| BTLYM - 13 |

18.8K 1.2K 127
                                    

Sudah satu minggu Claire mencari apartemen. Namun tidak banyak yang tidak cocok untuk Claire, setelah cukup lama akhirnya Claire menemukan yang pas. Hari ini juga Claire meninggalkan mansion Ethan, di bantu oleh Ava dan Bibi Meena. Claire merapikan barang-barangnya. Sebenarnya Claire belum berpamitan pada keluarganya yang lain—mungkin nanti begitu semuanya telah siap.

Claire memandang Ava lekat. Ibunya itu sedang melihat-lihat apartemen yang akan Claire tempati. Senyum Claire merekah saat Ava tampaknya sudah selesai melihat seisi apartemen.

"Mommy ini nyaman kok. Claire suka di sini." ucap Claire tersenyum.

Ava menoleh, kepalanya manggut-manggut. "Mommy rasa tempatnya memang nyaman!" sahut Ava seraya menghampiri Claire. "Kau memilih tempatnya, huh?"

Claire terkekeh kecil. "Ini berkat Dave dan Tifanny juga. Mereka membantu Claire mencarinya!"

"Mereka sangat baik bukan?"

"Mmm, baik sekali!" Claire mengulum senyumnya. "Mommy maaf ya. Claire harus repotin Mommy!"

"Astaga!" Ava mengacak puncak kepala Claire gemas. "Tidak ada, kau tidak merepotkan Mommy, Claire."

"Mommy dan Bibi Meena pulang saja tidak apa-apa. Nanti Tifanny akan ke sini."

Ava menggeleng-geleng. "Mommy mau di sini dulu." ucap Ava tersenyum. Ia beralih pada sosok Bibi Meena yang sedang merapikan pakaian Claire di kamar. "Bibi Meena kalau kau mau pulang tidak apa-apa. Ava masih mau di sini menemani Claire."

"Tidak, Nyonya. Saya akan merapikan ini dulu!" Bibi Meena menyahut dari kamar.

Claire mengulas senyum tipis. "Kenapa harus Bibi Meena? Kenapa tidak Maid yang lain? Biar Bibi Meena istirahat di rumah. Lagipula, Claire bisa kerjakan sendiri." timpal Claire memandang Bibi Meena—wanita itu sudah paruh baya. Namun kulitnya belum terlihat keriput sama sekali.

Bibi Meena menoleh, membalas tatapan Claire. "Saya yang minta Nyonya Ava untuk mengajak saya. Tidak apa-apa, saya ingin melihat tempat tinggal Nona. Bagaimana juga, Nona sudah seperti anak saya!" imbuh Bibi dengan senyum yang membingkai.

"Tidak perlu semua Bibi. Biar sisanya nanti Claire yang bereskan," Claire tersenyum lebar. "Tifanny akan ke sini. Dia akan membantu Claire nanti. Tolong jangan lelah-lelah ya, Bibi Meena!"

"Tentu, Nona."

Ava tersenyum kecil, tangannya membelai kepala Claire. Putrinya memang dekat pada Bibi Meena. Bersyukur karena banyak sekali orang yang menyayangi Claire.

Claire meraih tangan Ava. Mendekapnya dengan erat—sesekali matanya melirik pada Ava. "Arthur masih marah padaku, bukan?" gumam Claire pada Ava.

"Ya, dia masih marah." tukas Ava pelan. "But that's okay, there will come a time when he will understand."

Claire mengulas senyum tipis. "Mmm, Mommy boleh Claire minta tolong?" kata Claire menatap Ava.

"Ya, of course! Ada apa?" balas Ava tersenyum.

"Mommy tolong jangan beritahu Zayn di mana Claire tinggal ya..." Claire menundukkan kepalanya, memainkan jemari Ava. "Claire tidak mau Zayn tahu!" sambung Claire seraya mengadah.

"Kenapa memangnya?" Ava menyahut, mengernyit heran.

Claire geleng-geleng. "Tidak apa-apa, Claire hanya tidak mau Zayn tahu." ucap Claire bergumam. "Please, Mommy!?"

Terdiam cukup lama, Ava pada akhirnya mengangguk-angguk kepalanya. "Mommy tidak akan beritahu Zayn!"

"Terima kasih," Claire tersenyum sumringah. Lega—paling tidak Zayn tidak akan tahu di mana Claire tinggal. Ia tidak ingin pria itu tahu, entahlah. Dia sendiri bingung mengapa. Mungkin karena pengakuan Zayn yang membuat Claire takut. Seharusnya Claire tidak bertanya saja malam itu, memang rasa penasarannya sudah terjawab. Tapi justru bukan melegakan, malah membuat Claire kepikiran. Belum lagi apa yang terjadi dengan mereka berdua—membuat Claire semakin memikirkannya. Cara Zayn menciumnya seakan menuntut banyak hal.

Between The Lines You & MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang