Happy reading
"Bunda, Ayah itu sayang sama Raka hanya saja caranya sedikit berbeda dengan ayah-ayah di luar sana." —Raka Syahputra.
~~~~~~
Ayah
|Nanti pulang sekolah temui ayah di kantor
Raka tidak membalasnya justru dia hanya membaca pesan itu, dia mengepalkan tangan kemudian membuang napas dalam-dalam seakan meluruhkan emosi."Kenapa lagi tuh orang!" umpat Raka segera memasukkan ponsel ke tas saat bel masuk berbunyi.
Alwi yang kembali dengan muka masam pun dengan sengaja menendang bangku Raka, mengerang kesal bisa-bisanya kedua temannya minta bayarin. "Arhgrgr!"
"Bego banget, udah tau kayu bukan bantal masih aja ditendang," sahut Vero dengan gelak tawa, meski bel sudah berbunyi guru yang mengajar mereka belum masuk. "Ckckck, lo yang bego bantal itu buat tidur bukan ditendang!"
Alwi langsung duduk di samping Raka, laki-laki itu melihat Arfan yang dengan tenang mendengarkan musik lewat earphone.
"Lo berdua bego! Mendebatkan sesuatu yang tidak penting!" tukas Raka membuat keduanya terdiam, tak lama guru yang mengajar mereka masuk dengan membawa buku paket. "Euhm, ini nih yang gue suka. Body-nya beuhh, kayak gitar spanyol!!"
Mata Alwi tak berkedip ketika seorang wanita mulai duduk dan mengabsen mereka, "Raka Syahputra?!"
"Hadir, Bu."
"Murid baru?" Raka mengangguk hormat sebelum memukul kepala Alwi dengan LKS. "Mata lo dikondisikan itu guru lo."
"Yang bilang itu bini gue siapa, Nyet?"
Brak!
Kini giliran Nandra menggebrak meja seraya menyuruh Alwi diam, bukannya menurut cowok itu semakin menjadi. "Bu ini murid kesayangan ibu heboh sendiri!"
Alwi mengadukannya. "Ada apa Renandra Alverda?" Mendengar namanya dipanggil, Nandra menggeleng.
******
Setelah dari kantor Putra, Raka kembali dengan wajah setenang mungkin, dia tidak mau membuat orang rumah khawatir. Setelah meletakkan sepatu di rak laki-laki itu berjalan dengan sedikit terseok ke kamarnya.
Tanpa sepatah kata Raka langsung masuk dan berganti baju, dia melihat punggung dan kaki kananya, ya kaki yang beberapa hari dipatahkan berulang kali. Dari cermin banyak luka yang kian membiru, tapi ia abaikan justru laki-laki itu merebahkan diri seraya memejamkan mata.
Tuhan sampai kapan semua ini, jika tidak berhenti tolong lapangkan saja hati ini, batin Raka merasakan nyeri di punggung.
Raka bangkit kemudian mengambil sebuah kotak di laci kamar, dia mengecek tabungannya. Kalau dibuat berobat, dia tidak punya pegangan belum lagi nanti kalau ada sesuatu yang mendadak.
Matanya beralih pada celengan berbentuk ayam jago, sudah sejak kecil dia rajin menabung. Jika dia menang turnamen atau dapet uang dari ngamen dia sisihkan sebagian. Rencananya akan ia belikan motor.
"Nggak!" elak Raka berusaha untuk tidak mengulik uang dalam celengan.
Tok... tok... tok ....
Ketukan pintu terdengar halus, meski belum melihat Raka tahu siapa yang datang. Buru-buru Raka merapikan kembali laci dan lemarinya."Masuk, Bunda. Kamarnya nggak Raka kunci!" ujarnya langsung duduk, seakan tidak terjadi apa-apa.
Wanita yang membawa kotak P3K duduk di hadapan Raka seraya mengusap lembut pipi jagoan kecilnya. "Mau nyembunyiin semua ini dari Bunda?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Raka [END]
Teen FictionKamu melihat jiwanya setenang lilin, tapi sungguh berulang kali dia harus bertahan saat angin mencoba memadamkannya. Ini kisah tentang manusia berhati suci. Namun, terdapat banyak luka di tubuhnya. Dia, Raka. Juga kisah aunty dengan keponakan yang s...