Sinar matahari bersinar sangat cerah pagi ini. Eireen di atas sepedanya menikmati sapuan angin yang menerpa kulitnya. Kemarin malam ia mendapat pesan untuk ke ruangan Bu Jefina sebelum masuk kelas. Gadis itu bertanya-tanya apa yang akan disampaikan oleh penanggung jawab klub Avicenna itu.
Setelah memarkir sepedanya, gadis berambut panjang itu segera menuju ruangan Bu Jefina. Ei tidak memiliki prasangka apapun ketika mendapat pesan itu. Gadis itu hanya terheran ketika pesan itu langsung dikirimkan dari nomor pribadi Bu Jefina. Eireen tidak merasa melakukan kesalahan apapun, sehingga membuatnya semakin bertanya-tanya apa yang diinginkan penanggung jawab klub Avicenna itu.
Eireen mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu di ruangan Bu Jefina. Namun belum sempat ia menyentuh pintu berwarna coklat itu, ada yang menyapanya.
"Lo dipanggil ke sini juga?" tanya orang itu.
Eireen segera menoleh dan mendapati Bima berjalan menuju ruangan yang sama. Gadis itu menjawab dengan anggukan. Ei kembali mengetuk pintu ruangan Bu Jefina. Setelah mendapat izin untuk masuk ke dalam, Ei membuka pintu itu. Perempuan itu langsung mengerutkan keningnya, rupanya bukan hanya Eireen dan Bima yang dipanggil. Di dalam ruangan itu sudah ada Kenta, Jupiter, dan Venice. Kelima anak peringkat teratas.
"Baik, semuanya sudah berkumpul. Silakan duduk," ucap Bu Jefina dengan ramah kepada Eireen dan Bima.
Kelima anak itu duduk di sofa tamu ruangan Bu Jefina. Ei menelisik ruangan itu. Ruangan yang cukup luas dari pada ruangan guru biasa, ini lebih seperti ruangan kepala sekolah. Eireen merasa mungkin karena Bu Jefina merupakan penanggung jawab klub Avicenna yang sangat terkenal itu, sehingga sekolah memberi perlakuan khusus pada wanita itu.
"Ada apa Ibu panggil kami ke sini?" tanya Venice. Seperti biasa, tanpa berbasa-basi.
Bu Jefina tersenyum sebelum menjawab. "Ini terkait dengan kecurangan yang dilakukan Rey pada tes pertama. Ibu berterima kasih karena kalian mau merahasiakan masalah itu."
Wanita berkaca mata itu menyesap secangkir teh yang ada di atas mejanya. "Saya ingin kalian tetap merahasiakan hal itu."
Ve dan Kenta mendengkus bersamaan. Kemudian mereka saling melirik, sepertinya mereka sepemikiran kali ini.
"Lalu bagaimana dengan tes kedua, Bu? Apa Ibu mau kami menerima begitu saja? Bagaimana kalau dia curang lagi?" Venice tidak ingin diam saja. Sekarang di benak perempuan itu semakin banyak kecurigaan yang ia taruh pada Bu Jefina.
"Kalian tidak perlu mencemaskan itu. Rey akan kami jaga lebih ketat untuk tes berikutnya. Sekarang, ada yang ingin kalian tanyakan?"
"Apa jaminannya kalau dia tidak curang lagi dan merebut posisi salah satu dari kami?" Giliran Eireen yang angkat bicara. Menurut Ei, yang terpenting sekarang adalah mempertahankan peringkatnya di lima besar untuk tes kedua nanti.
"Iya, Bu. Kami butuh jaminan," kata Venice mendukung Eireen. "Bagaimana kalau nilai kami saat tes dibiarkan terbuka? Maksud saya, kami bisa melihat pergerakan nilai kami secara live selama tes berlangsung? Mungkin setiap tiga puluh menit ditampilkan di layar ruangan tes? Dengan begitu, kita bisa lihat si Rey ini benar-benar mengerjakan soal atau tidak saat tes nanti."
Bu Jefina tidak langsung menjawab. Wanita itu tampak berpikir sejenak. "Kalau begitu apakah tidak menjadi ujian mental untuk kalian? Bagaimana kalau kalian justru jatuh ketika di tengah tes mendapati nilai kalian jauh dibanding yang lain?"
Kelima anak itu saling bertatapan. Menanyakan kesiapan mental mereka di benak masing-masing.
"Menarik," komentar Kenta sambil tersenyum. Tubuhnya ia biarkan bersandar di sofa, tangannya bersedekap, tanda kepuasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVICENNA CLUB ( END ✔️ )
Novela JuvenilAvicenna Club, klub elite yang ada di SMA Dewantara. Siapa pun yang masuk ke klub itu, sudah dapat dipastikan akan mendapat tiket masuk ke Fakultas Kedokteran di universitas negeri favorit. Namun sayangnya, setiap tahun Avicenna Club hanya akan meng...