42. Rain🥑

355 38 6
                                    

Happy Reading

•••

Bahagia selalu ganteng.
Anantavirya Pastika

•••

Juga.
—Raka Syahputra

•••


"Kamu tau?" Virya menggeleng, melihat Raka seksama.

"Bisa-bisanya ngungkapin perasaan di depan kamar jenazah," ujar Raka membuat Virya membelalakkan mata kemudian menoleh melihat ruangan suram nan mencekam.

Satu lagi kenapa Raka merusak momen di antara mereka. Padahal hari ini Raka sangat manis.

"Dahlah, entar habis jenguk Lesya kutunggu di parkiran," ujar Raka dengan senyuman manis. "Emang kita mau ke mana?"

"Nanti, sekarang jenguk gih ruangannya paling pojok, aku pulang dulu." Setelah pamit, Virya ke kamar mandi sebentar mencuci wajah agar terlihat segar kemudian baru menemui Lesya.

*****

Bukan ke cafe ataupun taman, Raka mengajak Virya ke salah satu tempat di mana dia bisa bercerita apapun tanpa batas waktu. Di sini dunianya pernah hancur.

"Ini kakek, dia adalah orang yang gue eh, maksudnya aku sayangi sejak dulu. Bahkan kalau ada apa-apa aku ngadunya ke kakek," cerita Raka sembari menaburkan bunga dan sebotol air yang dia beli di depan area pemakaman.

"Kenapa nggak ke bunda?" Raka menggeleng. "Bunda sudah banyak pikiran, aku nggak mau bunda sakit."

"Kamu tau dulu saat aku hampir dipukul Ayah, kakek yang ngelindungi."

"Tidak apa, Ka. Kalau nangis nangis aja jangan dipendam bakalan sakit." Raka tertunduk kemudian mengusap batu nisan atas nama Hutama. "Mana bisa aku menangis di depan orang yang senantiasa mengajarkanku untuk kuat."

Setelah berdoa Virya berdiri, tapi melihat Raka yang sepertinya masih merindukan sosok kakeknya Virya berkata, "Aku tunggu di depan, ya."

Virya berpikir mungkin saja Raka memerlukan waktu privasy bercerita kepada Hutama sendiri.

Setelah mereka dari makam, Raka mengajaknya keliling kota menikmati gerimis yang mulai mengguyur ibu pertiwi. Sejenak Raka menawarkan Virya untuk berteduh, tapi kata Virya terus aja. Dia tidak akan melewatkan momen ini, kapan lagi bisa hujan-hujanan bersama Raka.

"Raka kalau aku berteriak akankah ada yang mendengar?" tanya Virya dengan suara lantang, khawatir laki-laki itu tidak dapat mendengarnya.

"Enggak, tapi kayak orang gila teriak-teriak nggak jelas!" canda Raka tertawa sebentar membuat Virya memukul bahunya. "Kata orang bisa buat lega!!"

"Kan kata orang!" Virya mendengus kesal.

"Semakin deras, Ya. Kita berhenti dulu, ya." Akhirnya gadis itu mengangguk setuju melihat sebuah halte. Mereka bisa berteduh di sana, kebetulan pedagang jasuke juga meneduh lumayan untuk mengisi perut agar tidak kosong.

"Dimakan gih, biar kenyang," kata Raka memberikan sebuah cup berisi jagung, susu, dan keju yang masih hangat.

"Raka!"

"Iya?" Raka menoleh melihat gadis itu tersenyum. "Makasih, udah buat impian aku jadi nyata."

"Sama-sama."

"Tanya anjir impian apa, lo mah nggak ada manis-manisnya sejak tadi! Gue mau teriak, kata lo kek orang gila sekarang ... bikin emosi mulu jadi orang."

Hi, Raka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang