"Coba lo telepon lagi," titah Jupiter.
Sebuah ponsel pintar menempel di telinga kanan Eireen. Masih menyalurkan nada tunggu yang sama, menanti seseorang di ujung telepon sana untuk mengangkatnya.
"Tetep nggak diangkat," jawab Eireen lalu mematikan panggilannya.
"Pasti Kenta denger sesuatu dari Bu Jefina," ucap Venice. "Kemarin dia bilang mau ngomong pagi ini kan sama Bu Jefina?"
Tiga orang lainnya mengangguk.
Markas bekas ruang alat olahraga masih sama seperti dulu. Émpat orang siswa ini memutuskan untuk berkumpul di sana saat jam istirahat setelah tahu Kenta membolos kelas dan tidak dapat dihubungi.
Bima mengembuskan napas kasar. "Semoga dia masih berkepala dingin dan nggak bertindak sendiri."
Itu yang mereka khawatirkan. Mereka takut Kenta menghilang dan bertindak secara impulsif, melakukan sesuatu yang akan ia sesali nantinya.
"Apa perlu gue tanya Bu Jefina apa yang mereka omongin tadi pagi?" saran Bima.
"Jangan. Nggak perlu," cegah Venice. "Lagian kalau lo ngomong, lo mau tanya apaan ke dia? Masa tiba-tiba aja lo nanya urusan Kenta?"
"Tapi, Ve-" Si jangkung ingin membantah.
"Gue setuju sama Venice. Jangan gegabah, Bim," ujar Jupiter. "Biar gue ke rumahnya Kenta nanti pulang sekolah."
Eireen mengangguk. "Gue ikut!"
"Terus, gimana sama orang kenalan Venice? Jadi apa enggak?" tanya Bima. "Kan kemarin kita sepakat. Kalau Kenta nggak berhasil, kita bakalan pakai jasa orang itu. Masalahnya kita nggak tahu Kenta berhasil apa nggak."
"Ngelihat Kenta yang tiba-tiba hilang, kemungkinan dia berhasil. Tapi jawaban Bu Jefina nggak bikin dia puas," ujar Venice.
"Atau bukan nggak puas. Tapi, bikin Kenta terkejut. Kita nggak tahu kejutan apa yang diomongin Bu Jefina ke Kenta. Bisa jadi, sesuatu yang Kenta nggak bisa terima dan di luar ekspektasi dia," sahut Eireen.
Si planet besar menganggukkan kepala. "Gue lebih percaya opsi kedua sih. Ada sesuatu yang Bu Jefina omongin, tapi Kenta nggak bisa terima."
"Hm. Jadi intinya gimana? Kita mau pakai jasa orang itu apa nggak?" tanya si gadis kelahiran Italia untuk memastikan.
"Menurut gue, tetep pakai. Just in case, kalau ternyata informasi yang Bu Jefina omongin ke Kenta itu nggak bisa buat ngejatuhin klub."
Eireen dan Jupiter mengangguk setuju dengan ucapan Bima.
"Pakai duit siapa? Tabungan gue habis, dan bokap lagi batasin pengeluaran gue karena kasus pencurian soal." Gadis berlesung pipi itu memijit pelipisnya. Pusing karena uang jajannya dikurangi.
"Patungan aja lah," usul si planet besar.
Venice menatap tiga temannya satu per satu. "Yang lain gimana? Setuju."
Baik Bima maupun Eireen sama-sama mengangguk setuju.
"Oke, transfer ke gue," titah Venice. "Gue ke sana nanti pulang sekolah."
"Gue anterin lo."
"Berarti fiks ya? Pulang sekolah nanti, gue sama Ei jengukin Kenta. Lo sama Bima ketemu orangnya Wawan?"
Venice mengonfirmasi pertanyaan Jupiter dengan anggukan.
~~~
"Ve, beneran ini tempatnya?" Bima mengerjapkan matanya berkali-kali.
Rental PS yang terlihat tidak meyakinkan itu membuat si jangkung sedikit terkejut.
"Serius. Gue udah pernah. Ayo masuk." Venice melenggang dengan percaya diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVICENNA CLUB ( END ✔️ )
Novela JuvenilAvicenna Club, klub elite yang ada di SMA Dewantara. Siapa pun yang masuk ke klub itu, sudah dapat dipastikan akan mendapat tiket masuk ke Fakultas Kedokteran di universitas negeri favorit. Namun sayangnya, setiap tahun Avicenna Club hanya akan meng...