Bab 21

12.9K 943 25
                                    


Semua karyawan yang sudah berkumpul di loby serentak menoleh kearah laki-laki yang sedang berjalan tegap membelah kerumunan di sana.

Prilly yang sedang menenangkan anaknya ikut menoleh namun hanya sebentar karena Amar lebih penting darinya. Ali bisa melihat amarah yang tersirat dari tatapan istrinya.

Ali bersama dengan Samuel melangkah mendekati istri dan anaknya.

"Pak--Ali?" Wanita bertubuh seksi itu terlihat ketakutan saat bos besarnya tiba-tiba datang dan memergoki kelakuannya.

"Apa yang terjadi?" Tanya Ali pada istrinya. Semua yang ada di sana terlihat terkejut saat mendengar suara lembut Bos besar mereka.

Ali sudah terlanjur dicap pria dingin dan kaku namun ketika mereka melihat bosnya itu bersikap hangat pada seorang wanita yang diakui sebagai istrinya jelas membuat para karyawan terpesona lebih tepatnya tak percaya.

Mereka tak percaya bos mereka ini ternyata memiliki sisi itu juga.

Prilly mendongak menatap suaminya matanya masih menyorotkan kebencian. "Kamu tanya karyawan kamu ini apa yang sudah ia lakukan pada anakku." Desis Prilly sambil menatap nyalang wanita yang begitu berani memaki putranya.

Tubuh karyawan itu terlihat gemetaran, ia tidak tahu jika wanita yang ia katai Jalang adalah istri dari Bosnya.

Amar masih terisak-isak dalam gendongan Ibunya sampai sentuhan lembut dipunggung kecilnya membuat bocah tampan itu mengangkat wajahnya yang sejak tadi ia sembunyikan di leher sang Ibu.

"Kenapa?"

"Papi..." Dan tangis Amar kembali pecah saat melihat wajah Ayahnya.

Ali segera mengambil alih Amar lalu menggendongnya. Untuk pertama kalinya Ali benar-benar menggendong Amar dalam artian memberi perlindungan dan ketenangan untuk sang putra. Dekapan hangat yang sudah seharusnya Amar dapat sedari dulu.

Samuel yang melihat kelembutan sikap sahabatnya tersenyum kecil ternyata benar kehadiran wanita cantik yang berstatus sebagai istri sahabatnya itu ternyata benar-benar membawa perubahan besar pada kehidupan seorang Ali.

Pantas saja tadi Ali mewanti-wanti dirinya untuk menjauhkan Sarah dari lingkaran hidupnya. Dan sekarang Samuel akan melakukan hal itu tanpa harus Ali pinta. Sarah dan wanita-wanita lainnya benar-benar harus enyah dari kehidupan Ali.

Samuel menyukai pemandangan dimana Ali menggendong putranya sedangkan sebelah tangannya lagi terulur untuk meraih tangan istrinya lalu menggenggamnya erat. Diam-diam Samuel mengeluarkan ponselnya lalu mengambil gambar manis keluarga bahagia itu.

"Maaf Pak. Maaf saya benar-benar tidak tahu kalau anak ini putra Bapak."

"Siapapun anak yang tak sengaja menyenggol kamu tidak seharusnya kamu memaki mereka." Prilly terlebih dahulu bersuara. "Mereka malaikat bukan setan!" Hati Prilly kembali memanas saat mengingat bagaimana wanita ini menyebut anaknya setan.

Ali menoleh menatap Prilly, untungnya saja dulu Prilly tidak terlalu peduli atau mungkin tidak ingat lagi saat ia memanggil Amar setan kecil jika sampai Prilly mengingatnya mungkin nasib Ali tak jauh berbeda dengan wanita dihadapannya ini.

Prilly menyeka air matanya lalu ia ambil Amar yang mulai mereda tangisnya dalam dekapan Ayahnya. "Kita pulang Nak." Prilly tidak perduli dengan rantang miliknya ia segera meraih Amar lalu beranjak meninggalkan tempat yang ia kira menjadi tempat menyenangkan ternyata tidak.

Prilly semakin kesal saat Ali tidak menahan langkahnya tapi ia tidak peduli ia eratkan pelukannya pada tubuh kecil Amar.

"Kita pulang ya Sayang kita makan di rumah sama Mbak."

"Papi?"

Prilly mendengus pelan saat mengingat suaminya. "Papi biar aja makan debu." Dengus Prilly sambil mempercepat langkahnya menuju parkiran.

***

"Kamu saya pecat silahkan angkat kaki dari perusahaan saya!" Ujar Ali sepeninggalan Prilly. "Peringatan buat kalian semua siapa saja diantara kalian berani menyentuh, menghina apalagi sampai menyakiti anak dan istriku saya tidak akan main-main dengan ucapan saya." Ali menatap semua anak buahnya yang serempak menundukkan kepalanya.

"Kalian akan mati ditangan saya." Ali beranjak menyusul istrinya sambil menenteng rantang yang dibawa oleh istrinya. Ali tahu ini adalah makan siang yang ia pinta tadi pagi.

Langkah kaki Ali yang lebar tak membuatnya harus berjalan lama untuk mencapai pintu mobil istrinya. Prilly baru akan menjalankan mobilnya saat tiba-tiba kaca sebelahnya di ketuk oleh sang suami dari luar.

"Turun biar Mas yang nyetir." Ali langsung berkata setelah Prilly menurunkan kaca mobilnya.

Terlalu lelah dengan kejadian tadi membuat Prilly segera turun dan membiarkan Ali yang mengemudi. Ali melirik sekilas istrinya, mata Prilly terlihat sendu mungkin istrinya masih sakit hati dengan kejadian tadi.

Ali melirik ke belakang, di sana putranya sudah terbaring. "Tidur?" Prilly menoleh menatap Amar lalu suaminya. "Iya capek nangis ngantuk katanya." Jelas Prilly menatap sedih putranya.

Kenapa Amar selalu saja disakiti? Prilly benar-benar benci orang-orang yang menyakiti putranya termasuk karyawan tidak tahu diri suaminya tadi.

Bukan karena yang dihina putranya tapi Prilly benar-benar tidak terima ada wanita yang bisa bersikap sekasar itu pada anak kecil.

"Aku sudah memecatnya."

Prilly menoleh menatap suaminya. "Kenapa?" Tanyanya dengan suara terdengar bergetar. Jujur, Prilly terharu.

Ali memilih untuk tidak melajukan mobilnya terlebih dahulu. "Karena mulai sekarang siapapun tidak akan Mas biarkan menyakiti kamu dan Amar." Jawab Ali dengan penuh kesungguhan.

Air mata Prilly satu persatu menetes namun senyuman manis penuh kebahagiaan terukir di bibirnya. "Mas.." Suara Prilly terdengar bergetar ketika memanggil suaminya.

Tanpa mengatakan apapun lagi Prilly segera melemparkan dirinya ke dalam dekapan sang suami. Prilly memeluk erat laki-laki yang sudah sah menjadi miliknya itu.

Ali membalas dekapan sang istri tak kalah hangat. "Maaf untuk hari-hari tidak menyenangkan kemarin." Bisik Ali yang membuat tangis Prilly kembali terdengar. "Setelah ini kamu mau kan menjalani hari-hari kita layaknya pasangan suami istri pada umumnya?" Prilly menganggukkan kepalanya tanpa melepaskan pelukannya pada tubuh liat sang suami.

"Aku mau Mas." Jawab Prilly dengan isak tangis harunya.

Ali tersenyum tangannya beralih mengusap lembut kepala istrinya. Ali yakin inilah keputusan yang susah seharusnya ia ambil. Mulai sekarang ia akan membuka lebar pintu hatinya untuk Prilly masuki, satu-satunya perempuan yang akan Ali cintai sampai mati.

Benar-benar sampai mati.

*****

Duda TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang