Bab 40

16.7K 914 38
                                    


"Makasih ya Kak udah bantu jaga Amar." Prilly tersenyum kecil menatap Samuel yang merasa ada yang aneh dengan sikap istri sahabatnya ini.

Ia memang belum mengenal Prilly lebih jauh tapi sikap Prilly saat ini begitu berbeda dengan kemarin. Yang Samuel lihat Prilly ini adalah sosok wanita ceria lalu kenapa sekarang wajahnya begitu lesu dan tidak bersemangat.

"Ada apa?" Tanya Samuel menatap Prilly lekat.

Prilly mendongak menatap Samuel lalu tersenyum kecil sebelum menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak ada apa-apa Kak." Prilly tidak mungkin menceritakan tentang kegundahan hatinya pada Samuel.

Ia tidak mau Samuel memandang aneh dirinya setelah mengetahui jika dirinya saat ini sedang mencemburui masa lalu suaminya.

"Kami pulang dulu ya Kak."

Samuel mengangguk pelan, ia tidak mungkin memaksa Prilly untuk bercerita. "Kamu sendirian jemput Amar? Ali dimana?" Tanya Samuel ketika tidak mendapati Ali bersama Prilly.

"Mas Ali lagi nerima telepon di bawah Kak." Prilly tidak tahu siapa yang menghubungi suaminya, mungkin rekan kerjanya.

"Ya sudah kamu hati-hati kebawah. Perlu Kakak antar?" Prilly menggeleng cepat. "Enggak usah Kak. Aku bisa sama Amar kok." Prilly menunduk menatap putranya dengan penuh kasih sayang.

Samuel ikut tersenyum, ia tahu Prilly adalah wanita yang paling tepat untuk sahabatnya. Ali dan Amar keduanya sama-sama terlihat bahagia setelah kedatangan Prilly ke dalam hidup mereka maka sudah seharusnya Samuel menjaga kebahagiaan sahabatnya ini.

"Ya sudah kami pamit dulu kak ya."

"Iya hati-hati di jalan. Sampai ketemu lagi Amar."

"Sampai ketemu lagi Om Sam." Balas Amar sambil melambaikan tangannya.

Prilly dan Amar berjalan beriringan menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai dasar dimana Ali sedang menunggu, mungkin.

"Mami kenapa?"

"Ha?" Prilly menundukkan kepalanya menatap sang putra. "Maksud Amar apa Nak?" Tanya Prilly tak mengerti.

Amar yang menadahkan kepalanya menatap Ibunya lamat-lamat. "Mami lagi sedih ya?" Tanyanya penuh perhatian.

Hati Prilly sontak berdesir, anaknya ini begitu peka perasaannya. Prilly tersenyum mengusap lembut kepala putranya. "Mami cuma lagi kangen Kakek Dewa aja." Ujar Prilly tak sepenuhnya berbohong. Ia memang sedang rindu Ayahnya, jika saja ia memiliki waktu luang hari ini mungkin sudah sejak tadi ia berlari menuju rumahnya.

Tapi Prilly sadar posisinya saat ini, ia seorang istri dan juga seorang Ibu tidak mungkin ia mengedepankan keinginannya dengan mengabaikan anak dan suaminya.

"Papi jahat sama Mami ya?"

Prilly sontak menggelengkan kepalanya, ia sampai berjongkok didepan Amar yang terus menatapnya. Prilly tidak ingin putranya salah paham dan berbalik membenci Ali, hubungan ayah dan anak ini baru saja membaik.

"Enggak Sayang. Papi nggak jahatin Mami kok." Prilly mengusap lembut kepala putranya. "Papi baik, Mami cuma sedih karena kangen Kakek Dewa aja, seriusan Mami nggak boong." jelas Prilly berusaha meyakinkan Amar.

"Ya sudah kita ke rumah Kakek Dewa ya. Amar nggak mau Mami sedih." Tangan kecilnya bergerak untuk mengusap lembut pipi Ibunya. "Amar Sayang Mami, sehat terus ya Mami jangan sakit jangan sedih nanti Amar ikutan sedih kalau Mami sedih."

"Oh sayangku.." Prilly segera membawa Amar ke dalam pelukannya. "Mami juga sayang banget sama Amar." Balas Prilly dengan suara terdengar bergetar.

Pelukan hangat dari putranya membuat perasaan Prilly sedikit membaik. Mungkin karena kelelahan ia menjadi sangat sensitif hari ini. Setelah ini ia berjanji akan kembali membuat moodnya membaik supaya hubungannya dengan Ali terus baik-baik saja.

***

Ali bisa merasakan jika istrinya sedang memberi jarak dengannya. Prilly terus-terusan menghindari kontak mata dengannya. Wanita itu lebih memilih menyibukkan dirinya dengan berbicara pada Amar tanpa menghiraukan Ali sama sekali.

Keluarga kecil itu sedang dalam perjalanan menuju kediaman mereka.

"Papi tolong antarkan Mami ke tempat Kakek Dewa." Celoteh Amar yang duduk nyaman di pangkuan Ibunya.

Ali sontak menoleh menatap Amar sebelum mengalihkan pandangannya pada Prilly yang diam saja.

"Kamu mau ke tempat Papa Sayang?" Tanya Ali yang dijawab anggukan kepala oleh Prilly, wanita itu bahkan tak repot-repot membalas tatapan suaminya.

Ali mengeram pelan namun sekuat tenaga ia tahan dirinya supaya tidak kelepasan membentak istri dan anaknya ini.

"Kenapa?"

"Aku rindu Papa." Jawab Prilly masih belum menaikkan tatapannya membalas tatapan Ali.

"Mas tahu ada yang salah dengan sikap kamu. Katakan ada apa? Apa Mas berbuat salah?" Tanya Ali penasaran.

Prilly akhirnya mengangkat kepalanya hingga tatapannya kini bertemu dengan mata tajam suaminya. Ali sedikit kewalahan membagi fokusnya antara menatap sang istri atau jalanan yang semakin padat didepannya.

Sial kenapa harus terjadi kemacetan disaat seperti ini.

"Aku hanya ingin pulang ke rumah Papa apa itu salah?" Prilly tidak tahu kenapa tapi melihat tatapan tajam yang suaminya layangkan membuat hatinya semakin sakit saja.

Katakan dia lebay tapi Prilly benar-benar tidak bisa menahan rasa sakitnya hingga akhirnya ia memilih untuk kembali menundukkan kepalanya menatap Amar yang mulai memejamkan matanya dalam pangkuan Prilly.

Prilly tersenyum kecil saat melihat wajah Amar yang begitu polos ketika terlelap seperti ini persis Ayahnya.

"Mas akan mengantarkan kamu ke rumah Papa!" Putus Ali dengan suaranya yang jauh dari kata hangat dan lagi-lagi tanpa Ali sadari ia kembali menggores luka di hati istrinya.

Tak sampai satu jam akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Ali berbelok dan berhenti tepat di garasi rumah Sadewa.

Prilly sudah bersiap-siap untuk turun namun tiba-tiba pergelangan tangannya dipegang oleh suaminya.

Ali menatap dalam wajah istrinya yang terlihat lelah. Ali bingung sebenarnya apa yang salah sampai Prilly berubah seperti ini pada dirinya.

"Untuk terakhir kalinya Mas bertanya katakan apa yang salah pada diri Mas sampai-sampai kamu berubah seperti ini?"

Prilly menghela nafasnya lalu menundukkan kepalanya menatap Amar. "Aku tidak berubah hanya saja aku sedang memikirkan betapa bahagianya almarhumah ibunda Amar karena dicintai begitu dalam oleh suaminya." Prilly tersenyum kecil sarat akan kesakitan.

Ali terhenyak ia tidak tahu jika perkataannya tadi membuat istrinya salah sangka.

"Sayang--"

"Nggak apa-apa Mas lagian wajar kamu masih mencintai almarhumah toh kalian menikah memang didasari oleh rasa cinta yang begitu kuat kan? Berbeda ketika kamu menikahiku." Kembali Prilly memperlihatkan senyuman mirisnya. "Andai aku yang mati--"

"APA YANG KAMU KATAKAN PRILLY?!" Ali tidak bisa menahan mulutnya untuk tidak membentak istrinya yang di detik itu pula ia sesali ketika melihat putranya yang terlelap terperanjat kaget karena suaranya.

Amar menangis kencang karena terkejut diikuti dengan lelehan air mata Prilly yang ikut membanjiri wajahnya.

"Sstt.. Sayang nggak apa-apa Mami di sini." Prilly berusaha menenangkan Amar sambil terus menyeka air matanya. Ali sendiri hanya bisa menelan ludah kasar ketika ia sadar bahwa ia telah menyakiti dua orang yang paling dikasihi olehnya dalam waktu bersamaan.

Ya Tuhan ampuni Ali..



***end versi watt***

Yang mau PO silahkan list nama ke wa 081321817808

Duda TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang