Warning 15+!!
Leanna mengusap pelan rambut Sanzu, mereka sedang di sofa ruang tamu dan lelaki itu sedang tertidur dipahanya. Yap, Leanna menerima kembali lelaki itu.
Mau sebagaimanapun ia menolak Sanzu tapi sepertinya kali ini ia kalah, ia takkan bisa menolak lelaki itu lagi.
Mentalnya sekarang sudah hancur semua orang meninggalkannya dan yang tersisa hanyalah Sanzu. Dia tak ingin sendirian.
Bisa Leanna lihat betapa kurusnya lelaki itu kini, dibawah matanya juga ada lingkaran hitam yang begitu jelas.
Leanna menyingkirkan poni lelaki itu dan mengusap dahinya perlahan, itu adalah kebiasaan bibinya yang selalu ia lakukan kepada Leanna ketika ia sedang kelelahan.
Bisa Leanna lihat Sanzu kelihatan semakin pulas namun genggaman tangan lelaki itu pada tangan kirinya terasa semakin erat.
Leanna tersenyum tipis. "Aku merindukanmu." Gumamnya pelan.
"Sejujurnya Sanzu, aku masih marah karna kau membunuh bibiku... Kau sungguh gila. Tapi aku lebih gila."
"... Sejujurnya daripada disebut cinta aku tahu bahwa perasaanmu kepadaku itu bisa lebih disebut dengan obsesi. Kau tidak mencintaiku. Kau... Hanya melihat bayangan ibumu dalam diriku kan?"
"Aku tahu segalanya Sanzu... Aku tahu."
"Tapi... Alih-alih mendorongmu menjauh dariku, aku malah menerimamu kembali."
Leanna tertawa miris. "Aku tahu aku bodoh, tapi aku... Benar-benar takut sendirian."
Tangan Leanna yang tadinya mengusap dahi Sanzu kini beralih, ia ingin bangun untuk mengambil segelas air namun tiba-tiba saja Sanzu meraih tangannya.
Untuk beberapa saat mereka berdua saling diam, hingga Sanzu menarik tangan Leanna serta menaruk tengkuk wanita itu dan segera mencium bibir tipisnya.
Disela-sela ciuman itu Sanzu membuka matanya sambil berkata. "Aku mencintaimu Leanna."
"Takkan pernah kubiarkan kau sendiri." Lanjutnya lantas kembali mencium bibir Leanna, melumatnya hingga Leanna kesusahan mengikuti alur yang dibuat lelaki itu.
Sanzu mendorong Leanna, hingga kini ia berada diatas dan menindih wanita itu.
Tangannya turun ke pundak wanita itu, lantas ia tarik kaos yang Leanna kenakan hingga terlihatlah tulang selangka wanita itu yang terlihat sangat menggoda kini.
Sanzu tanpa kata pun turun dan menciuminya, ia meninggalkan kissmark disana.
Leanna mati-matian menahan suaranya, sensasi geli benar-benar mendominasi pada dirinya kini.
Ia tahu sekarang situasinya sedang berbahaya tapi sepertinya biarpun ia menyuruh lelaki itu berhenti, lelaki itu pasti takkan mendengarnya.
Yang bisa ia lakukan kini hanyalah pasrah dan membiarkan lelaki itu melakukan sesukanya.
Leanna memejamkan matanya ketika lelaki itu mengenggam tangannya dengan erat.
"Aku benar-benar mencintaimu Leanna, cukup percayailah itu."
~
"Jadi apa hukumanmu?"
Senju mendecih. "Aku hanya mendapat teguran dan harus membayar denda saja."
Takeomi menatap Senju dengan datar. "Kau beruntung karna yang terkena pot itu adalah Leia dan bukanlah Leanna."
"Kau tahu Takeomi? Saat ini kau benar-benar terlihat begitu menyebalkan."
Takeomi menghela nafas. "Senju, tidak bisakah kau berhenti?"
Senju mengepalkan tangannya lantas menatap Takeomi dengan tajam.
"Pergilah kau menbuatku muak."
"Bukankah kau menyayangiku sebagai kakakmu Senju??"
"Iya, tetapi itu dulu. Sekarang jika disuruh memilih mungkin aku akan lebih memihak Sanzu daripada kau."
"Jadi sekarang kau pun ingin memihak Sanzu yang gila itu?"
Senju kembali mendecih. "Lalu aku harus memihak siapa?? Memihak bajingan sepertimu? Jangan bermimpi."
Senju lalu mendorong Takeomi ke dinding. "Jangan pernah ikut campur lagi." Tekan Senju. "Atau kubunuh kau."
Senju segera pergi dari sana. Dengan guratan kesal pada wajahnya ia membanting pintu dan pergi entah kemana.
Takeomi memijat pelipisnya pusing, ia pun mengeluarkan rokoknya dan mengesap rokok itu. Dia harus berpikir dengan jernih.
Semuanya jadi kacau dan tak terkendali, kedua saudaranya benar-benar gila dan membuatnya pusing.
Yah tetapi itu tak memungkiri bahwa dirinya pun sama gilanya.
Takeomi memadamkan rokoknya dan menatap bingkai poto besar di dinding. Itu poto kedua orang tuanya.
"Sebentar lagi... Sebentar lagi ayah, ibu."
"Kupastikan semuanya selesai."
~
Sanzu terbangun ketika sinar matahari perlahan-lahan mengenai matanya. Ia menggerutu pelan, sinar matahari itu benar-benar menganggunya.
Sanzu mengedarkan pandangannya kesekitar, itu bukanlah kamarnya. Dan seketika ia teringat apa yang terjadi kemarin.
Dengan segera ia pun bangkit dan memakai pakaiannya yang berserakan dilantai. Ia keluar untuk mencari Leanna namun wanita itu tak ada dimana pun.
Di dapur, kamar mandi, ataupun ruang tengah. Entah kemana perempuan itu pergi Sanzu tak tahu.
Sanzu pun meraih ponselnya dan segera menghubungi wanita itu. Tak butuh waktu lama panggilan tersambung.
"Kau dimana?"
"Ah... Aku dirumah sakit. Kau perlu sesuatu?"
Sanzu menggeleng pelan. "Tidak, hanya saja aku mencarimu."
"Kau bisa datang kerumah sakit."
"Bagaimana bisa kau kerumah sakit sepagi ini? Memangnya selangkanganmu tidak sakit?"
"Kau terlalu blak-blakan asal kau tahu."
Sanzu terkekeh. "Aku serius."
"... Memang sakit tapi aku masih bisa menahannya, habisnya perawat menelponku tadi pagi katanya Leia sedikit bereaksi."
"Aku mengerti."
"Jadi kau akan kesini atau tidak?"
"Ya aku akan kesana. Tunggu aku."
"Ah iya! Kalau kau lapar aku menyiapkan makanan untukmu didapur."
Sanzu mengangguk-angguk pelan. "Baiklah, aku akan makan dulu lalu kesana nanti."
"Ya, hati-hati."
Leanna pun memutuskan panggilan itu, sedangkan Sanzu kini berjalan ke dapur untuk memakan, makanan yang sudah disiapkan Leanna untuknya.
Jujur saja lelaki itu cukup merindukan masakan wanita itu, ah tidak bukan cukup tapi sangat.
—
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved Psychopat ||Sanzu Haruchiyo
Romance"kau sudah melihatku mengakhiri nyawa seseorang." "aku akan tutup mulut soal itu." "tidak ada jaminan, sebagai gantinya kau harus menjadi kekasihku." ditulis pada 26 September 2021