Ali masih belum memahami keadaan ketika suara teriakan kesakitan Sarah terdengar memekakkan telinganya.
"Sayang! Hei!" Ali buru-buru menghampiri istrinya yang sedang menyeret Sarah keluar dari ruangannya.
Prilly menjambak rambut panjang Sarah hingga rasanya kulit kepala wanita itu ikut terlepas. Sarah tidak tahu siapa wanita ini tapi tenaganya yang luar biasa kulinya membuat Sarah hanya mampu berteriak meminta pertolongan pada Ali.
"Sayang berhenti kamu bisa membuat kepalanya botak." Ali menahan lengan istrinya yang membuat Prilly sontak berbalik lalu menatap tajam suaminya.
Ali gelagapan, ia tahu maksud dari tatapan tajam istrinya. "Mas tidak bermaksud untuk--"
Bug!
"Aduh!" Sarah kembali memekik kesakitan saat bokongnya menyentuh lantai. Prilly dengan tenaga penuh mendorong Sarah hingga wanita itu terjerembab ke lantai.
"Mas Ali.. Hiks.." Sarah mulai memainkan perannya, ia pikir ini adalah kesempatan dirinya untuk menarik perhatian Ali. Urusan wanita bar-bar ini biar saja nanti ia pikirkan. Jangan pikir Sarah akan diam saja setelah diperlakukan seperti ini oleh wanita yang tidak ia kenal ini.
Ali mengabaikan tangisan Sarah, fokusnya hanya tertuju pada istrinya yang sepertinya sudah siap melahap dirinya hidup-hidup. Ali bergidik ngeri.
"Sayang kamu nggak apa-apa?" Ali berjalan mendekati Prilly. Memeluk lembut bahu istrinya yang bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang belum beraturan. Prilly masih diliputi emosi.
"Siapa wanita ini?" Tanya Prilly dengan mata menyipit tajam ke arah Sarah yang ternyata juga berani membalas tatapan tajamnya.
Prilly menyeringai kecil, ia suka yang seperti ini. Prilly mengagumi keberanian wanita ini, jika wanita ini berani membalas dirinya maka Prilly tidak perlu repot-repot merasa bersalah.
Hei, Prilly tidak sekejam itu, ia masih merasa sedikit bersalah setiap kali melawan manusia-manusia lemah namun begitu berani mengganggu kenyamanan dirinya, seperti Fatma.
"Gue Sarah calon istri Mas Ali." Sarah terlebih dahulu membuka suara yang membuat Ali membelalakan matanya.
Prilly semakin melebarkan seringainnya. "Jadi lo putri tercinta dari Ibu Fatma?" Tanya Prilly sambil melangkah mendekati Sarah yang refleks memundurkan tubuhnya. Ia masih dalam posisi terduduk di lantai sehingga membuat dirinya kesulitan untuk menghindari wanita didepannya ini.
"Lo dan Ibu lo salah jika mikir gue wanita lemah." Ucap Prilly tanpa memperdulikan wajah pucat lawannya.
Ternyata Sarah tak seberani yang ia kira, ah Prilly kecewa.
"Sayang ayo kita pulang!" Ali berjalan mendekati istrinya lalu memeluk bahu istrinya hingga membuat Prilly menghentikan langkahnya.
"Kita pulang ya? Wanita ini hanya mantan adik ipar Mas tidak lebih." Ujar Ali yang membuat Sarah memalingkan wajahnya menatap Ali dengan pandangan terluka.
Berbanding terbalik dengan Prilly yang terlihat puas dengan perkataan suaminya. Ali bukan bermaksud tega hanya saja ia tidak ingin terlibat kesalahpahaman lagi dengan istrinya. Setelah apa yang mereka lalui jelas perasaan Prilly jauh lebih penting bagi Ali.
Lagipula sejak awal Ali sudah menegaskan pada Sarah, jika wanita itu tidak lebih dari sodara baginya. Tidak ada perasaan apapun melebihi sodara yang Ali rasakan pada Sarah.
Bahkan sejak dulu, Sarah hanya seorang Adik bagi Ali.
"Kita pulang!" Prilly segera berbalik badan diikuti Ali yang meninggalkan Sarah yang terpaku sendirian.
Sarah mengepalkan kedua tangannya, rasa sakit di kepala dan bokongnya sudah tidak terasa lagi karena hati Sarah jauh lebih sakit saat ini.
"Tega kamu Mas. Tegaaa.."
***
"Aku tidak ingin kembali ke rumah kamu." Prilly berkata tanpa menoleh kearah suaminya.
Saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju apartemen Samuel untuk menjemput Amar, putra mereka.
Ali seketika menoleh menatap istrinya. "Kenapa?"
Prilly menghela nafasnya lalu menatap suaminya. "Aku nggak nyaman tinggal satu rumah sama mertua kamu Mas." Prilly lebih baik terbuka saja daripada ia sok tegar dengan menyembunyikan perasaannya yang berujung dengan menyakiti dirinya sendiri.
Prilly tidak takut pada Fatma hanya saja ia merasa lebih baik ia yang mengalah daripada nantinya ia semakin menggila bukan hanya air yang ia siramkan pada wanita itu melainkan bensin, panjang urusannya.
Ali menghela nafasnya, ia mengerti perasaan Prilly, wanita manapun jelas tidak akan nyaman tinggal dengan masa lalu suaminya meskipun itu hanya mantan mertua tapi tetap saja mengganggu dan itulah yang sedang istrinya rasakan sekarang.
"Baiklah. Kita tinggal di apartemen Mas aja mau?"
"Mas pulang aja kerumah kasian mertua Mas menunggu Mas di sana." Terdengar suara tidak enak ketika Prilly mengatakan itu, Ali tahu istrinya sedang menyindir dirinya.
Tidak apa-apa lebih baik dia diam saja. Ali sedang tidak ingin bertengkar terlebih saat mood istrinya sedang kacau seperti ini.
"Mungkin saja sekarang Sarah calon istri kamu juga sedang dalam perjalanan menuju rumah untuk mengadu pada Ibu Bapaknya." Kembali Prilly mengeluarkan sindirannya yang membuat Ali gerah.
Ali tidak suka jika istrinya membawa-bawa orang lain ke dalam pembicaraan mereka tapi Ali memilih diam ia takut jika ia menyuarakan keinginannya ini Prilly salah menanggapi yang ujung-ujungnya akan membawa mereka pada kesalahpahaman.
Ali tidak mau merusak keharmonisan antara dirinya dan Prilly.
"Mas tetap tinggal bareng kamu dan Amar." Putus Ali sebelum membelokkan mobilnya memasuki area apartemen sahabatnya.
Prilly membuang wajahnya memilih menatap keluar jendela mobil namun secara perlahan kedua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman. Ia merasa bahagia ketika Ali lebih memilih dirinya dan Amar.
Mengenai wanita bernama Sarah itu Prilly tidak mau ambil pusing, jika wanita itu berani mengganggu rumah tangganya lihat saja apa yang akan Prilly lakukan.
"Kita sudah sampai Sayang." Ali sudah menghentikan mobilnya di parkiran apartemen Samuel.
Prilly bersiap untuk keluar ia baru akan membuka sabuk pengamannya ketika tiba-tiba Ali mencondongkan wajahnya lalu meraup bibirnya dengan penuh gairah.
Prilly tersentak kaget namun hanya sesaat karena detik berikutnya, Prilly mulai membalas lumayan suaminya dengan tak kalah bergairah. Keduanya larut dalam cumbuan tanpa memperdulikan keberadaan mereka yang mungkin saja bisa di pergoki oleh satpam.
"Jangan berpikir jika Mas akan meninggalkan kamu demi wanita lain karena demi Tuhan Mas hanya menginginkan kamu hanya kamu Sayang." Bisik Ali sebelum kembali melumat bibir istrinya dengan penuh kelembutan namun dengan hasrat yang begitu kuat.
Ah, bibir Prilly sudah menjadi candu untuk Ali. Rasanya begitu legit nan manis.
End
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Tampan
RomanceCobaan untuk seorang wanita bernama Ghiani Aprillya Putri, putri semata wayang Sadewa Pramudya dan almarhumah istrinya Juwita. Wanita cantik yang kerap disapa Prilly harus menerima takdir dirinya untuk melepaskan sang kekasih demi menikahi seorang D...