| BTLYM - 28 |

13.5K 888 47
                                    

Saat ini Ethan sedang duduk berhadapan dengan Stevan yang tubuhnya di ikat pada kursi. Sesekali Ethan menghembuskan napas kasar—memandang Stevan lekat. Sebenarnya Ethan sudah malas harus berurusan dengan hal seperti ini. Tapi Ethan tidak bisa diam jika ada orang lain ingin mengusik keluarganya.

Ethan meneguk minuman, lalu menyandarkan tubuhnya. Menaikkan kakinya ke atas meja. "Kau tahu anak muda? Di usiaku yang sekarang ini, aku hanya ingin hidup tenang dan damai bersama keluargaku. Lelah sekali harus bermain dengan tumpahan darah. Tapi..." Ethan menegakkan tubuhnya, menurunkan kakinya dari meja. "Aku bisa kembali memainkan darah jika itu menyangkut keluargaku." sambung Ethan tersenyum.

"Menjijikkan!" Stevan meludah pada Ethan. "Seharusnya orang seusiamu sudah hidup tenang dan damai dalam kematian. Setelah banyaknya dosa yang kau lakukan, merenggut banyak nyawa hanya demi uang!"

"Itu bukan dosa, Thomanson." Ethan tersenyum kecil. "Tidak akan ada kematian jika tidak ada sebuah kecelakaan. Kau pasti paham bukan?"

"Kau hidup bahagia bersama keluargamu setelah merenggut kebahagiaan keluarga lain. Apakah itu manusiawi? Kau bukan Tuhan, sehingga kau bisa merenggut nyawa orang lain!" teriak Stevan marah. Kedua matanya memerah. "Karena ulahmu, kami harus kehilangan seorang ayah sekaligus kebahagiaan kami!"

Ethan mengulas senyum tipis. "Tidak akan ada kematian, Stevan. Jika saja dulu Ayahmu tidak mencoba untuk mengusik anakku!" kata Ethan datar, senyumnya menghilang terganti wajah keras.

"Ayahku tidak akan melakukannya, Ethan. Aku mengenal Ayahku dengan baik. Kalau saja kau tidak memulainya, Ayahku tidak akan mengusik anakmu!" balas Stevan geram.

Ethan berdiri dari duduknya, memasukan kedua tangannya kedalam saku celana depan. Ia menghembuskan napas kasar. "Kau tidak tahu apa-apa mengenai masa lalu Ayahmu, Stevan. Dendam membuatmu buta mata..." jeda Ethan dengan datar. "Seandainya kau ada di posisiku pada saat itu, mungkin kau akan melakukan hal yang sama ... menghabisi orang yang mencoba mengusik dan membahayakan anakmu sendiri." lanjut Ethan pada Stevan. Di luar Ethan mengepalkan tangannya kuat, dia memang membunuh Mason Thomanson. Tapi ia memiliki alasan lain—andai saja Mason tidak mencoba melibatkan Zayn dan menyakiti Zayn. Mungkin tidak akan ada kematian yang akan di terima oleh pria itu.

Ethan menghembuskan napas panjang. Melangkahkan kakinya meninggalkan hotel lama yang tidak berpenghuni.

***

Zayn sudah sampai di mansionnya hampir jam dua belas lewat empat puluh lima. Membawa Claire pergi ke kamarnya, ia mengajak Claire ke kamar mandi. Menurunkan tubuh Claire ke dalam bathtub, lalu berjalan meraih shower yang telah dinyalakan, ia kembali ke bathtub menyiramkan air kepada tubuh Claire.

"Zayn!" Claire menatap Zayn lirih. Tubuhnya menggigil merasakan dinginnya air yang mengalir.

Zayn tidak menanggapi, pria itu tetap membasahi tubuh Claire. Sesekali tangan Zayn menggosok tubuhnya. Rahang Zayn mengeras—ia melempar shower ke dinding marmer dengan kencang. Bersimpuh di hadapan Claire seraya memeluknya erat. Bayangan Claire tanpa memakai pakaian bagian atas membuat Zayn terluka. Tanda merah pada dadanya menambah sayatan di hatinya, belum lagi saat matanya melihat jeans Claire yang sudah terbuka—pria itu menyentuh dengan beraninya menyentuh miliknya.

Rasa bersalah karena lalai menjaga Claire, membuat Zayn hancur.

"Zayn!?" Claire bergumam pelan, bibirnya bergetar kedinginan. Terpaku—ia merasakan tubuh Zayn terguncang ... pria itu menangis di pelukan Claire.

"Maaf, Claire!" isak Zayn menenggelamkan wajahnya di dada Claire. "Maafkan aku Claire. Maafkan aku!"

"Zayn kenapa?"

Between The Lines You & MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang