42 : Tes Ketiga

1.5K 299 23
                                    

Matahari bersinar sangat cerah. Berbanding terbalik dengan perasaan empat orang di sana, empat orang yang terpaksa ikut tes ketiga hari Sabtu itu. Mereka belum lagi mendengar kabar dari Kenta, maupun papanya. Eireen sudah berkali-kali mendatangi kediaman keluarga itu, namun tidak ada hasil. Rumah itu masih terlihat sama seperti saat ditinggalkan dua hari lalu. Hanya saja, Eireen meminta satpam perumahan untuk memindahkan motor Kenta ke pos agar lebih aman.

Tidak dapat dipungkiri, menghilangnya papa Kenta tanpa kabar turut membuat empat siswa itu semakin menaruh curiga kepada pria paruh baya itu. Evan seakan tahu kapan waktu muncul dan menghilang di saat yang tepat. Mereka khawatir jika Evan terlibat dalam ini semua. Atau mungkin dalang dibalik ini semua?

Bu Jefina pun tidak datang ke sekolah hari Jumat lalu. Padahal empat orang itu ingin menemui penanggung jawab klub itu. Mereka ingin menuntut penjelasan atas penculikan Kenta. Wanita itu baru muncul hari Sabtu, di ruang tunggu ujian bersama empat orang itu.

"Terima kasih sudah datang," ujar wanita itu. Masih dengan senyuman khasnya, seakan tidak ada yang salah.

"Nggak usah basa-basi, Bu," sahut Bima. "Cepat selesaikan sekarang. Dan bebaskan teman kami."

Tiga orang lainnya menatap si jangkung. Mereka mengagumi keteguhan hati Bima, padahal laki-laki itu tahu wanita yang berdiri di depan adalah ibu kandungnya. Dan wanita itu sudah bersikap sangat jahat.

Lagi-lagi Bu Jefina tersenyum. "Baik. Karena kalian sudah tahu peraturannya, kita langsung saja. Tiga orang kalian yang lulus tes ini akan menjadi anggota klub dan melanjutkan sekolah di asrama."

"Bu." Jupiter mengangkat tangan. "Ambil saya saja, Bu. Jangan libatkan teman-teman saya yang lain. Sudahi hari ini. Bawa saya saja ke asrama, dan biarkan saya jadi kelinci percobaan ibu di sana. Ibu sudah mendapatkan Kenta dan saya. Dua orang cukup, Bu."

"Saya juga." Si jangkung ikut mengangkat tangannya. "Ibu sudah dapat tiga orang. Tidak perlu melakukan hal lain. Lepaskan Venice dan Eireen."

"Bukan begitu cara mainnya," sanggah Bu Jefina. Lipstik merah di bibirnya terlihat melengkung ke atas. Lalu ia membetulkan letak kaca matanya yang sedikit melorot. "Lagi pula bukan Kenta yang saya inginkan masuk ke dalam klub."

"Lalu siapa?" tanya Venice pada wanita itu.

"Ayo segera ke ruang komputer." Alih-alih menjawab, penanggung jawab klub itu pergi ke ruang komputer.

Empat orang itu mendengkus. Tapi tetap beranjak dari kursi untuk mengikuti Bu Jefina.

"Ve, Ei," panggil Bima. Dua perempuan itu menoleh pada si jangkung.

"Kacauin tes dan wawancara kalian," titah laki-laki itu. "Biar gue aja yang masuk klub."

"Bim–" Venice mengembuskan napas kasar. "Gue nggak setuju. Kita semua harus selamat. Jangan ngorbanin diri. Pasti ada cara lain."

"Ve, biar gue sama Bima aja yang lolos tes ini. Lo sama Eireen cukup kacauin tes, kerjain asal-asalan. Jawab wawancara juga asal aja," tutur Jupiter.

Eireen tertawa, mengundang atensi tiga orang lainnya.

"Kalian siapa berhak ngomong gitu? Kenapa kalian ngatur-ngatur gue? Kalian sibuk ributin siapa yang bakal masuk klub! Gue cuma mau Kenta selamat! Persetan siapa yang bakal masuk klub! Bu Jefina cuma mau kita bersaing dan kerjain seperti performa awal kita! Dan gue–" Jeda. Eireen dapat merasakan napasnya yang memburu. "–akan kerjain tes sebaik mungkin dan memenuhi keinginan Bu Jefina. Gue nggak peduli kalau gue yang harus masuk klub! Yang penting sekarang, Kenta harus selamat."

Gadis bongsor itu pergi meninggalkan tiga orang lainnya. Sementara, tiga orang lainnya saling tatap dan merenungkan perkataan Eireen.

"Bener kata Eireen," ucap Venice. "Kalau gue sengaja kacauin hasil tes, dan buat Bu Jefina nggak suka. Nyawa Kenta bisa terancam. Gue juga akan kerjain tes sebaik mungkin. Sebaiknya kalian juga ngelakuin hal yang sama. Eireen juga udah kasih kita soal wawancara punya Kak Raiden, dia pasti berharap kita juga bisa jawab sebaik mungkin nanti."

AVICENNA CLUB ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang