2 : Impian

3.8K 456 10
                                    

"Lo minat sama Avicenna Club?" tanya Eireen pada Bima.

Bima adalah teman pertama Ei di SMA itu, begitu pula sebaliknya.

"Nggak."

Singkat. Namun membuat Ei semakin penasaran.

"Kenapa? Biasanya orang mati-matian tes masuk ke SMA ini supaya bisa masuk ke Avicenna Club. Kok lo beda?"

Bima mengangkat bahunya. "Lo sendiri?"

Tatapan Eireen menerawang jauh, "Avicenna Club. Ya, gue mau masuk ke sana."

"Kenapa?"

"Ya supaya bisa jadi dokter."

Bima menganggukkan kepalanya, tanpa berkomentar apapun. Ia sama sekali tidak berminat dengan Avicenna Club. Ia hanya ingin segera lulus sekolah. Menjadi mandiri dan pindah dari rumah tempat tinggalnya sekarang.

Mereka berdua mengikuti arahan guru untuk masuk ke kelas-kelas dan melalukan psikotest lanjutan.

~~~

"Gue haus."

"Mau minum apa?"

Ve menelisik seluruh isi kantin sekolah barunya. Kantin SMA Dewantara merupakan area terbuka. Area itu mampu menampung sekitar dua belas stand aneka makanan dan minuman yang mengelilinginya. Sementara meja dan kursi makan beratap kanopi, dengan tanaman merambat sebagai hiasan.

"Cola aja kali ya," jawab gadis berlesung pipi itu.

"Tunggu sini bentar."

Jupiter meninggalkan Venice yang duduk di bawah pohon rindang yang tak jauh dari kantin. Daun-daun pohon yang rimbun melindungi perempuan itu dari teriknya matahari. Di sekeliling pohon sengaja dibuat bangku yang melingkari batang pohon yang besar itu.

Ve memiliki aura pemimpin yang mengintimidasi. Auranya dingin, sehingga orang enggan mendekatinya. Hanya Jupiter yang tahu, dibalik itu semua Ve merupakan gadis yang hangat. Jupiter sering mengasihani gadis itu, karena Ve tidak bisa menggapai impiannya sendiri.

Sembari menunggu Jupiter membawakan minuman, Ve mengeluarkan ponsel dari saku rok selututnya. Membuka sosial media, untuk sekadar mencari gosip artis terbaru.

Konyol.

Yang Ve lihat justru berita dirinya sendiri. Putri seorang direktur utama Rumah Sakit Harapan Insani, berhasil masuk ke SMA Dewantara. Gadis itu iseng membuka kolom komentar berita tersebut. Ucapan benci dan tuduhan bahwa ia masuk dengan koneksi menjadi komentar paling banyak dibicarakan.

Dada Ve terasa sangat sesak. Orang-orang itu, tidak tahu seberapa keras Ve berusaha. Jam tidur dan jam makannya tidak pernah normal, bahkan ia pernah di opname karena kelelahan dan terlambat makan.

Orang-orang itu hanya asal bicara. Mereka tidak tahu bagaimana Ve harus menahan diri setiap menerima cercaan dari orang tuanya karena nilainya turun. Mereka juga tidak tahu, seorang Venice juga memiliki impian, selain menjadi dokter.

Genangan air mata sudah ada di pelupuk matanya, mendesak ingin keluar dan membasahi pipinya yang putih. Namun Ve menahannya dengan keras agar tidak tumpah. Ia ingin menjadi gadis yang kuat. Ve tidak ingin diremehkan karena cengeng.

Ve memejamkan mata, untuk menetralkan pikirannya. Namun yang terjadi justru air mata itu yang menang. Mereka berhasil keluar seperti aliran air yang deras.

"Kenapa lo nangis?"

Sial! Ve masih terpejam. Suara bariton yang tidak ia kenal. Ia tak ingin ketahuan menangis di bawah pohon rindang seperti ini. Ve akan terlihat seperti pecundang.

AVICENNA CLUB ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang