51 : Akhir

2.3K 350 34
                                    

Kenta merasa ia harus melakukan sesuatu. Jari telunjuk Bu Jefina sudah siap menekan pelatuk. Dalam hitungan detik, Kenta mendekati wanita berkaca mata itu dan mengarahkan kekuatannya untuk merebut senjata api itu dari tangan Bu Jefina. Perebutan itu cukup sengit. Wanita itu masih mempertahankan senjata api di tangannya. Hingga jari telunjuknya tak sengaja menekan pelatuk.

Dor!

Tembakan itu sangat cepat, mengundang kepanikan bagi setiap kepala yang melihat di sana.

"Kenta!!" teriak mereka hampir bersamaan.

Tembakan itu meleset, membuat tembok di ruangan itu bolong terkena peluru. Tembakan itu nyaris saja hinggap di bahu kanan Kenta. Laki-laki itu dapat mendengar desingan peluru dengan sangat jelas beberapa detik lalu di telinga kanannya. Bahu kanannya juga terasa agak panas, karena peluru itu sempat menyenggol kulitnya. Namun, akibat peluru meleset itu, Bu Jefina menjadi lengah. Dengan mudah, Kenta merebut pistol dari tangan wanita berkaca mata itu.

Perlahan, Kenta dapat mendengar suara tawa merendahkan. Mantan atlet tembak itu menoleh ke sumber suara. Tawa yang tadi terdengar pelan kini makin kencang. Kenta pikir dengan merebut senjata yang dipegang Bu Jefina, mereka telah aman. Namun ternyata, dugaannya salah. Galih juga memegang senjata api, yang sejak tadi entah disembunyikan di mana.

Pria bersetelan jas abu-abu itu menodongkan senjatanya ke sembarang arah. "Bagaimana bisa? Saya hampir mati oleh Jefina tadi. Jefina sudah gila! Rumah ini seperti rumah sakit jiwa."

Sama halnya dengan Galih, Kenta tidak gentar. Mantan atlet tembak itu mengarahkan ujung pistolnya ke arah pria itu. Kenta dapat merasakan pistol itu masih berat, perkiraannya masih ada tiga sampai empat peluru lagi. Ia masih aman.

Galih menarik salah seorang di sana, lalu mengapit leher orang itu dengan lengan kirinya. Kenta menahan napas beberapa detik karena orang yang ditarik Galih adalah Eireen. Tanpa ragu, Galih mengarahkan ujung pistolnya ke kepala gadis itu.

"Jatuhkan senjata kamu!" titah pria itu pada Kenta. "Atau saya tembak gadis ini! Biarkan saya keluar dari tempat gila ini!"

Mantan atlet tembak itu dapat melihat Eireen yang mulai menangis ketakutan. Gadis itu dapat merasakan dinginnya logam dari pistol yang dipegang Galih di pelipis kanannya. Tubuh perempuan itu bergetar karena rasa takut mendominasi pikirannya.

Berbeda dengan Eireen, Kenta tidak bergetar sedikit pun. Tidak seperti beberapa waktu lalu. Kali ini, Kenta tidak takut dengan ancaman itu. Kalau tadi Kenta hanya memegang pistol bius yang tidak dapat diandalkan, namun sekarang senjata di tangannya adalah senjata sungguhan. Dan Kenta sangat yakin dengan kemampuannya.

"Sorry, Ei. Tapi gue nggak pernah meleset!"

Dor!

Satu tembakan melayang ke arah Galih. Peluru itu tepat mengenai lengan kanan pria itu. Bercak darah tercetak di area sekitar pria itu berdiri. Galih merasakan sakit dan panas yang sangat luar biasa di lengannya, membuat pria itu melepaskan pistol itu begitu saja.

Melihat senjata api itu terjatuh ke lantai. Dengan cepat, Eireen menendang pistol berwarna hitam itu ke arah Kenta. Sedetik kemudian, ia menggigit lengan yang mengapit lehernya dengan sekuat mungkin, membuat Galih semakin menderita. Eireen berhasil lepas dari apitan pria itu.

Kenta yang melihat senjata api itu berlari ke arahnya segera menghentikan dengan kakinya, hanya satu kali injakan. Samar-samar Kenta dapat mendengar suara sirine polisi. Suara itu semakin terdengar jelas. Tapi bukan Kenta saja yang mendengar itu, setiap telinga yang ada di bangunan itu juga dapat mendengarnya.

"Siapa yang lapor polisi?" protes Galih sambil menekan lengan kanannya yang sudah mengeluarkan darah segar.

Kalimat protes itu ditanggapi dengan Theo yang tertawa kencang. "Di ruangan ini sih nggak ada, Pa. Cuma papanya Kenta yang bisa lapor polisi."

AVICENNA CLUB ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang