Bab 34

12.1K 955 36
                                    


Menjelang dini hari Fatma membuka matanya. Wanita itu sudah sadar dan kondisinya mulai membaik hanya saja ketika melihat wajah dingin dan datar suaminya sontak membuat jantung Fatma kembali berulah.

Fatma meringis pelan sambil memegang dadanya dengan sebelah tangan yang tidak tertusuk jarum infus.

Syukri yang melihat wajah kesakitan istrinya menghela nafas lalu beranjak menekan bel yang ada di atas kepala Fatma yang berbaring di ranjang.

"Pak--"

"Diam. Sebentar lagi Dokter datang." Kata Syukri sebelum kembali ke sofa dan menghempaskan tubuhnya di sana.

Fatma tahu pasti ada yang salah dengan suaminya. Apa yang Sarah katakan pada suaminya sampai-sampai Syukri sedingin ini padanya.

Tak lama berselang pintu ruang inap Fatma terbuka dan memperlihatkan seorang Dokter disusul dua orang perawat memasuki ruangannya.

"Selamat malam Bu Fatma. Bagaimana kondisi Ibu." Dokter yang menanganinya tadi tersenyum ramah pada Fatma.

"Dada saya sakit sekali Dokter." Fatma sengaja berkata dan berakting sesakit mungkin supaya menarik minat suaminya namun sayang sekali Syukri tetap duduk kaku ditempatnya.

"Baiklah. Mari saya periksa mungkin ada yang salah dengan tubuh anda." Dokter mulai memeriksa Fatma. Fatma berbaring terlentang di ranjang namun matanya selalu mencuri-curi pandang kearah suaminya.

Beberapa menit kemudian Dokter selesai melakukan pemeriksaannya. "Kondisi Ibu baik-baik saja hanya mungkin Ibu sedikit shock." Jelas Dokter muda itu dengan ramah. "Tolong sebisa mungkin untuk tenang ya Bu jangan terlalu membebani diri takutnya jantung Ibu kembali kambuh." Fatma mengangguk pelan.

"Terima kasih Dokter." Dokter muda itu tersenyum lalu mengangguk setelahnya mereka keluar meninggalkan Fatma dan Syukri yang kembali dalam keheningan.

Fatma melirik suaminya yang kini memilih memejamkan matanya. Syukri tidak pernah mengabaikan dirinya apalagi ketika kondisinya sedang seperti ini.

"Pak.."

Syukri membuka matanya menatap langsung wajah pucat sang istri. "Bapak kenapa ada yang salah?" Tanya Fatma dengan sedikit lembut.

Syukri masih menutup rapat mulutnya hanya pandangannya saja yang tidak lepas dari sang istri. "Pak! Kenapa sih? Ibu lagi sakit Bapak kenapa nambah-nambahin beban Ibu!" Akhirnya Fatma tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak mencerca sikap suaminya yang begitu menyebalkan.

"Setelah Dokter memperbolehkan kamu pulang kita kembali ke rumah kita!" Putus Syukri yang membuat wajah Fatma pias.

"Enggak! Ibu nggak mau pulang. Kita hanya akan pulang ke rumah Ali menantu kita." Putus Fatma dengan begitu egois.

"Apalagi yang kamu cari Fatma?!" Syukri beranjak dari duduknya. "Kamu tidak kasihan sama Sarah hah? Sarah yang kamu suruh mengemis cinta sama Ali dia putri kita satu-satunya Fatma! Kenapa kamu tega merendahkan martabat putri kita hanya karena obsesi mu itu?!" Syukri benar-benar sudah tidak dapat menahan dirinya. Bayangan wajah putri bungsunya yang menangis terisak-isak ketika mengadukan bagaimana Ali memperlakukan dirinya membuat dada Syukri seperti tercabik-cabik.

Fatma menatap suaminya dengan berani. "Ali berlaku seperti itu karena belum mencintai Sarah! Lagian dulu ketika pertama kali menikahi Salwa, Ali juga dingin dan tidak terlalu perduli." Bela Fatma yang sama sekali tidak membuat perasaan Syukri membaik.

"Beda Fatma! Salwa dulu berjuang untuk pria yang jelas-jelas kita tahu belum menikah tapi Sarah. Sarah jelas-jelas salah karena memperjuangkan laki-laki yang sudah sah menjadi suami wanita lain. Dimana otak kamu Fatma? Sebagai seorang Ibu seharusnya kamu yang melarang Sarah bertindak murahan seperti itu bukan sebaliknya!" Syukri menatap istrinya yang terdiam. Entah meresapi penyesalannya atau sedang merencanakan rencana lainnya untuk kembali menjadikan Ali sebagai menantu.

"Masa Ali menjadi menantu kita sudah habis Fatma. Ali akan tetap menjadi putra kita walaupun Ali menikah dengan wanita lain, aku yakin Ali tidak akan membuang kita hanya saja tolong jangan jadikan putriku sebagai pemuas nafsu jahat kamu itu! Sarah berharga, ia begitu berharga untukku! Tolong jangan lakukan hal keji pada putriku Fatma! Aku memohon padamu!" Syukri tanpa sadar menitikkan air matanya, menandakan jika laki-laki paruh baya itu benar-benar terluka dengan sikap dan tindakan istrinya.

Hanya saja air mata kesakitannya sama sekali tidak membuat Fatma jera. Ia masih berharap Ali akan kembali menjadi menantunya.

***

Pukul dua dinihari Prilly terbangun saat merasakan perutnya menjerit kelaparan. Ia melewatkan makan malamnya karena terlalu larut dalam percintaan panas bersama sang suami.

Prilly melirik ke sampingnya, dimana Ali sedang terlelap dengan mulut sedikit terbuka. Meskipun tidur dengan mulut menganga seperti itu pesona suaminya tetap saja tidak berkurang.

Ali masih terlihat sangat tampan.

Setelah puas menatap suaminya, Prilly meraih ikat rambutnya lalu mencepol tinggi rambut panjangnya. Tubuhnya terasa remuk namun perasaannya begitu puas.

Dengan tubuh telanjangnya Prilly berjalan menuju lemari lalu meraih kaos milik suaminya. Tanpa mengenakan pakaian dalamnya Prilly memilih menutupi ketelanjangannya dengan kaos milik suaminya yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya.

"Sayang.."

Prilly baru mencapai pintu kamar berniat keluar saat suara serak suaminya tiba-tiba terdengar. "Kenapa Mas?" Prilly memilih berjalan kearah ranjang menghampiri suaminya.

Dengan mata setengah terbuka Ali menatap istrinya. "Mau kemana?"

"Makan, aku lapar." Prilly menjawab sambil merapikan rambut suaminya.

Ali beranjak dari posisinya, meskipun matanya masih terasa berat sekali tapi ia tetap tidak akan membiarkan istrinya sendirian.

"Ayo Mas temani." Katanya setelah merenggangkan ototnya. "Ambilin celana Mas, tolong." Pintanya yang segera dilakukan oleh Prilly.

Setelahnya keduanya keluar dari kamar menuju dapur. "Nggak ada makanan apa-apa Sayang." Ali merasa bersalah karena mengajak istrinya menginap tapi lupa menyiapkan persediaan makanan.

Prilly berjalan menghampiri suaminya berusaha mencari bahan makanan yang sekiranya bisa mengganjal perutnya yang keroncongan.

Mata Prilly berbinar ketika melihat dua bungkus mie instan di rak yang ada di dapur minimalis suaminya. "Ada mie Mas." Pekiknya bahagia yang membuat Ali gemas setengah mati.

Menemukan dua bungkus mie saja sudah seperti menemukan harta karun, istrinya memang luar biasa.

"Ya sudah sini biar Mas masakin buat kamu." Ali meraih bungkusan mie ditangan istrinya lalu berbalik menghadap kompor dan bersiap untuk memasak mie untuk sang istri.

Prilly tersenyum lebar menatap punggung telanjang suaminya. Ali adalah laki-laki paling baik setelah Papanya dan Prilly benar-benar beruntung memiliki Ali didalam hidupnya.

Dengan perlahan ia berjalan mendekati suaminya lalu memeluk erat tubuh tegap suaminya dari belakang. Dengan nyaman Prilly merebahkan kepalanya di punggung lebar sang suami.

"Jangan berubah ya Mas? Tetap menjadi laki-laki baik dan selalu mencintaiku dan Amar serta calon anak-anak kita nanti. Aku benar-benar mencintai kamu Mas. Love you Papinya Amar."

*****

Duda TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang