11. Kematian

3.7K 551 117
                                    

Leanna terengah-engah ia baru saja berlari dari sekolah hingga rumah sakit, dengan perasaan kalut bukan main.

Ia menunggu didepan pintu dengan panik harap-harap agar sesuatu yang buruk tak terjadi.

Leanna benar-benar panik, bahkan kini pun ia sudah menangis.

Hingga akhirnya dokter keluar dari ruangan itu, Leanna dengan cepat menghampiri dokter itu.

"Ba-bagaimana...?" Tanyanya dengan suara yang bergetar. "Bagaimana dengan keadaan bibiku?? Dia baik-baik saja kan?!"

Dokter itu menggeleng. "Perutnya tertusuk, dan dia juga ditembak tepat di jantungnya. Maaf kami tak bisa menyelamatkan bibimu." Ucao Dokter itu kemudian berlalu dari hadapan Leanna.

Leanna mundur perlahan hingga punggungnya menabrak dinding.

"Bibi..." Isaknya dengan suara yang bergetar.

"Apa anda nona Leanna?"

Leanna melirik kearah seseorang yang baru saja bertanya disampingnya, lalu ia pun mengangguk lemah.

"Nama saya Tachibana Naoto dari kepolisian yang menyidik kasus kematian bibi anda, apa anda bisa meluangkan waktu sebentar?"

~

"Apakah sebelumnya bibi anda memiliki musuh?"

Leanna menggeleng. "Setahu saya tidak ada."

"Anda tahu, ini bukanlah kasus pembunuhan biasa."

Leanna menyerngit pelan. "Apa maksudnya?"

"Ini adalah pembunuhan berencana."

Leanna menyerngit pelan, ia cukup bingung. Pembunuhan berencana? Itu seakan tak masuk akal, bagaimana tidak? Bibinya adalah orang yang sangat baik, ia ramah kepada setiap orang serta ia juga tak pernah terlibat akan suatu masalah yang serius.

Tapi apa kata polisi tadi? Pembunuhan berencana? Leanna benar-benar tak mengerti.
Numun seketika Leanna merasa dunianya menjadi runtuh lantaran Naoto, lelaki itu menaruh sebuah Katana dan pistol diatas meja.

"Ini adalah senjata yang tertinggal di tkp... Entah karna ceroboh atau memang disengaja tapi kami yakin dengan pasti kedua senjata inilah yang dipakai pembunuh itu untuk membunuh bibimu, karna disenjata ini juga sudah terkonfirmasi ada darah bibimu."

Leanna bangkit dari kursi dengan cepat, sehingga kursi itu terjatuh. Serta nafasnya memburuh, ia panik setengah mati.

"Anda baik-baik saja?" Tanya Naoto.

Seluruh tubuh Leanna gemetaran bukan main, wajahnya pucat pasih seakan-akan yang Naoto taruh diatas meja itu bukanlah senjata biasa namun senjata malaikat maut.

"Tidak... Mungkin..."

~

Leia mendorong orang itu dengan keras kearah dinding. "Apa yang sudah kau lakukan!!"

"Aku hanya melakukan sesuatu yang seharusnya kulakukan."

"Sialan!" Umpat Leia.

"Kenapa kau membunuh Bibi Leanna??!"

Lelaki itu mendecih. "Ia memang pantas dibunuh."

"Kau breng-" Leia sudah siap melayangkan tangannya pada pipi lelaki itu, namun lelaki itu dengan cepat menahan tangan Leia.

"Leanna tak boleh bahagia."

Lelaki itu lantas menganggam rahang Leia. "Dengarkan aku!! Aku mencintai Leanna. Dan hanya aku lah yang boleh mencintainya!! Takkan kuizinkan satu orang pun yang menyayanginya untuk tetao bernafas di dunia ini!!!"

"Kau psychopath sialan!!"

Leia dengan cepat menendang tulang kering lelaki itu.

"Itu bukan cinta! Tapi obsesi."

"Jauhi Leanna atau kau akan lihat bagaimana aku bertindak padamu!" Ancam Leia.

Lelaki itu terkekeh. "Membiayai pengobatan ibumu saja kau tak bisa."

Leia membulatkan matanya. "Diam!"

"Hahahahahah!!!" Lelaki itu tertawa dengan kencang. "Dengar Leia. Jika kau berani ikut campur dalam masalah ini, ibumu... Tidak akan berumur panjang!"

"Dan tentunya... Leanna juga takkan selamat."

"Sanzu!!!"

~

Leanna berjalan dengan sempoyangan, batinnya begitu terluka. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Bibinya sudah tak ada... Kemana lagi ia harus pulang?

Mendengar kabar kematian bibinya saja sudah membuatnya sangat hancur, terlebih ketika mengetahui siapa pembunuh bibinya. Dunianya dirasa hancur.

Leanna hancur.

Namun Leanna masih belum sepenuhnya percaya bahwa lelaki yang ia cintai, Sanzu adalah pelaku dari pembunuhan bibinya. Bisa saja kan pedang dan pistol itu kebetulan mirip? Kan...?

Leanna menangis dalam diam, hatinya terasa begitu sakit. Sampai kapan ia harus menderita? Kenapa ia tak diizinkan bahagia?

Ia selalu mempertanyakan itu.

Leanna sampai pada rumah Sanzu. Dan kebetulan sekali ia menemukan lelaki itu sedang berdiri didepan gerbang rumahnya.

Dengan langkah perlahan Leanna mendekat kearah Sanzu.

Dan ketika sampai Sanzu langsung berbalik dan menatap Leanna seolah tahu bahwa perempuan itu akan datang.

Tangis Leanna kembali pecah. "Sanzu... Apa kau..?"

"Ya. Akulah yang membunuh bibimu."

Seluruh tubuh Leanna bergetar, ketakutannya menjadi kenyataan.

"Tapi kenapa...? Kenapa kau membunuh bibiku." Isak Leanna sembari menatap Sanzu dengan sendu.

Sanzu menatap Leanna dengan tatapan datar. "Bibimu membuatku kesal."

"Apa? Memangnya apa yang sudah bibiku lakukan padamu?"

"Kau lebih mencintainya daripada aku."

Leanna menatap Sanzu tak percaya.

"Bukankah sudah kukatakan Leanna?" Sanzu mendekat kearah Leanna lantas mencengkram bahu gadis itu. "Aku begitu pencemburu."

"Kau brengsek Sanzu... Dia bibiku, dialah yang membesarkanku... Bagaimana bisa kau merebutny dariku?!"

"Aku tidaklah perduli Leanna, kau itu milikku dan hanya milikku. Takkan kubiarkan siapapun membuatmu lebih mencintainya dariku."

"Aku benar-benar membencimu Sanzu!" Marah Leanna.

Plak!!

Leanna menampar pipi Sanzu dengan keras. "Aku membencimu!"

"Ucapkan lagi."

"Aku membencimu..." Lirih Leanna sembari menundukkan wajahnya.

Kepalanya terasa begitu pusing, pandangannya sudah memburam. Batinnya begitu terluka ia sangat kelelahan.

Apalagi ketika mengetahui bahwa kekasihnya sendiri lah yang membunuh bibinya, betapa hancurnya dia.

"Aku benci padamu."

Sanzu tersenyum miring.

"Dan aku mencintaimu."


Tbc

Beloved Psychopat ||Sanzu HaruchiyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang