Happy reading^^
Kedua orang tuanya sibuk di pengadilan dia malah nyari tempat persembunyian.
—Raka Syahputra.•••
"Huem ... Abang ...," lirih Lesya mulai membuka mata, bukannya melepaskan pelukan gadis yang saat ini memakai dress panjang berwarna putih dengan jaket denim mengeratkan pelukannya.
"Gue di sini, anak ayam. Kenapa?" Raka mengusap lembut bahunya. "Ayah mana?"
Jleb!
Andai Lesya tahu kalau Putra ingin membawanya pergi jauh dari bunda dan abangnya, andai Raka langsung bilang jika ayah yang amat disayanginya telah berbohong dan membuatnya tertidur dengan obat tidur. Semua itu hanya andai, mana mungkin Raka dengan terang-terangan mengatakannya.
"Lihat gue!" pinta Raka membuat Lesya mendongak, menatap bola mata bewarna coklat terang milik Raka.
Lesya bergumam sedikit tak fokus karena kepalanya masih terasa pening, tapi dia tetap menatap abangnya. "Kenapa?"
"Lo sayang gue?" Tentu saja dengan cepat gadis itu mengangguk, dia menyayangi Raka seperti halnya dia menyayangi kedua orang tuanya. "Lo percaya sama gue?"
Lagi-lagi Lesya hanya menggerakkan kepala, dia masih enggan untuk berbicara. "Boleh gue gantiin posisi ayah buat lo?"
"M—maksud Abang apa? Ayah di mana?" katanya dengan mata sendu, seperti orang yang kehilangan sesuatu. "Ayah baik-baik saja, tapi untuk sekarang lo harus nurut sama gue, bisa? Kalau mau nangis atau ngadu, ngadu ke gue jangan ke bunda atau ayah."
"Kenapa?"
Raka tidak menjawab, silakan saja melukai dirinya bahkan kalau perlu menghancurkan dirinya. Namun, jangan harap bisa menyakiti bunda dan adiknya. Raka akan mengibarkan bendera perang pada siapa saja yang menyakiti kedua perempuan yang sangat berarti di hidupnya.
"Gue hanya minta satu hal, percaya sama gue."
Sebenarnya Raka tidak begitu tega meminta secara langsung agar Lesya melupakan sang ayah. Raka sadar betul bagaimana posisi Putra di kehidupan Lesya. Namun, dia tidak ingin jika Lesya terluka karena ulah ayahnya. Raka hanya ingin Lesya selalu berada di sampingnya tanpa pergi ke mana-mana dan tentunya baik-baik saja. Biar dia saja yang menerima semua perlakuan buruk ayahnya, jangan Lesya atau bunda.
"Lesya selalu percaya sama Abang. Euhm, kita mau ke mana? Abang udah izin ayah buat bawa Lesya?" Raka berbohong, dia mengatakan jika Putra mendadak ke luar kota dan dirinya diminta untuk menjemput Lesya.
"Gue mau ajak lo beli coklat mau, 'kan?" tawar Raka berusaha mengalihkan pembicaraan, dengan senang hati Lesya mengiyakan ajakan abangnya. "Coklat kayak yang mau dikasih kakak cantik?"
"Iya, terserah. Oh, ya gue mau ajak lo ke rumah sahabat gue, mau?" Lesya bingung antara senang atau sedih, karena sahabat Raka pasti laki-laki dia sedikit takut di rumah laki-laki asing. Seakan paham dengan perasaan Lesya, Raka kembali melanjutkan ucapannya. "Di sana ada adiknya."
"Lama?"
"Sementara kita nginap di sana, mau?" Raka meyakinkan Lesya, jika sahabatnya ini baik. "Dia baik kok, Sya. Udah teruji klinis, ya meski rada garangan."
"Abang nggak akan ninggalin Lesya, 'kan?"
Raka menggeleng. "Buat apa gue ninggalin lo."
"Abang, Abang!"
"Hm?"
"Abang terlihat kurusan." Bagaimana dia tidak semakin kurus, makan hanya saat sempat dan pola tidurnya pun berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Raka [END]
أدب المراهقينKamu melihat jiwanya setenang lilin, tapi sungguh berulang kali dia harus bertahan saat angin mencoba memadamkannya. Ini kisah tentang manusia berhati suci. Namun, terdapat banyak luka di tubuhnya. Dia, Raka. Juga kisah aunty dengan keponakan yang s...