Bab 33

12K 898 30
                                    


Prilly baru saja mengguyur tubuhnya dengan air ketika Ali tiba-tiba datang membuka pintu kamar mandi tanpa permisi. Prilly jelas kaget terlebih saat ini ia sedang dalam kondisi telanjang ketika Ali tiba-tiba menerobos masuk.

"Mas!" Pekik Prilly berusaha menutupi dadanya namun sayangnya pandangan Ali justru terarah pada benda berambut lebat yang terletak disela pahanya.

Mengikuti arah pandang suaminya, Prilly kembali memekik yang sontak membuat Ali terperanjat menatap istrinya dengan pandangan bingung.

"Kenapa?" Tanyanya sambil melangkah mendekati sang istri.

"Mata kamu Mas! Nakal!" Rajuk Prilly yang membuat tawa Ali terdengar memenuhi kamar mandi.

"Mandi sama-sama ya?"

"Loh tapi Mas kan udah mandi tadi."

Ali mengedikkan bahunya acuh. "Mandi lagi nggak apa-apa." Sahutnya sambil melepaskan satu persatu kain yang melekat pada tubuhnya.

Prilly merona melihat tubuh sixpack suaminya kembali terpampang didepan matanya. Prilly tidak dapat menahan rasa panas yang menjalar di wajahnya hingga ia memilih membalikkan badannya membelakangi Ali.

"Kenapa?" Prilly tersentak kaget saat tiba-tiba sepasang lengan kekar membelit pinggang telanjangnya.

"Mas.." Lirih Prilly ketika merasakan cumbuan yang Ali berikan disekitar leher dan bahunya yang terbuka.

"Mas benar-benar merasa beruntung memiliki kamu." Ucap Ali yang membuat Prilly semakin berdebar. "Terlalu dini memang untuk menyimpulkan apa yang Mas rasakan padamu saat ini." Prilly memilih diam, diam-diam menikmati sentuhan demi sentuhan yang Ali berikan pada bagian-bagian tertentu pada tubuhnya.

Suara Ali berubah serak ketika berbicara membuat darah Prilly berdesir. "Mas cinta sama kamu."

Deg.

"Mas--"

"Sstt... Mas tidak meminta balasan setidaknya dalam waktu dekat ini. Mas akan berikan berapapun waktu yang kamu butuhkan untuk meyakinkan diri kamu, perasaan kamu terhadap Mas." Ali begitu dewasa dan Prilly semakin mengagumi suaminya ini.

Perlahan Prilly melepaskan belitan tangan suaminya pada pinggangnya. Prilly memilih membalikkan tubuhnya sehingga kini kedua saling berhadapan dalam kondisi sama-sama telanjang.

Prilly tersenyum lembut ketika melihat mata tajam suaminya yang kini terlihat lebih sayu dan lembut, ia tahu suaminya sedang bergairah tapi terlepas dari semua itu, Prilly bisa melihat dan merasakan ketulusan suaminya.

Prilly bahagia, sungguh ia benar-benar bahagia malam ini.

Perlahan ia angkat kedua tangannya untuk menangkup kedua pipi suaminya. Senyuman Prilly semakin lebar saat merasakan kedua lengan Ali kembali memeluk pinggangnya.

"Mungkin ketika pertama kali Papa memberitahu aku tentang perjodohan dengan seorang pria tepatnya seorang duda dengan satu anak, aku sontak berpikir kenapa Papa begitu tega menjerat putrinya sendiri dengan menikahkan aku dengan duda satu anak itu." Prilly berceloteh tanpa melepaskan tatapannya dari sang suami.

Ali memilih diam mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut istrinya tanpa berniat memotong ia menyukai keintiman mereka saat ini.

"Terus saat pertama kali kita bertemu ketika akad pagi itu hal pertama yang terlintas di kepalaku saat itu adalah ah betapa tampannya suamiku ternyata Papa memilih menikahkan putrinya dengan duda tampan." Prilly terkekeh geli ketika mengatakan hal itu, kekehan itu akhirnya menular pada Ali.

Keduanya sama-sama terkekeh kecil sebelum Prilly kembali membuka suaranya. "Namun semuanya buyar ketika kamu justru memperingati aku untuk tidak menaruh harapan apapun pada pernikahan ini." Wajah Ali berubah sendu, pria itu merasa bersalah karena pernah berkata sekejam itu pada istrinya.

"Maaf.."

"Termaafkan." Jawab Prilly cepat. "Semua kesalahan dan kata-kata kasar kamu semuanya termaafkan ketika pertama kali aku bertemu dengan Amar." Wajah cantik Prilly terlihat berbinar ketika menceritakan tentang putra mereka.

Ali ikut tersenyum, ternyata yang membuat Prilly bertahan dengannya adalah Amar. Ali bahagia dengan fakta itu meskipun rasa bersalah dan penyesalan atas apa yang ia lakukan pada putranya semakin besar tapi Ali berusaha menepisnya. Ia sudah berjanji akan mencintai Amar melebihi nyawanya sendiri.

"Terima kasih telah datang dan menikahiku Mas. Terima kasih karena memberikan aku seorang putra yang amat sangat aku cintai. I love you Papi." Prilly berjinjit untuk mensejajarkan tingginya dengan sang suami lalu ia kecup dalam bibir tebal suaminya.

Ali masih mematung ia masih shock dengan balasan cinta dari Prilly namun semua itu tak berlangsung lama karena setelahnya hanya suara desahan serta lenguhan yang memenuhi seantero kamar mandi.

***

"Argh! Sial! Sial!" Sarah mengacak-acak rambutnya ketika Ali tak kunjung membalas pesannya. Pria itu juga tidak menjawab satupun panggilan darinya.

Sarah berjalan mondar-mandir di depan UGD dimana Ibunya sedang ditangani oleh Dokter. Fatma terkena serangan jantung setelah Sarah mengungkapkan bahwa ia mulai lelah dalam mengejar cinta Ali.

Dulu ia dikalahkan oleh Salwa dan sekarang Prilly. Sarah tidak buta ia bisa melihat dengan jelas bagaimana Ali memuja istrinya itu dan Sarah semakin pesimis saat mengetahui jika wanita yang Ali nikahi bukanlah wanita menye-menye yang ditindas akan menangis tapi justru sebaliknya istri Ali ini terlihat begitu bringas dan Sarah tidak mau berurusan dengan wanita bar-bar itu.

Namun sayangnya Ibunya justru menentang keras-keras keinginannya itu. Fatma begitu terobsesi dengan Ali, ia tidak ingin Ali menjadi menantu orang lain. Pria sesempurna Ali harus menjadi menantunya.

Akhirnya Sarah dan Fatma terlibat percekcokan yang berujung dengan kambuhnya penyakit jantung wanita tua itu.

"Ibu nyusahin banget kenapa nggak mati aja!" Decak Sarah menatap pintu UGD dengan pandangan penuh kebencian.

Sejak dulu Sarah memang tidak menyukai sikap otoriter Ibunya. Fatma memang menyayangi anak-anaknya terutama Sarah tapi sikap dan aturan yang Fatma targetkan pada anak-anaknya membuat Sarah muak.

Salwa sudah mati dan sekarang semua aturan Fatma tertuju padanya. Sarah memang menyukai Ali tapi untuk mengemis sampai-sampai diperlakukan sehina tadi siang ia menolak. Sarah masih punya harga diri meskipun tidak bisa mendapatkan suami sekaya Ali setidaknya Sarah yakin bisa menggaet pengusaha-pengusaha muda yang dibawah Ali.

"Sarah pulang dulu Pak." Sarah menatap Ayahnya yang tersenyum hangat padanya. "Pulanglah. Kamu butuh waktu untuk mengistirahatkan tubuhmu." Ujar Syukri penuh perhatian yang membuat mata Sarah berkaca-kaca.

"Maafin Ibu kamu ya Nak. Maafin Bapak juga, kami benar-benar orang tua yang gagal. Kami gagal memberikan kebahagiaan untuk kamu dan almarhumah Salwa."

"Bapak.. Hiks.."

*****

Hari ini terakhir PO yaa silahkan list nama kalian ke wa 081321817808

Duda TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang