[12] Festival

6.2K 905 147
                                    

12

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

12. Festival

Seperti yang direncanakan kemarin, pagi itu saat jam menunjukkan pukul sembilan pagi Hinata pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Gaara. Sebelum itu Hinata sempat membeli bunga segar untuk mengganti bunga yang pasti sudah layu di kamar inap Gaara. 

Dia melangkah di koridor rumah sakit yang kala itu nampak sepi, hanya beberapa orang yang berlalu lalang. Hinata masuk ke sebuah kamar nomer 306―kamar dimana Gaara di rawat. 

Saat Hinata masuk, suasana begitu sepi dan sunyi. Hanya ada suara dari monitor detak jantung Gaara yang terdengar. Hinata melangkah mendekati jendela yang tertutup, dia membuka sedikit gorden berwarna putih itu untuk membiarkan cahaya masuk walau hanya sedikit.

Setelah itu Hinata mengganti bunga yang berada di dalam vas dengan bunga yang baru Hinata beli, masih segar dan cantik. Dan setidaknya suasananya lebih enak dipandang, ruangan ini juga terbilang sangat bersih, Hinata bersyukur akan hal itu. 

Hinata duduk di kursi yang berada disamping ranjang, menatap Gaara dengan senyum lembutnya. Tangan Hinata bergerak menggenggam tangan dingin lelaki itu. 

"Aku datang, Gaara."

Walau dia tahu lelaki itu tidak akan menjawabnya, Hinata tidak peduli. Kata orang mereka yang sedang dalam masa koma bisa mendengar percakapan orang disekitarnya. 

"Maafkan aku baru datang sekarang."

Hinata tersenyum, mengusap tangan Gaara dengan lembut. Dia beralih menatap wajah damai lelaki itu yang masih setia memejamkan mata, seolah enggan untuk bangun.

"Kapan kau akan membuka matamu?"

Hinata merindukan Gaara, hingga rasanya sangat menyakitkan. Lelaki itu ada disini, namun Hinata benar-benar merasa jauh dengan lelaki itu. 

"Kau tahu, semenjak hamil aku semakin sensitif, aku menjadi sering menangis saat memikirkanmu."

Angin berhambus pelan masuk melalui celah jendela yang terbuka, menerbangkan kain putih itu dengan lembut. 

"Gaara, kau selalu bilang bahwa kau tidak suka melihatku menangis bukan? Kalau begitu cepatlah bangun."

Hinata menghela nafas, pelupuk matanya terasa memberat, dan suaranya mulai tercekat, serat di relung tenggorokan. Hinata tidak ingin menangis, namun dia tidak bisa mengontrol emosi-nya semenjak hamil. 

Dia menunduk menyandarkan kepalanya pada genggaman tangan mereka. Hinata benar-benar merindukan Gaara, sampai kapan lelaki itu akan terus memejamkan mata dan meninggalkan Hinata dalam kejamnya dunia?

Hinata menyayangi Gaara, lelaki itu adalah satu-satunya. Hinata tidak ingin kembali kehilangan sosok yang ia sayang, tidak setelah Kak Neji meninggalkan Hinata.

Cklek

"Oh, Hinata?"

Hinata sontak mengangkat kepala dan menoleh ke arah pintu, mendapati sosok Aria yang tengah berdiri disana menatap Hinata terkejut.

Silence ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang