Happy reading^^
Jika bukan gue lalu siapa lagi yang melindungi bunda dan adik gue? Bahkan, gue siap jika nyawa taruhannya.
—Raka Syahputra•••
Setelah diperiksa dokter, Sasa keluar rumah untuk menebus obatnya sedangkan Raka yang menjaga Lesya karena sejak tadi genggaman tangan Lesya tak terlepas dari tangan Raka."Abang," panggil Lesya membuat Raka yang sedang minum menoleh. "Kenapa, Sya?"
Wajah pucat Lesya seakan memperjelas kondisinya saat ini, membuat siapa saja tidak tega melihatnya. Raka yang menyadari hal itu hanya bisa menenangkan Lesya sebisanya.
"Lesya tau ayah banyak salah sama Abang, ayah banyak nyakitin Abang, tapi ... ayah adalah ayah terbaik buat Lesya, Lesya rindu ayah! Abang bisa bawa ayah ke sini?" tanya Lesya diselingi air mata kerinduan yang tak bisa dibendung, dia sedikit takut khawatir nanti Raka akan marah.
Raka terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi dia ingin Lesya segera sembuh, tapi di sisi lain sebuah tembok besar antara dia dan ayahnya tidak bisa dirobohkan. Hubungan keduanya tidaklah baik.
Perlahan Raka mengusap pipi Lesya yang kemerah-merahan, "Tadi lo ketemu ayah?"
Lesya menggeleng, "Lesya cuma lihat mobil ayah ... Lesya hafal nomer plat-nya."
"Kalau ayah ke sini janji lo bakal sembuh?" Lesya mengiyakan, dia bangkit dan memeluk abangnya. "Bawa ayah ke Lesya!"
Mana bisa dia mengabaikan rengekan Lesya, meski hatinya terasa ngilu karena tak bisa membuatnya tenang Raka tetaplah Raka dengan segala ketenangannya.
Bukannya semakin menurun demam Lesya semakin tinggi, meski sudah dibawa ke rumah sakit pukul satu dini hari tadi tetap saja kondisinya semakin memburuk.
"Bunda, demam Lesya cepat sekali naik," lapor Raka membuat Sasa setengah takut. "Bunda akan bicara sama dokter dulu, ya."
"Bunda ayah nggak bisa dihubungi?" Sasa menggeleng, dia sudah ribuan kali menghubungi Putra. Namun, tidak juga tersambung setidaknya pria itu hadir untuk putri kesayangannya. Jika sudah seperti ini, maka obatnya adalah kehadiran Putra. Namun, harus bagaimana jika Putra saja tidak ingin menemui kedua anaknya lagi.
Terpaksa dia menunda perceraian, meski semua berkas sudah siap, Sasa harus fokus kesehatan Lesya dulu. Jangan sampai dia nanti menyesal gegara memperjuangkan keadilan, Lesya tidak bisa diselamatkan.
Tubuh Lesya sudah dipasang beberapa alat bantu, agar kondisinya tidak semakin memburuk.
"Nanti bunda akan cari cara, kamu sekolah, ya jangan sampai bolos!" Sasa mengingatkan Raka seraya mengusap pelan rambut Raka.
*****
Embusan angin menerbangkan pucuk rambutnya, seorang laki-laki yang berseragam putih abu-abu itu berdiri menatap keindahan sudut kota dari atas rooftop sekolah.
"Bunda, Raka harus bagaimana ...."
"Haruskah Raka memohon ke ayah?"
Suara derap kaki membuatnya memejamkan mata, meski belum tau siapa itu Raka berkata, "Jangan ganggu gue bisa?"
Suara itu berhenti tepat di belakangnya, Raka menghela napas dia ingin mencari ketenangan agar bisa berpikir dengan jernih dan dapat keluar dari masalah lalu mengapa gadis ini selalu saja menganggu ketenangannya.
"Euhm, kamu kenapa ke sini sendiri?" Pertanyaan Afsheen terabaikan, sumpah pikirannya sudah kacau jangan ditambah lagi.
"Bukan urusan lo, sekali lagi jangan ikuti gue!" seru Raka meninggalkan rooftop sekaligus meninggalkan Afsheen. "Raka mau jus alpukat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Raka [END]
Teen FictionKamu melihat jiwanya setenang lilin, tapi sungguh berulang kali dia harus bertahan saat angin mencoba memadamkannya. Ini kisah tentang manusia berhati suci. Namun, terdapat banyak luka di tubuhnya. Dia, Raka. Juga kisah aunty dengan keponakan yang s...