Detak jantung Venice sudah tidak karuan. Gadis itu menutup kamera dengan telapak tangannya dan menarik kamera dari bunga-bunga palsu itu. Ia menjatuhkan ke lantai dan menginjaknya sekuat tenaga.
Sialan! Brengsek! Sialan!
Tangannya bergetar. Perempuan itu mulai meneteskan air mata, tapi buru-buru ia tepis. Rasa takut perlahan menyusup ke dalam tubuhnya. Sebenarnya Ve tahu dengan menghancurkan kamera seperti ini adalah tindakan sia-sia. Pasti kamera itu sudah terhubung ke tablet atau ponsel pribadi milik Bu Jefina. Bagaimana mungkin Venice bisa menghilangkan jejaknya di rekaman itu? Venice menginjak kamera itu hanya untuk melampiaskan kekesalannya.
Ve tidak peduli lagi. Ia segera mengambil kamera yang telah rusak itu dan berlari keluar ruangan. Sekarang perempuan itu hanya bisa berharap Bu Jefina tidak melihat aksinya. Atau jika wanita itu melihat, Ve berharap Bu Jefina memaafkannya dan membiarkan Venice tetap menjadi peserta klub.
~~~
Eireen menguap dan menutup mulut menggunakan telapak tangannya. Kalau Kenta tidak salah menghitung, gadis itu telah menguap lebih dari sepuluh kali di sesi belajar kali ini.
Di depan mereka sudah ada hamparan buku dan laptop yang terbuka. Alarm dari ponsel Kenta baru saja berbunyi, tanda sesi belajar telah selesai.
"Lo nggak tidur semalem?" tanya laki-laki itu.
Eireen melambaikan tangan kanannya di depan Kenta. "Tidur, cuma dua jam."
"Kenapa?"
"Matengin materi yang kemarin lo ajarin."
Kenta mengangguk paham. "Lain kali tetep tidur lah. Lagi pula jam kerja otak di atas jam sepuluh itu udah nggak maksimal."
Eireen hanya menganggukkan kepala asal.
"Ei, sebentar lagi udah mau tes kedua. Gue mau kasih soal-soal. Ini punya kakak gue. Tapi dari pengalaman tes pertama kemarin. Soalnya mirip-mirip sama ini. Lo kerjain, tiga hari lagi kita bahas bareng," kata Kenta seraya mengeluarkan setumpuk kertas dari dalam ranselnya.
"Kakak lo dapat dari mana?"
"Kalau itu gue juga kurang tahu deh. Waktu kakak gue siapin buat masuk klub, gue sibuk sama dunia gue sendiri. Lo kerjain aja yang buat tes kedua."
Eireen mengambil soal-soal itu dengan antusias. Ia mengamati soal-soal itu. Ada tiga bundel, bertuliskan tes pertama, tes kedua, dan ketiga. Eireen membuka-buka bundel materi untuk tes pertama. Mata Eireen membulat sempurna. Soal ini...
Hampir sama.
Eireen membuka halaman itu berkali-kali. Seperti hanya angka-angkanya saja yang berubah.
"Jadi ini trik lo kemarin dapat nilai sempurna?"
Kenta mengangkat bahu. "Selain itu, gue juga pinter kan? Lagian yang lo lihat ini cuma soal, gue tetep harus belajar buat temuin jawaban."
Eireen mengangguk setuju, Kenta memang pintar dan cerdas. Laki-laki itu bisa memahami materi lebih cepat dari pada Eireen. Belum lagi, Kenta selalu menemukan cara agar bisa menjawab dengan tepat.
Sekarang pikiran Eireen mendarat pada memorinya beberapa hari lalu. Perkataan Venice hari itu...
Gue penasaran, jangan-jangan dari tahun-tahun lalu semua anggota klub yang lolos adalah siswa yang curang?
KAMU SEDANG MEMBACA
AVICENNA CLUB ( END ✔️ )
Dla nastolatkówAvicenna Club, klub elite yang ada di SMA Dewantara. Siapa pun yang masuk ke klub itu, sudah dapat dipastikan akan mendapat tiket masuk ke Fakultas Kedokteran di universitas negeri favorit. Namun sayangnya, setiap tahun Avicenna Club hanya akan meng...