48. Membaik🥑

703 39 0
                                    

Happy Reading^^

•••

Mau dengan cara apapun kamu memfitnah, tetap saja kebenaran selalu jadi pemenangnya.
—Sasa

•••


Keesokan harinya, Sasa ditemani Rayn membawa sejumlah barang bukti karena keluarga Afsheen melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib.

Salah satu bukti yang akurat adalah jam tangan Raka, karena jam tangan itu bukan sebuah jam tangan biasa melainkan sebuah jam tangan yang di desain khusus. Ada fitur perekam suara dan gambar.

"Syukurlah, Pangeran pakai jam tangan itu," tutur Rayn bernapas lega kala melihat sejumlah bukti yang semakin meyakinkan, jika mereka akan memenangkan kasus ini.

"Kebenaran akan menang, Rayn." Pria itu hanya mengangguk seraya mempersilakan Sasa masuk mobil, kali ini mereka juga melaporkan Putra.

Sebenarnya Sasa tidak mau, tapi berkat dorongan papanya Virya, Surya. Akhirnya dia memberanikan diri. Ini juga demi keselamatan anak-anaknya terutama Raka.

*****

"Kamu mau makan, sayang?" Raka menggeleng, kondisinya mulai berangsur membaik. Meski begitu dia masih harus beristirahat total.

Sasa melihat Raka sendu, bekas luka saat mereka menyakiti Raka masih terlihat dengan jelas. Sasa membantu Raka untuk duduk, kemudian mengambilkan air.

"Minum dulu, okay?"

"Makasih Bunda."

Wanita itu tersenyum, akhirnya semua kasus dia menangkan. "Udah jangan khawatir lagi mikirin semuanya, semua udah beres. Kenapa kamu masih khawatir, kamu udah terbukti nggak bersalah sayang."

Raka mengiyakan, "Bunda, Lesya mana?" Sudah beberapa hari sejak dia pulang tidak melihat adiknya, begitu juga saat di rumah sakit Lesya sama sekali tidak menjenguknya.

"Kenapa? Kamu kangen sama Lesya?"

"Enggak, cuma ... eh, dikit," candanya tersenyum tipis. Tak lama seorang gadis masuk kamarnya, langsung memeluk tubuh Raka dengan erat.

"Abang! Lekas membaik, Abang. Maaf, ya Lesya nggak di samping Abang kemarin-marin Lesya takut."

Menyadari ucapan adiknya Raka menoleh. "Takut kenapa?"

"Takut lihat Abang, kata Bunda kondisi Abang lumayan parah," ujarnya menunduk, tapi saat itu juga Raka mengangkat dagu Lesya. "Katanya anak PMR kok takut?"

Lesya berdecak sebal, dasar abang sialan. Dia hanya menemui Raka hanya saat laki-laki itu tertidur pulas.

"Raka ada yang mau jenguk kamu," ujar Sasa membuat Raka menoleh, bundanya datang bersama seorang gadis dengan rambut dikuncir kuda dan membawa seorang bocah berusia tiga tahunan.

"Virya ...," gumamnya tersenyum simpul, mengingat bagaimana perjuangan Virya dan papanya untuk menyelamatkan Raka. Bukan kali ini saja, tapi saat di hutan dulu Virya juga lah yang menyelamatkannya.

"Akak Raka!" seru Ocha langsung memeluk, Raka begitu erat antara rindu dan haru yang bercampur menjadi satu. "Gimana kabarnya?"

Raka mengangkat tubuh mungil itu ke pangkuan seraya mencium pipi chubbynya. "Wangi banget, habis bedak berapa box, Cha?" candanya tertawa renyah.

"Satu truck!" jawab Ocha asal, maniknya menatap wajah Raka dengan sulit diartikan kemudian tangannya penasaran menyentuh wajah Raka. "Akak, apa ini sakit?"

Raka menggeleng, tapi Ocha malah menangis membuat mereka bingung. "Tapi Akak bakal sembuh, 'kan?"

Ocha tidak bisa melihat Raka dengan segala lukanya, meski masih kecil dia tahu bagaimana sakitnya karena dulu dia pernah melihat orang tuanya yang terluka sebelum meninggal.

"Hei, kenapa lu yang nangis, kan gue yang sakit?" Raka sendiri pun bingung dengan sikap ocha. "Akak nggak akan pergi, 'kan?"

"Hah? Maksudnya Ocha?" Raka mengerutkan kening, masih bingung dengan perubahan sikapnya.

"Papa juga pernah luka, Akak terus pergi," katanya terbata-bata mendengar hal itu, Virya ingin mengambil Ocha. Namun, Raka mencegahnya. "Kan gue masih di sini, Cha."

"Beneran?"

"Iya."

"Euhm, daripada Ocha nangis mau nggak lihat-lihat koleksi boneka kak Lesya?" tawar Raka membujuk Ocha agar mau berhenti menangis. Mendengar namanya disebut gadis itu terbelalak kaget, kemudian mengerti arah pembahasan Raka.

"Ah, iya ayo, Cha." Lesya mengajak Ocha keluar, di ruangan itu hanya ada Raka dan Virya sedang bundanya masih ke bawah menyiapkan hidangan untuk mereka.

"Virya."

"Kenapa, Ka?"

"Thanks for everything," kata Raka membuat Virya menggeleng. "Udah kewajiban juga!"

Tanpa gadis itu sadari, Raka mengangkat tangan Virya kemudian mengusap balutan kasa sterilnya. "Gegara gue tangan lo luka."

"Kita hadapi bareng-bareng," kata Virya sembari tersenyum. "Terima kasih sudah pernah ada, lo adalah orang yang bisa buat gue jatuh cinta seindah ini. Terima kasih Anantavirya Pastika."

"Lo juga cinta pertama gue, Ka. Makasih banyak telah mengajarkan arti sebuah cinta."

"Ya, gue janji gue akan jadikan lo yang terakhir dan selamanya di hati gue," kata Raka dengan sungguh, meski hanya dibalas candaan oleh Virya.

"Puitis sekali Anda, hahaha. Udah, oh ya lo suka cookies nggak?"

"Kenapa? Cookies buatan lo udah jadi?" Virya menggeleng. "Kalau tangan gue udah enakan, euhm entar gue kirim deh mau nggak?"

"Pastinya," jawabnya sedikit tertawa. "Kira-kira enak nggak, ya?"

"Oh, soal rasa jangan ditanya enak dong kan resepnya dari mama turun temurun gitu."

"Nah, kalau ini gue yakin pasti enak, tapi lo harus janji lekas sembuh."

"Pasti, biar bisa main ujan-ujanan sama lo, ya hehe."

"Serah, deh." Tak lama bunda datang membawa camilan dan minuman kepada Virya.

*****

Saat kondisinya sudah benar-benar membaik, Raka dan sahabatnya menuju ke anak jalanan yang sering Raka ajar niat mereka ingin berbagi.

Raka boncengan sama Vero karena tadi ban motor Vero kempes, sedangkan Alwi dan Arfan sendiri-sendiri. Ya, mereka hanya berempat karena hari sudah semakin malam tidak baik melibatkan Virya, Allea, Lesya atau Vina juga karena faktor tempat yang bisa dibilang tidak cukup aman bagi perempuan.

.
.
.
Mereka baik? Iya, buaik banget👍

Last🥀

Hi, Raka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang