여러분 안녕하세요!
Happy Reading ....
*****
Geonu dan Youngbin duduk berdampingan, isakan kecil terdengar dari arah Youngbin, pemuda itu menunduk. Di hadapan keduanya ada seorang pria dewasa berpakaian putih, duduk berwibawa dengan stetoskop menggantung di lehernya.
Jaeho tak berhasil di selamatkan, pemuda itu meninggal dalam perjalanan menuju ke rumah sakit, membuat Geonu dan Youngbin menyalahkan diri sendiri. Harusnya tadi keduanya tak memaksa untuk minum di sana mengingat bahwa sang teman memiliki trauma. Tapi apalah daya, sudah takdir.
"Lagi-lagi sianida," gumam Geonu kesal. Dokter dihadapannya tadi memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi pada Jaeho. Pemuda itu ternyata keracunan sianida yang disuntikkan ke dalam es batu dalam minumannya.
Mengapa hanya Jaeho yang keracunan sedangkan Geonu juga meminum minuman yang sama baik-baik saja?
Geonu tak ikut keracunan karena pemuda itu meminum habis minumannya dan meminum teh es milik Jaeho sebelum es batu mencair, jadi kandungan racun yang disuntikkan ke dalam es batu belum sempat menyatu ke dalam minumannya.
Racun sianida adalah salah satu racun yang bisa mematikan manusia dalam hitungan menit. Racun ini mencegah sel tubuh menggunakan oksigen untuk menghasilkan molekul energi, ia juga membuat oksigen terperangkap di dalam darah dan tak bisa masuk ke dalam sel tubuh. Itulah kenapa Jaeho kesulitan bernafas dan kulitnya berubah warna menjadi kemerahan.
"Kalau begitu, saya dan teman saya pamit ya, Dok. Makasih," ucap Geonu sembari menarik Youngbin untuk pergi dari ruangan dokter ini.
Tak ada yang bisa ia harapkan lagi dari pulau ini, ia sudah kehilangan temannya untuk kesekian kali, maka mau tak mau ia harus meronggoh kocek dan melakukan hal yang selama ini diam-diam ia rencanakan.
"Youngbin, temenin gue pergi ke pusat kota ya! Gue mau beli sesuatu."
***
Jake melangkah masuk ke ruang rawatnya. Dirinya baru saja menemui Euijoo dan Daniel yang katanya hari ini akan pulang ke hotel. Beberapa hari yang lalu Euijoo siuman dan sekarang sudah diizinkan pulang walaupun harus menggunakan kruk karena kaki kanannya patah.
Jake menyeret tiang infusnya dan duduk di bangsal rawat, hari ini ia juga akan pulang ke villa bersama Sunghoon dan Heeseung yang kemarin datang menjemputnya. Sekarang kedua pemuda itu sedang mengurusi administrasi.
Tak berapa lama, Sunghoon tampak membuka pintu kamar rawat, pemuda tampan itu tersenyum manis sembari berjalan mendekat dan duduk di samping Jake.
"Kak Heeseung mana?" tanya Jake yang tak mendapati Heeseung di belakang Sunghoon.
"Masih ngurus administrasi," jawab Sunghoon. Ia mendongak menatap kantong infus Jake yang menggantung. "Bentar lagi bakal ada dokter yang datang buat ngelepasin infus lo."
Jake mengangguk. Ya iyalah, itu sudah pasti. Tak mungkin kan Jake pulang dengan tangan yang masih tersambung dengan selang infus. Tak mungkin juga Jake melepaskan infus ini sendiri seperti di sinetron-sinetron karena itu akan membahayakan dirinya sendiri.
"Lo capek gak sih Jake dengan apa yang kita alamin sekarang?" Sunghoon merebahkan tubuhnya. Jujur, dirinya lelah batin karena setiap hari harus dibayang-bayangi oleh kematian. Ada banyak ketakutan di dalam dirinya yang tertutupi oleh wajah biasa-biasanya.
Jake mengangguk. "Capek sih, tapi kita gak boleh nyerah gitu aja, akan ada masanya di mana kita bisa lepas dari ini semua. Intinya berjuang aja dulu, urusan berhasil atau gagalnya, itu Tuhan yang atur."
Sunghoon tersenyum, inilah alasan kenapa ia sangat suka berada di dekat Jake. Pemuda itu selalu memberikan aura positif yang dapat membuatnya tenang.
"Oh iya, Jake." Sunghoon bangkit dari posisi berbaringnya. Pemuda pemilik tahi lalat di pangkal hidung itu menepuk-nepuk bahu Jake kemudian menggenggam tangan pemuda Australia tersebut. Jake mengernyit bingung, sedangkan Sunghoon tersenyum teduh.
"Arah matahari terbit, lewat belakang villa, gua di balik air terjun, temukan pelaku dan bunuh, ada festival baru di tanggal 25, kalian harus pergi sebelum hari itu, semoga berhasil selamat. Tuhan memberkatimu."
"Hah?!"
Dubrakk!
"Aduh!"
Jake sontak menoleh ke arah pintu kamar rawatnya yang tiba-tiba terbuka dengan keras. Di sana ada Heeseung yang berjongkok sembari menutupi keningnya menggunakan kedua tangan, sedangkan di belakangnya ada Sunghoon yang tertawa lepas.
Sebentar....
Jake berdiri dari duduknya ketika sadar bahwa Sunghoon yang tadi menggenggam tangannya menghilang. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar, tapi nihil, tak ada siapapun di sini. Dengan jantung yang mulai berdetak lebih cepat dari biasanya, pemuda Australia itu kembali menoleh ke arah pintu, di mana Heeseung dan Sunghoon berada.
Jika Sunghoon bersama Heeseung, jadi tadi yang berbicara padanya siapa?
Pemuda berkebangsaan Australia itu menunduk, menatap telapak tangannya yang tadi digenggam oleh duplikat Sunghoon, ia membelalak kaget ketika menyadari apa yang ada di sana, tapi setelah itu ia kembali menetralkan ekspresinya.
"Udah tau pintu ketutup, malah ditabrak," ujar Sunghoon. Pemuda itu berhenti tertawa dan masuk mendekati Jake, membiarkan Heeseung yang masih tertawa malu dengan tangan menutup kening berjongkok di sana.
Sunghoon mengambil tas ransel miliknya dan menyampirkannya ke pundak, dirinya menoleh ke arah Jake. "Bentar lagi bakal ada dokter yang datang buat ngelepasin infus lo."
Jake yang sibuk dengan pikirannya sendiri terkesiap mendengar kalimat yang diucapkan oleh Sunghoon. Bukankah Sunghoon yang bersamanya tadi mengucapkan kalimat yang sama?
"Lo jadi ikut sama gue dan Kak Heeseung buat kabur, 'kan?"
Jake tak mengangguk. Sebenarnya kemarin Sunghoon dan Heeseung memang sudah memberitahu dan mengajak Jake untuk kabur dari villa, mencari jalan keluar dari pulau sendiri. Namun, Jake sama sekali belum menjawab apakah dirinya setuju atau tidak dengan rencana keduanya.
"Kenapa Jake? Ada masalah?" tanya Heeseung yang menyadari raut gelisah dari Jake. Pemuda itu berdiri dan menghampiri kedua temannya setelah rasa sakit di keningnya menghilang.
Jake menggeleng sembari menautkan alisnya. "Kenapa kita gak cari jalan keluar bareng mereka aja? Mereka juga teman-teman kita loh, kenapa kita harus kabur bertiga doang?"
Heeseung memegang pundak Jake. "Jake, manusia itu sama kek kehidupan, gak bisa ditebak dan yah ... gue gak yakin mereka semua masih bisa disebut teman."
"Gak Kak, lo salah, gimanapun mereka semua itu teman kita, orang yang kita kenal. Kita datang ke sini barengan, jadi kita juga harus selamat barengan dong. Kenapa malah jadi egois kek gini?"
"Lo yang salah Jake. Kita gak kenal mereka, mereka cuman orang asing yang kebetulan ikut projek yang sama dengan kita. Lo juga tau sendiri kalo di villa ada musuh dalam selimut, masalahnya kita gak tau musuh ini siapa. Kalo lo tetap ngotot buat ajak mereka semua, lo tau kan apa konsekuensinya?"
Jake melipat kedua bibirnya ke dalam setelah mendengar kalimat panjang yang keluar dari mulut Sunghoon. Iya, dirinya juga tahu apa konsekuensinya, mereka pasti akan terbunuh satu persatu secara perlahan. Jake memejamkan matanya sekilas guna berpikir, ini pilihan yang lumayan berat.
Jake mengangguk kecil dan mulai membuka mulut, mengucapkan kalimat yang membuat Heeseung dan Sunghoon berdecak kesal.
"Gue tetap pada pendirian gue buat ajak mereka semua kabur bareng kita." Jake membuka telapak tangannya yang tadi menggenggam dan menunjukkan sesuatu ke arah kedua temannya. "Gue tau cara selamat dari pulau ini."
*****
Ini part terakhir yang kujanjikan up tiap hari, selepas ini gak tau juga up kapan, tapi kuusahain secepatnya deh:)
Sampai jumpa di part selanjutnya 🤗

KAMU SEDANG MEMBACA
Weliweli Island 2 [End]
Mystery / ThrillerPulau Weliweli? Apakah pulau yang katanya terkutuk itu benar-benar ada? Bukan sebuah kesalahan, hanya saja semuanya sudah diatur sedemikian rupa. ⚠️Harap baca Weliweli Island ft I-Land terlebih dahulu. ⚠️Masih tidak cocok dibaca saat badmood karena...