33. END

2K 234 18
                                    

-Bagaimana takdir tertulis, maka begitulah jadinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Bagaimana takdir tertulis, maka begitulah jadinya.

Song recommendation- Favorite Crime



Sanzu mengenggam tangan terkasihnya yang berlumuran akan darah. Meski perlahan-lahan tangan itu terasa dingin dan sangat menakutkan untuk merasakan itu... Sanzu tetap mengenggamnya sembari menatap kosong kedepan.

"Kenapa tak mati bersama?" Gumam Sanzu.

"Apa salahku?" Entah untuk Leanna ataupun untuk sang pencipta pertanyaan itu ia lontarkan.

Sanzu terus terpaku dengan tatapan kosong disana. Bahkan ketika salju mulai turun dengan perlahan ia tetap tak bergeming dari tempatnya.

Sanzu menatap tangannya yang dipenuhi dengan darah, ia tak tahu lagi itu darahnya atau milik Leanna. Jelasnya ia merasa sangat hancur dan tak tahu harus melakukan apa. Rasanya sakit sekali, ia ingin marah, tapi tak malah tak bisa melakukan apapun kecuali hanya diam.

"Sepertinya aku juga mulai membenci cinta..."

"Kalau tahu akan sesakit ini, aku tak mau jatuh cinta. Aku tak mau menemuimu."

Sanzu menutup matanya dengan tangannya dan mulai menangis, menangisi takdirnya yang begitu menyedihkan. Kehilangan satu-satunya alasan hidupnya, apalagi yang bisa ia lakukan?

Ah... Benar. Mati. Ia harus mati.

Sanzu dengan perlahan bangkit, ia berjalan dengan sempoyangan akibat kakinya yang sakit. Ia berjalan diatas salju yang entah kapan bisa sebanyak itu hingga menutupi jalanan. Namun sebelum benar-benar pergi dari sana ia berhenti dan menatap kearah kekasihnya.

"Aku akan menyusulmu."

Sanzu terengah-engah, alas kakinya terlepas dan kakinya terasa membeku. Entah sudah berapa kali ia muntah darah... Tetapi ia tetap memaksakan dirinya berjalan, berjalan kemanapun itu. Kemanapun ia bisa membunuh dirinya.

Ia berjalan sembari memegangi tangannya yang patah, ah itu tidak hanya patah. Tapi hampir terputus. Rasanya sangat sakit, kalian takkan bisa membayangkan betapa sakitnya itu. Tapi Sanzu merasa bahwa hatinya terasa lebih sakit dibandingkan dengan tangannya yang hampir terputus.

"Aku benci takdir."

"Aku benci Tuhan."

Sanzu berhenti kemudian berlutut. "KENAPA HANYA PENDERITAAN YANG MENDATANGIKU!!! HARUS SEBERAPA MENDERITA AKU AGAR KAU PUAS HAH?!" Teriaknya dengan kencang sambil menatap langit yang begitu gelap.

"Apa aku tak berhak bahagia??? Lantas kenapa aku dilahirkan?!!"

Sanzu meringis, ia menangis dan terus menangis. "Kupikir aku dilahirkan dengan sebuah alasan... Saat kupikir aku telah menemukan alasan hidupku... Alasan itu malah direbut?! KATAKAN PADAKU!! HARUS SEBERAPA MENDERITA AKU!! SAMPAI KAPAN AKU HARUS MENANGGUNG SEMUA HUKUMAN INI?!"

Sanzu memukul gumpalan salju dihadapannya dengan putus asa.

"Sehina itukah aku Tuhan?! Sehina itukah aku sampai aku tak berhak untuk bahagia?!"

"Aku juga ingin melihat hari esok! Aku ingin melihat hari esok dengan perasaan bahagia!! Bukan dengan perasaan muak sambil berpikir ah... Aku masih hidup. Bukan itu yang kuinginkan!!"

"Aku hanya meminta agar wanita itu bisa terus ada disisiku!! Apakah itu terlalu sulit?? Apakah itu terlali serakah? Padahal kau sudah merebut segalanya, tapi permintaanku hanya satu tapi kau tidak mengabulkannya?! Bahkan ketika aku ingin mati dengannya tapi aku malah tetap hidup...! SETIDAKNYA BERIKAN AKU KEBAHAGIAAN JUGA! AKU INGIN BAHAGIA..."

Sanzu berteriak bak orang gila saking putus asa dan tersakitinya ia kala itu. Ia tak tahu lagi kepada siapa ia harus berkeluh kesah selain kepada pencipta. Tapi Sanzu kau melupakan satu hal.

Kau sendirilah yang telah menantang sang pencipta, dan inilah hukumanmu.

"Aku ingin melihat hari esok... Aku ingin melihat hari esok yang ada Leanna disana..." Lirih Sanzu.

"Sanzu."

Sanzu tersentak, dengan cepat ia mengadahkan pandangannya kedepan. Bisa ia lihat Leanna tengah tersenyum padanya.

"Leanna...!" Ujarnya sembari mengulurkan tangannya.

Namun Leanna malah berbalik dan menjauh.

Sanzu merasa hampa dan langsung berdiri mengejar wanita itu dengan mati-matian tak perduli kakinya yang sudah mati rasa membeku karena salju. Namun ditengah-tengah Sanzu berhenti.

Dan dengan cepat mobil menghantam tubuhnya dari samping.

Sanzu tersenyum bahagia, "Kematian...!" Serunya.

"Aku bebas... Aku bebas... Aku tidak akan merasa sakit lagi... Aku akan bahagia, aku akan bertemu dengan Leanna..."

"Leanna... Saat bertemu nanti ada hal yang ingin kukatakan padamu."

"Aku sangat mencintaimu... Aku ingin mengenggam tanganmu, dan memperlihatkanmu hal-hal yang membahagiakan."

"Akan kutemui kamu terkasihku, dipenghujung waktu yang singkat... Akan kutemui kamu, dan akan kutunjukkan perasaanku dengan benar."

Leanna tersenyum cerah kemudian menarik tangan Sanzu menuju kearah lautan luas yang begitu indah.

"Kita bebas Sanzu!" Seru Leanna dengan begitu senang sambil terus menarik tangan Sanzu menuju ke bebasan.

"Aku ingin bahagia...!"

-
END

Setelah sekian lama akhirnya end!!! Makasih semuanya yang tetap sabar menunggu kelanjutan Beloved Psychopath. Maaf selama ini saya ngaret updatenya tapi akhir-akhir ini saya sibuk sama urusan sekolah dan kerja. Benar-benar gada waktu yang baik buat menulis. Dan sekarang akhirnya saya bisa menamatkan cerita ambrudal ini. Terimakasih atas vote dan dukungan kalian selama ini!! Saya sangat senang kalian membaca sampai akhir! Sekali lagi terimakasih dan sampai jumpa pada cerita saya yang lainnya.

Ps : awalnya tidak ingin dibuatkan epilog tapi masih ada cerita yg belum diselesaikan krna itu berikutnya akan saya buatkan epilog. Sekali lagi terimakasih!

Beloved Psychopat ||Sanzu HaruchiyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang