Bab 38

11.4K 838 24
                                    


Ali dan Prilly benar-benar terkejut dengan kehadiran Juwita.

"Mama?" Ucap keduanya serempak.

Juwita menatap putra dan menantunya lalu tersenyum manis, dibelakangnya ada Fauzi yang juga turut datang bersama istrinya.

"Mama kenapa ada disini?" Tanya Ali pada Ibunya.

Juwita menatap putranya dengan sebelah alis menukik. "Kenapa? Mama nggak boleh datang menjenguk mantan besan Mama yang sakit begitu?" Juwita melirik kearah Fatma dengan pandangan sinis membuat wanita itu mengepalkan kedua tangannya.

"Ma--"

"Diam. Jika kamu tidak bisa menyelesaikan masalah ini biar menjadi urusan Mama. Mama tahu kamu masih memiliki hormat pada mantan mertua kamu ini tapi Mama sebagai mertua dari istri kamu jelas tidak akan tinggal diam ketika menantu Mama dihina tepat didepan mata Mama." Kali ini Juwita secara terang-terangan menguarkan aura permusuhannya pada Fatma.

Wanita cantik dengan tubuh yang masih terlihat seperti anak gadis itu melangkah maju mendekati ranjang Fatma. Juwita dengan segala kemewahan yang melekat pada tubuhnya dimulai dari satu set perhiasan juga tas jinjing bermerek hermes yang ditenteng di tangan kanannya membuat aura kecantikan dan juga sisi glamornya semakin mentereng kontras sekali dengan wajah pucat Fatma.

"Apa kabar Mbak?"

Fatma mendengus sinis, ia tahu mantan besannya ini sedang mengolok dirinya. "Sepertinya Mbak sudah sehat ya buktinya Mbak bisa menghina menantu saya dengan penuh semangat seperti tadi." Lanjut Juwita dengan suara lembutnya namun kalimat yang keluar dari mulutnya penuh dengan sindiran.

"Dengarkan saya Juwita menantu kamu itu tidak lebih baik dari putri saya!" Fatma masih bersikeras menghardik Prilly yang terlihat begitu santai memeluk lengan suaminya.

Prilly tak ambil pusing, paling sebentar lagi Ibu Fatma yang terhormat ini juga bakalan gila, mimpinya ketinggian sih.

"Dengan putri yang mana Mbak? Salwa? Salwa sudah meninggal wajar sekali jika putra saya menikahi perempuan lain saat ini. Perempuan yang bisa memberikan kebahagiaan untuk putra dan cucu saya. Oh saya lupa Anda pasti tidak mengenal cucu saya ya?" Kembali Juwita melayangkan sindirannya yang membuat wajah Fatma semakin merah padam.

"Jaga mulutmu Juwita!!"

"Seharusnya Mbak yang jaga mulut juga sikap Mbak!" Kali ini tidak ada lagi ekspresi lembut di wajah Juwita ketika mengacungkan telunjuknya tepat didepan wajah Fatma.

"Sudah cukup Mbak mempermainkan dan memanfaatkan putra saya!" Juwita benar-benar marah kali ini. "Dari dulu saya diam ketika Mbak meminta uang dalam jumlah begitu gila pada putra saya dengan alasan untuk modal usaha Mbak yang nyatanya Mbak habiskan di meja judi!" Teriak Juwita yang membuat Prilly terperanjat.

Fatma berjudi? Mantan mertua Ali berjudi?

Prilly sontak menoleh menatap suaminya yang hanya tersenyum kearahnya seolah membenarkan apa yang baru saja mertuanya katakan.

"Saya juga diam ketika Mbak tidak membiarkan putra saya berbakti kepada saya dengan menyodorkan Salwa sebagai tamengnya. Mbak pikir saya tidak tahu bagaimana picik dan liciknya Mbak yang melarang seorang anak menemui Ibu kandungnya ha!?" Juwita akhirnya merasa lega setelah melampiaskan semua rasa sakit yang selama ini ia pendam sendirian.

Juwita memilih diam selama ini bukan karena ia takut tapi ia hanya ingin menjaga perasaan putranya, Juwita tidak ingin Ali terus-terusan merasa bersalah pada dirinya. Demi Tuhan, Juwita sangat menyayangi almarhumah Salwa menantunya hanya saja Ibunda dari menantunya itu benar-benar tidak tahu diri.

"Dan sekarang sampai matipun saya tidak akan lagi membiarkan Mbak mencampuri kehidupan putraku! Enyah secepatnya atau Mbak benar-benar akan melihat bagaimana menggilanya seorang Ibu yang hatinya sudah terluka seperti saya."

***

"Maafin Sarah Pak. Maaf.."

Syukri tidak tahu harus melakukan apa, masalah yang istrinya timbulkan saja belum selesai sekarang putrinya sudah kembali berulah. Syukri mengira perdebatan antara istri dan putrinya tadi hanya perdebatan biasa dimana Sarah yang sudah memilih menyerah menggoda Ali sedangkan istrinya terus mendesak sang putri untuk melakukan perintahnya.

Ternyata, Sarah sudah melakukan kesalahan besar sehingga Fatma begitu murka. Demi Tuhan, Syukri tidak tahu jika kesalahan besar yang putrinya lakukan adalah hamil diluar nikah.

"Siapa-siapa Ayah dari janin yang kamu kandung saat ini." Syukri nyaris menangis ketika bertanya pada Sarah. Ia tidak menyangka jika putri yang selama ini ia sayangi meskipun diam-diam bisa mengecewakan dirinya seperti ini.

Hamil diluar nikah jelas bukan perkara biasa, itu aib. Sarah dalam masalah besar sekarang.

Dengan isak tangisnya yang begitu pilu Sarah kembali membungkukkan badannya mencium kaki Ayahnya sambil memohon maaf.

"Sar--rah mabuk Pak jadi Sarah tidak tahu siapa pria yang meniduri Sarah malam itu." Sarah memilih berkata jujur saja ia tidak ingin merangkai kebohongan lagi. Ia sudah jera.

Syukri tidak bisa menahan air matanya, ia tahu detik ini Tuhan telah membuktikan jika dirinya benar-benar seorang Ayah juga seorang suami yang gagal mendidik anak dan istrinya.

"Kenapa kamu tega membalas Bapak dengan kejam seperti ini Nak? Bapak tahu Bapak salah karena tidak bisa membela kamu didepan Ibu tapi kenapa harus dengan ini kamu membalas Bapak?" Syukri tidak meraung hanya nada kecewa juga putus asa yang terdengar yang membuat tangis Sarah semakin kencang.

Sarah benar-benar anak durhaka, tidak seharusnya ia menyakiti hati Ayahnya seperti ini. Sarah menyesal, ia menyesal karena menuruti ego juga amarahnya karena ditolak terus menerus oleh Ali sehingga ia melampiaskan semuanya dengan mabuk-mabukan dan pada akhirnya ia hamil.

Ibunya bersikeras meminta dirinya untuk menggugurkan kandungannya sedangkan Ayahnya masih belum mengatakan apa-apa selain isak tangisnya yang begitu lirih yang membuat hati Sarah semakin sakit.

"Bapak tahu selama ini Bapak bukanlah Ayah yang baik untuk kamu juga untuk almarhumah Kakak kamu Salwa tapi demi Tuhan Bapak sangat menyayangi kalian anak-anak Bapak." Syukri bercerita sambil menyeka air matanya.

Sebelah tangannya terulur untuk mengusap punggung putrinya yang bergetar hebat karena tangisannya.

"Sekarang apa yang akan kamu lakukan Nak?" Tanya Syukri setelah membawa Sarah ke dalam pelukannya.

Sarah yang menangis terisak-isak dalam pelukan Ayahnya hanya menggelengkan kepalanya pelan pertanda ia tidak tahu tindakan apa yang akan ia lakukan pada janin yang sedang ia kandung saat ini.

"Sarah tidak tahu Pak. Sarah bingung. Bantu Sarah Pak, Sarah takut sendirian. Jangan tinggalin Sarah Pak! Sarah mohon."

*****

Duda TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang