Bab 4

14.3K 985 22
                                    


Keesokan harinya, seperti biasa kediaman Ali terlihat sepi seperti tak berpenghuni hanya beberapa orang pekerja yang berlalu lalang menyiapkan makanan untuk Tuannya.

Ali turun dari lantai dua lalu berjalan menuju meja makan. Keningnya tampak berkerut saat tak mendapati Prilly di sana.

Kemana istrinya itu?

"Mau langsung sarapan Tuan?"

Ali menoleh pada seorang maid yang berdiri didekat meja makan bersiap melayani sarapan tuannya.

"Kamu lihat istri saya?" Tanyanya yang membuat kening maidnya mengerut. "Tidak Tuan." Jawabnya kemudian.

Ali menghembuskan nafasnya sebelum mengibaskan tangannya mengusir pekerjanya yang langsung minggat meninggalkan sang Tuan yang sepertinya berada dalam mood yang buruk pagi ini.

"Ck! Kemana sih wanita itu bukannya layanin suami malah ngilang." Dengus Ali sambil menarik kursi meja makan dengan sangat kasar.

Suara decitan kursi beradu dengan lantai terdengar memenuhi ruang makan namun tidak ada satu orangpun yang berani membuka suara, bisa-bisa mereka kehilangan pekerjaan mereka.

Drt..drt..

Ali melirik sekilas ponselnya memastikan siapa yang menghubungi dirinya dan entah kenapa ia merasa sedikit kecewa saat melihat justru nama Ibunya yang terpampang disana alih-alih istrinya.

Situ ngarep banget dihubungi istri memangnya udah tukaran nomor telpon?

Mendengus kuat-kuat Ali meraih ponselnya lalu menjawab panggilan dari Ibunya.

"Halo Ma." Sapa Ali berusaha menormalkan suaranya supaya Ibunya tidak sadar jika dirinya sedang dalam mood yang buruk saat ini.

"Halo Sayang. Gimana pagi kamu hari ini? Menyenangkan sekali ya?" Ali sangat mengerti maksud dari perkataan Ibunya yang membuat suasana hati Ali semakin memburuk saja.

"Ada apa Ma?" Tanya Ali mengalihkan pembicaraan sebelum Ibunya semakin melantur kemana-mana.

"Oh ya Mama hampir lupa. Menantu kesayangan Mama dimana?"

"Entah."

"Hah? Entah? Entah gimana maksud kamu? Kamu gimana sih Nak istri ditanya kok jawabannya entah."

Ali sontak memejamkan matanya saat telinganya terasa pengang akibat rentetan kalimat yang keluar dari mulut Ibunya.

"Ali tutup. Ali mau kerja."

Tut.

Ali memutuskan sambungan telpon secara sepihak lalu beranjak dari meja makan. Ia sudah kehilangan nafsu makannya lebih baik ia ke kantor saja.

Ali tidak mengambil cuti karena ini bukanlah pernikahan yang ia harapkan.

Kening Ali terlihat berkerut saat tak mendapati mobilnya di garasi rumahnya.

"Yanto! Kemari kamu!" Teriakan Ali menjadi keributan pertama yang terjadi di rumah besar itu.

"Si--siap Tuan. Ada apa ya Tuan?" Yanto bekerja sebagai satpam di rumah Ali.

"Mobil saja dimana?!" Tanya Ali dengan wajah mengeras. Ia benar-benar kesal karena tidak mendapati keberadaan mobilnya.

Siapa yang berani-beraninya mencuri mobil kesayangan Ali itu?

"Sa--saya tidak tahu Tuan." Wajah Yanto sudah pucat pasi. Ia sedang memikirkan bagaimana caranya ia membayar mobil itu jika terbukti mobil sang majikan hilang karena kelalaian dirinya.

"Sial!" Ali benar-benar berada dalam mood buruk pagi ini.

"Ambil kunci mobil yang lain! Cepat!!" Teriak Ali yang membuat Yanto melesat pergi melaksanakan apa yang Tuannya perintahkan.

Ali terlihat mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tak habis pikir bagaimana mungkin ada maling yang begitu berani memasuki area rumahnya.

"Lihat saja akan aku potong tangan si maling itu." Ancam Ali bertepatan dengan Yanto datang membawa kunci mobil Ali yang lain.

"Buka gerbangnya! Awas saja jika mobil saya benar-benar hilang karena keteledoran kamu. Habis kamu Yanto!" Ali masih sempat mengancam Satpamnya sebelum beranjak memasuki mobil dan melesat pergi meninggalkan Yanto dengan suasana yang begitu mencekam.

***

"Mami.."

"Iya Nak?"

Prilly sedang mengupas buah untuk putranya. "Mami cantik." Puji Amar dengan wajah merona. Bocah itu terlihat malu-malu ketika Prilly menatapnya dengan senyuman paling manis.

"Amar juga ganteng Mami suka." Balas Prilly sambil mencubit gemas pipi tirus Amar.

Prilly menghela nafasnya melihat kondisi Amar jelas sekali anak ini tidak terurus dengan baik. Ibunya meninggal dunia sedangkan Ayahnya berubah menjadi bajingan dengan menyalahkan Amar atas apa yang sudah Tuhan takdirkan.

Prilly berjanji setelah ini, ia akan menjaga dan merawat Amar seperti anaknya sendiri tak perduli bagaimana akhir dari hubungannya dengan Ali yang pasti Amar akan selalu menjadi putranya.

"Amar mau minum susu?" Tanya Prilly membuat Amar menggelengkan kepalanya. "Amar udah gede jadi nggak minum susu lagi Mami." Jawabnya polos membuat Prilly gemas setengah mati.

"Oh ya Amar udah gede ya."

"Iya dong." Sahut Amar ceria.

Julia yang melihat interaksi antara Ibu dan anak itu tersenyum. "Den Amar senang banget ya punya Mami sekarang?"

Amar menatap pengasuhnya dengan mata berbinar. "Iya dong Mbak." Jawabnya semangat.

Prilly mengusap lembut kepala putranya sampai akhirnya suara deringan ponselnya mengalihkan perhatian Prilly.

Keningnya terlihat berkerut saat melihat deretan nomor tidak kenal memenuhi layar ponselnya.

"Siapa sih?" Prilly memilih mengabaikan panggilan dari nomor tidak dikenal itu lalu kembali memusatkan perhatiannya pada sang anak.

Prilly dan Amar larut dalam tawa mereka tanpa mereka ketahui jika disebuah gedung bertingkat yang berdiri kokoh menantang dunia terlihat seorang pria nyaris membanting ponselnya saat panggilannya tak kunjung dijawab oleh sang istri.

"Dasar istri durhaka!" Makinya sebelum menekan kembali panggilan yang lagi-lagi diabaikan oleh istrinya.

Ali benar-benar marah besar ketika Prilly mengabaikan telponnya darinya padahal ia sudah menahan malu dengan meminta nomor ponsel Prilly pada Ayah mertuanya.

Ali masih ingat bagaimana Sadewa mengejek dirinya yang katanya malu-malu kucing padahal Prilly sudah sah menjadi miliknya.

Malu-malu kucing apanya? Ali memang tidak berniat untuk meminta nomor ponsel Prilly apalagi meminta langsung pada wanita itu. Gengsi.

Lalu sekarang kenapa Ali sampai meminta nomor ponsel Prilly pada Ayah mertuanya?

Ali kebingungan ia tidak bisa memberi alasan. "Karena wanita itu membawa pergi mobilku!" Raung Ali sambil menggebrak mejanya.

Alasan yang klise, padahal untuk seorang Ali satu mobil hilang jelas tidak berati apa-apa, ia bisa membeli lebih dari 50 mobil itu dalam waktu sekejap jika ia mau tapi lihat kenapa ia justru mempermasalahkan satu unit mobil yang dibawa oleh istrinya.

"Pak meeting akan segera dimulai."

Dan meeting kali ini berhasil menyelamatkan Ali.

*****

Jangan sampai ketinggalan promo berkah khusus bulan lahir author ya sayang..

280k kalian udah dpt 20 pdf termasuk yang terbaru Sejarah Cinta.

Yang mau beli satuan atau paketan lain juga boleh yaa sayang cuss wa 081321817808 jangan kelewatan semua pdf ready..

Duda TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang