44 : Pengumuman

1.6K 304 16
                                    

"Gue haus," ucap Kenta.

Empat orang lainnya menatap laki-laki itu dengan nanar. Wajahnya pucat, bibirnya kering, matanya terlihat cekung. Venice yang selalu membawa tumbler berisi minuman di tasnya, segera membuka ransel.

"Nih, minum buruan." Venice menyodorkan botol minum berwarna rosegold pada laki-laki itu.

"Ve, bukan teh diet kan?" tanya si jangkung.

Gadis yang ditanya menggeleng. "Bukan. Air putih biasa kok. Tenang aja."

Kenta segera meraih botol minum itu dari tangan Venice. Dan menegaknya dalam hitungan detik, padahal tadi isinya masih ada sekitar tiga per empat botol.

"Gue masih haus." Mantan atlet tembak itu masih merasa lemas dan kurang fokus. Ia hanya ingin minum saat ini.

"Ke rumah sakit aja. Sekalian diperiksa ada luka atau apa," titah Eireen.

Yang lain mengangguk setuju.

Venice segera memesan taksi online. Akhirnya Eireen dan Venice mengantar Kenta ke rumah sakit. Sementara, Bima dan Jupiter menyusul dengan sepeda motornya.

~~~

"Lo udah hubungin bokap lo?" tanya Bima.

Kenta menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Hp gue dipegang Bu Jefina. Baru dibalikin tadi, pas gue mau ditarik turun dari mobil."

Kenta sedang berbaring lemah di brankar ruang IGD, dengan selang infus yang menempel di tangan kiri. Mantan atlet tembak itu terpaksa harus diinfus untuk menghidrasi tubuhnya. Menurut dokter yang jaga, Kenta boleh pulang setelah infus habis. Kelima siswa itu memutuskan Jupiter dan Bima yang menjaga di dalam, sementara Eireen dan Venice berada di luar. Karena pengantar pasien di ruang IGD dibatasi maksimal dua orang.

"Ken. Sorry aja nih ya, tapi bokap lo aneh banget," komentar si planet besar.

Bima menyenggol lengan Jupiter lalu menggelengkan kepala, supaya laki-laki itu mengontrol bicaranya. Ini bukan saat yang tepat.

Mendengar itu, Kenta segera merogoh saku celananya, dan mengambil ponsel. Laki-laki itu berusaha menyalakan benda pipih itu, namun tidak bisa. Sepertinya ponsel mantan atlet tembak itu kehabisan daya setelah dua hari tidak diisi.

Jupiter yang paham dengan masalah Kenta, segera meminjam pengisi daya pada seorang perawat. Untungnya, si perawat punya tipe charger yang sama seperti ponsel Kenta yang berlogo apel itu.

Setelah beberapa persen sudah terisi, Kenta menyalakan ponselnya. Puluhan notifikasi langsung masuk ke benda canggih itu. Termasuk beberapa pesan dari papanya.

Mantan atlet tembak itu membaca satu per satu pesan yang diterima dari papanya. Rupanya dua hari ini, Evan mengurus segala masalah Luna. Hampir tiap saat, pria itu memberi perkembangan kasus pada putranya melalui iMessage.

Dari pesan itu, Kenta tahu papanya sudah berusaha keras. Mulai dari konsultasi dengan orang tua Luna. Hingga orang tua gadis itu setuju membawa Luna ke rumah sakit untuk menjalani perawatan psikologis. Ternyata setelah gadis itu ke rumah sakit, ia mendapat diagnosa Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Umumnya disebabkan karena mengalami atau menyaksikan hal yang mengerikan. Gejala bisa timbul jika pemicu hal yang membuat trauma muncul kembali. Di titik ini, Kenta tahu penyebabnya sesuatu yang menyakitkan di pergelangan tangan Luna. Berdasar diagnosa dokter, Evan juga membantu gadis itu mengurus cuti kuliah. Pria itu memberikan bukti foto dokumen hasil diagnosa dokter dan dokumen cuti kuliah Luna.

Evan juga berkata tidak bisa pulang karena harus menginap di rumah kenalannya yang merupakan bagian dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Beruntung teman Evan mau untuk mengusut kasus ini, namun mereka berdua harus kerja keras karena klub sangat tertutup untuk orang luar. Mereka perlu diskusi yang mendalam dari pagi hingga larut malam bahkan bisa sampai jam satu pagi. Kemungkinan Evan tidak bisa pulang beberapa hari. Evan menumpang di apartemen temannya di Jakarta Timur. Cukup merepotkan jika harus bolak-balik ke Jakarta Selatan, apalagi tidak ada kendaraan pribadi.

AVICENNA CLUB ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang