| BTLYM - 12 |

18.8K 1K 99
                                    

Happy Reading ❤️.

***

Keesokan Harinya.

Pagi sekali Zayn sudah mendapatkan telpon dari seseorang. Sambil melangkahkan kakinya keluar dari dalam lift—Zayn berbicara pada orang itu melalui airpods yang terpasang di telinganya. Mengayunkan kakinya menuju meja makan.

"Lakukan, ikuti terus ke mana dan dengan siapa dia pergi." Zayn berucap pada orang yang menghubunginya. "Mmm, terus beritahu saya apa saja yang terjadi." setelah itu sambungan telpon terputus secara sepihak. Bokong Zayn mendarat di kursi meja makan.

Zayn menolehkan kepalanya, menatap Samantha yang baru terlihat di pagi ini.

"Goodmorning, Zayn!?" Samantha menyapa, mengecup bibir Zayn sekilas.

Zayn manggut-manggut, "Morning, Tha!" sahut Zayn datar. "Baru terlihat pagi ini. Ke mana saja, Tha?"

Samantha mendaratkan bokongnya di kursi, melarikan tatapannya pada Zayn lekat. "Aku pergi keluar mencari kesenangan. Kau setiap aku ajak untuk pergi selalu menolak..." jeda Samantha tersenyum tipis. "Jadi ya aku pergi sendiri, seharian ini." lanjut Samantha.

"Kau harus bisa bersikap profesional Samantha. Sekarang kau adalah Sekertarisku. Kau harus selalu ada untuk menghandle semua urusan kantor."

Samantha menumpukan dagunya di tangan, kepalanya mengangguk-angguk. "Ya, I know. Tapi aku sudah memutuskan kalau aku tidak akan berkerja lagi sebagai Sekertarismu. Aku mengundurkan diri." ucap Samantha melebarkan senyumnya.

Zayn menaikan sebelah alisnya. Menatap Samantha begitu lekat, ia sudah menduganya. Samantha memang tidak bisa profesional dalam melakukan pekerjaannya. Untung saja Zayn sudah menggantikan Samantha dengan Sekertaris baru. Yang lebih bisa menghandle segala urusannya di kantor.

Samantha mengulurkan tangannya menggenggam lengan Zayn. "Aku ingin ada di rumah terus. Menunggumu pulang untuk menyambutmu." sambung Samantha tersenyum.

Zayn terdiam sejenak, memandang tangannya yang di genggam oleh Samantha. Menariknya—Zayn tersenyum miring. "Terserah, apa maumu, Tha!" kata Zayn sambil berdiri dari kursinya. Merampas kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa sepatah kata Zayn meninggalkan meja makan. Tidak peduli bagaimana Samantha melihat kepergiannya.

Samantha tersenyum kecut. Tangannya terkepal kuat—seharian tidak berada di rumah untuk mencari ketenangan. Namun tetap saja, setenang apapun Samantha. Amarah itu tetap datang lagi. Ingatannya pada malam itu tidak bisa di hilangkan meskipun Samantha sudah mencoba untuk menepisnya. Malam itu—Samantha mendengarnya, saat Zayn mengungkapkan perasaannya pada Claire.

Seharusnya Samantha menyadari hal itu. Sadar kalau perasaan Zayn pada Claire sudah selama ini. Kebencian pria itu bukan karena semata-mata memang membenci, melainkan karena hal lain. Tatapan Zayn setiap kali menatap Claire—meski tajam. Namun terdapat arti lain.

Samantha tidak terima, tentu saja. Zayn itu miliknya. Mereka sudah menjalin hubungan beberapa tahun, berhubungan setiap kali mereka saling membutuhkan. Gadis itu—dia tidak bisa mengambil apa yang sudah menjadi miliknya. Dan Samantha tidak akan membiarkan Claire merebut Zayn.

Samantha meraih gelas berisikan air, meneguknya hingga habis tidak tersisa. Melempar gelas itu ke dinding sampai hancur tidak terbentuk. Ia memekik keras—napasnya memburu menahan gejolak yang sejak malam itu membara di dalam diri Samantha. Air mata menetes dari dua netranya—sadar kalau Zayn pernah menyebut nama Claire di pelepasannya ketika mereka masih di LA. Tangan Samantha semakin terkepal. Bukan hanya itu saja, Zayn juga pernah meracaukan nama Claire di dalam ketidak sadarannya sudah sejauh itu—semua bukan kebetulan.

Between The Lines You & MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang