mengikutinya dari rumah sakit sampai ke pinggir jalan.

"Va... Lo belum baikan? Emang masalahnya seserius apa sih?" tanya Dinda dengan gemas.

"Engga, udah ga ada masalah kok. Gue udah baikan sama Adit," jawab Ivana berusaha meyakinkan Dinda.
Akhirnya, Dinda menganggukkan kepalanya dan kembali duduk di meja kerjanya sambil melirik ke arah Ivana yang masih tersenyum sendiri sambil menatap layar komputernya.

"Dasar anak kecil berkedok orang dewasa," gumam Dinda pelan.

***

Satu gaun pengantin yang terpajang indah di sebuah mannequin Lovaqueen milik Clarissa terlihat begitu mencolok diantara gaun yang lainnya. Dengan bahan dasar putih yang dipadukan kain brokat perak itu nampak elegan dilihat.

Sebagai perancang busananya, Clarissa pun merasakan kepuasan luar biasa melihatnya.

"Cantik ya, Mbak," ucap Mita yang berdiri di sebelah Clarissa sambil ikut memandangi gaun tersebut.

Clarissa menganggukkan kepalanya kemudian ia tersenyum lebar.

"Sudah dihubungi kan klien kita?" tanya Clarissa.

"Sudah mbak, tapi belum diangkat juga. Tapi aku udah kirim pesan chat sama email pemberitahuan sih," jawab Mita dengan sedikit kekhawatiran di wajahnya.

"Pernikahannya seminggu lagi, biasanya respon mereka cepet. Apa terlalu sibuk ngurusin persiapan yang lain?" tanya Clarissa seperti bergumam pada dirinya sendiri.

Melihat raut wajah khawatir dari Mita, Clarissa tertawa pelan.
"Ga usah khawatir. Mereka udah bayar sepenuhnya, kalaupun dibatalin, kita ga rugi. Lagian pasangan yang pesen di butik kita ga pernah ada yang gagal kok," ucap Clarissa dengan sangat yakin.

Sementara Mita hanya terkekeh pelan sambil menganggukkan kepalanya.

Clarissa menghela napas panjang kemudian melirik jam ditangannya yang menunjukkan pukul 05:30 sore.

"Kalau sampe jam 06:00 sore ini ga dateng ya udah close aja. Besok-"

Clarissa dan pegawai lainnya terkejut ketika seseorang membuka pintu kaca butik mereka dengan kasar.

KOMITMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang