Tidak butuh waktu lama untuk membuat kotak di depan ruangan Bu Jefina terisi penuh. Kotak berisi tumpukan kertas formulir dari pendaftar klub Avicenna sudah hampir memenuhi kapasitasnya. Hari ini adalah hari terakhir penyerahan formulir pendaftaran klub. Kenta sudah berdiri di depan kotak itu sejak bermenit-menit yang lalu.
Mantan atlet tembak itu melihat ke arah jendela kaca di depannya, dengan harapan bisa menemukan sosok wanita berkaca mata yang menjadi penanggung jawab klub Avicenna. Namun kaca gelap itu tidak membiarkan Kenta untuk mengintip ke dalamnya, hanya pantulan wajahnya sendiri yang dapat Kenta lihat.
Di balik jendela gelap itu ada sosok Bu Jefina yang dapat melihat Kenta berdiri di depan kotak. Kenta tidak terlihat ragu-ragu saat meletakkan formulir di kotak itu, namun setelahnya laki-laki itu berdiri di sana hampir lima menit. Bu Jefina tahu ada yang menarik dari Kenta, sebab laki-laki itu menatap ke dalam ruangan dengan tatapan yang tidak biasa. Seakan ada hal yang disembunyikan dari laki-laki itu. Bu Jefina tak lagi memperhatikan Kenta ketika ada seorang siswi yang datang untuk menyapa laki-laki itu.
"Ngapain lo berdiri kayak patung di situ?" sapa gadis yang baru datang itu kepada Kenta.
Kenta berdecak malas karena ia tahu yang datang adalah si gadis berisik, Eireen.
"Bukan urusan lo," jawabnya dengan dingin.
Kenta melirik sekilas ke arah kertas yang dibawa Eireen. Ada dua kertas, satu kertas yang terlipat rapi dan satu lagi kertas yang sedikit lusuh. Kenta berusaha untuk tidak peduli namun pandangannya tetap tertuju pada kertas formulir itu hingga mendarat di atas kotak pendaftaran.
Kenta dapat melihat dengan jelas, kertas lusuh yang dibawa Eireen adalah formulir dengan nama Bima. Kertas lusuh itu berada di tumpukan paling atas.
Eireen melirik ke arah laki-laki di sampingnya. Gadis itu tidak dapat menafsirkan raut wajah Kenta saat ini. Ekspresinya terlalu datar untuk dibaca, Eireen tidak akan pernah mengerti apa yang ada di dalam pikiran laki-laki berparas tampan itu.
Eireen berdehem untuk memecah keheningan.
"Ini punya Bima. Kalau lo bertanya-tanya kenapa formulirnya bisa ada sama gue. Itu karena kemarin pas gue datang ke pemakaman nyokapnya, dia nitip ini ke gue," jelas Eireen dengan antusias. "Lo nggak usah mikir aneh-aneh dan bikin gosip apapun ya. Gue sama Bima cuma temen, dan kebetulan dia temen pertama gue di sini."
Kenta menatap Eireen yang juga balas menatapnya.
"Gue nggak tanya," tutur laki-laki itu kemudian ia beranjak pergi.
Eireen hanya bisa membuka kedua bibirnya dengan lebar.
"Bego banget gue! Kan emang dia nggak nanya, terus ngapain gue jelasin kayak tadi?" gumamnya sambil memukul kepalanya sendiri. "Ah! Nggak tahu ah! Lagian gue jelasin kayak tadi kan supaya nggak muncul gosip, nanti dia ngira gue sama Bima ada hubungan khusus atau apa."
"Ngomong sama siapa lo?"
Eireen mendengar suara di belakangnya. Spontan gadis itu menoleh, rupanya Jupiter dan Venice. Kedua sahabat sejak kecil yang tidak terpisahkan. Jangan ditanya siapa yang menyapa, sudah pasti Jupiter. Tidak mungkin Venice dengan sikap angkuhnya akan menyapa seseorang lebih dahulu.
"Eh, kalian. Nggak, tadi ada Kenta di sini. Sekarang orangnya udah ngeluyur pergi. Kalian mau daftar klub?"
Jupiter tersenyum kemudian memberi anggukan sebagai jawaban.
Sementara itu Venice menyeringai, ia tidak percaya mendapat pertanyaan bodoh dan penuh basa-basi itu. Tentu saja ia dan Jupiter datang ke sana untuk mendaftar, terlebih di tangan mereka sudah ada kertas formulir pendaftaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVICENNA CLUB ( END ✔️ )
Novela JuvenilAvicenna Club, klub elite yang ada di SMA Dewantara. Siapa pun yang masuk ke klub itu, sudah dapat dipastikan akan mendapat tiket masuk ke Fakultas Kedokteran di universitas negeri favorit. Namun sayangnya, setiap tahun Avicenna Club hanya akan meng...