"Ju. Lo dicariin di tempat les. Udah seminggu lo nggak masuk," ucap Venice.
Jupiter memakai tudung hoodie-nya, dan merebahkan kepala di atas meja. Sudah seminggu sejak kejadian ia tertangkap di rumah sakit, sejak itu pula semangat belajarnya menurun drastis. Ia tidak lagi datang ke tempat les. Di sekolah, ia lebih memilih melamun atau tidur. Seperti sekarang, ia bersiap untuk tidur.
"Gue mau berhenti ngejar klub, Ve."
"Bagus deh. Saingan gue berkurang satu," tutur gadis kelahiran Italia itu. Ia tidak peduli.
Jupiter tersenyum, sedikit terhibur dengan ucapan Venice. "Jujur amat lo."
"Gue nggak munafik."
Jupiter mengangguk. Ia sangat tahu itu. Venice akan berkata tidak jika tidak suka, ia tidak pernah membohongi perasaannya sendiri.
"Kenapa sih? Masalah Tante Julia sama Bima?" tanya Venice. Yang sebetulnya tidak perlu dijawab, gadis itu sudah tahu jawabannya iya. "Udah lah, Ju. Let it go. Belum terbukti juga kan ucapan Bima?"
Jupiter menegakkan tubuhnya, kemudian menatap Venice. "Lo nggak ngerti perasaan gue, Ve. Nyokap itu motivasi gue buat jadi dokter. Tapi ternyata dia bukan dokter yang baik seperti yang gue kira."
Perempuan itu balas menatap Jupiter. "Ya terus kenapa? Tante Julia mungkin bukan dokter yang baik. Tapi bukan berarti kalau lo jadi dokter, lo bakalan kayak dia."
Jupiter menghela napas panjang, tidak tahu harus berkata apa. Yang diucapkan Venice ada benarnya.
"Oh iya, gue lihat akhir-akhir ini lo makin pinter. Nilai-nilai lo naik semua. Ada guru baru di tempat les?" tanya Jupiter, mengalihkan pembicaraan. Pembicaraan tentang mamanya terlalu berat untuk dibahas pagi hari.
Venice tidak langsung menjawab. Perempuan itu menatap papan tulis, mengalihkan pandangannya dari Jupiter.
"Gue belajar bareng Bima."
Jupiter mendengkus.
"Lo marah?" tanya Venice hati-hati.
"Sempurna banget ya rencana Bima. Dia berhasil ngerusak motivasi gue, dan sekarang mau ambil sahabat gue," tutur Jupiter kesal.
"Jangan salahin Bima. Gue yang mau karena gue butuh naikin nilai gue. Les nggak cukup buat naikin nilai."
"Pengkhianat. Sekarang lo sama dia kerja sama mau singkirin gue dari seleksi klub?"
Venice tersenyum miring dan menatap Jupiter. "Lucu ya lo, salahin orang seenaknya. Nggak perlu lo salahin gue atau Bima atas kesalahan Tante Julia. Kalau sekarang nilai lo jelek, itu kesalahan lo sendiri karena lo yang nggak belajar. Lihat aja sekarang, lo jadi pemalas. Jadi jangan salahin gue sama Bima kalau nanti lo tersingkir."
Dada Jupiter naik turun karena menahan marah. Ia kesal karena Venice lebih memihak Bima. Ia ingin membantah perkataan Venice, tapi ucapan perempuan itu benar. Ia sendiri yang mulai tidak belajar.
Sial! Kenapa cewek ini terlalu jujur sih!
~~~
"Salah, Ei. Nggak gini," kata Kenta sambil memijit pelipisnya. "Udah gue bilang, soal ini selalu menjebak."
Eireen buru-buru menghapus hasil hitungannya. "Sabar dong, Ken. Gue hitung ulang ya."
Kenta mendengkus. "Gila ya, udah seminggu belajar sama gue. Masih aja lo salah di soal ini."
"Baru juga seminggu."
"Baru? Baru lo bilang? Ini udah seminggu. Tiga minggu lagi tes kedua. Kalau lo masih salah di soal ini, kapan beranjak ke materi berikutnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AVICENNA CLUB ( END ✔️ )
Teen FictionAvicenna Club, klub elite yang ada di SMA Dewantara. Siapa pun yang masuk ke klub itu, sudah dapat dipastikan akan mendapat tiket masuk ke Fakultas Kedokteran di universitas negeri favorit. Namun sayangnya, setiap tahun Avicenna Club hanya akan meng...