50. About You🥀

893 49 4
                                    

Happy reading^^

Bunda, Raka di sini. Raka pamit, ya Raka sayang Bunda.
—Raka Syahputra

•••


Semilir angin menerbangkan pucuk rambutnya, seorang wanita dengan dress panjang dengan menggenggam berbagai jenis bunga. Dia sendiri di sini, di hamparan luas bak taman syurga.

Langkahnya menguntai indah menghampiri sesosok laki-laki tinggi semampai, dia menepuk pundaknya sekilas.

"Raka?"

Wajahnya yang berseri langsung mencium kaki Sasa membuat Sasa segera membangunkan dirinya, tatapan Sasa begitu dalam seakan mengisyaratkan banyak tanya dia membelai lembut pipi Raka.

"Kamu nggak papa, sayang?" Raka menggeleng, tak menunggu waktu yang lama cowok itu segera memeluk bundanya erat air matanya perlahan jatuh sedang rangkaian bunga yang berada di genggaman Sasa jatuh seketika tak lama kemudian terbang terbawa angin.

Menyadari Raka menangis, Sasa langsung mengusap kepalanya lembut. "Hei, jagoan bunda kenapa?"

Cukup lama terdiam akhirnya Raka berkata, "Kepala Raka sakit Bunda ...."

Sasa tersenyum kemudian sedikit berjinjit untuk meniup kepala Raka, berharap dapat menjadi obat yang mujarab.

"Sini ...," lirih Sasa duduk kemudian Raka menjadikan pangkuan Sasa bantal, dia terpejam beberapa saat. "Kenapa sakit?"

"Nggak tau, Bunda. Sakit ...."

Ibu mana yang tega melihat anaknya kesakitan, dia mengusap-usap kepala Raka pelan kemudian menciumnya. "Gimana?"

Wajahnya sedikit pucat, tapi tidak mengurangi seri wajahnya. "Udah enggak, Bunda."

"Yakin?" selidik Sasa masih belum percaya, apa Raka membohonginya?

"Iya, Bunda. Bunda!" Dengan santainya Sasa menaikkan alis. "Kenapa?"

"Raka pergi dulu, ya mau ke sana. Bunda jaga diri baik-baik, selamat tinggal bunda!" ujar Raka melambai dengan senyum yang masih terpampang jelas di wajahnya.

"Raka ... mau ke mana?" Sebenarnya dia ingin menghentikan, tapi entah mengapa rasanya tidak bisa dia ingin selalu menggenggam erat jemari putranya, lantas kenapa jangkauannya terlalu jauh?!

"Raka ....!" racaunya langsung terbangun dari tidur, melihat sekitar. Lagi-lagi dia memimpikan putranya.

Begitu teringat kejadian tiga hari yang lalu, Sasa langsung mengeluarkan butiran cairan bening dari pelupuk mata kemudian memeluk hoodie hitam kesayangan Raka.

"Raka ...."

"Bunda sayang kamu, Nak. Kenapa nggak pulang?" Sasa terisak dalam tangisnya, menyadari bundanya terbangun seorang gadis dengan mata sembab dengan hidung memerah itu langsung terbangun.

"Bunda?" Lesya langsung memeluk Sasa erat, dia masih belum memedulikan tampilannya yang sangat berantakan. "Bunda nggak papa?"

Sasa menggeleng, sejak hari itu nafsu makannya menghilang, bahkan tangan Sasa dipasang selang infus karena selama tiga hari tubuhnya tidak kemasukan makanan.

"Raka ...."

Berat rasanya mengatakan. "Abang sudah tenang, Bunda."

Lesya memalingkan wajah, dia masih belum percaya jika Raka sudah pergi. Lesya sama terlukanya seperti Sasa. Namun, dia harus terlihat kuat di depan semuanya..

"B—bunda istirahat saja dulu ...," lirihnya membantu Sasa tidur sembari mengusap jejak air mata Sasa, kemudian menarik selimutnya.

"Bunda, kalau Bang Raka nggak ada Lesya yang akan jagain Bunda." Tekadnya tersenyum getir dengan hati yang masih perih, kehilangan itu sangat menyakitkan.

Tanpa Lesya sadari seorang cowok berada di sekitar mereka, dia mengusap kepala Lesya pelan meski dia tahu Lesya tidak akan pernah menyadari kehadirannya.

"Lo harus jadi singa gue, anak ayam. Gue selalu di samping lo." Senyumannya masih sama, laki-laki pemilik bibir tipis itu meletakkan kepala di tangan Sasa, meski dia tidak menyadarinya.

*****

Jam menunjukkan pukul tengah malam, tapi gadis itu belum bisa memejamkan mata dia memeluk lututnya sendiri dengan mata yang tak henti mengeluarkan tangis.

"Abang ...."

"Bagaimana Lesya bisa hidup tanpa Abang, Lesya rindu sangat rindu," ujarnya menyembunyikan wajah di balik selimutnya, sampai air matanya mengering pun Raka tidak akan pernah kembali.

"Abang ...."

Lesya menatap langit-langit kamar, membayangkan betapa indahnya momentum bersama Raka. Semua kenangan itu seperti film lama yang terputar dengan sendirinya di otak.

Dia hanya ingin bersama Raka atau jika tidak Lesya ingin melihat Raka meski hanya sebentar.

"Abang sakit? Biar Lesya yang gantiin posisi Abang, Abang nggak boleh pergi, kenapa bukan Lesya saja, Bang?" Ucapan Lesya semakin kehilangan arah, dia mengutarakan apa yang ada di hatinya.

"Semua orang sayang Abang, bahkan Bunda belum berhenti menangis sampai hari ini. Kenapa bukan Lesya? Lesya hanya sampah di sini, setidaknya jika Lesya pergi Bunda tidak akan sesakit ini," kata Lesya memukul bantalnya, kemudian menutup wajahnya dengan telapak tangan.

Raka kembali mengeluarkan tangis, ketika dengan jelas melihat orang-orang yang ia sayangi masih bersedih atas kepergiannya sedang dia sendiri sudah tidak bisa melakukan apa-apa.

"Abang jahat udah ninggalin Lesya! Abang jahat," kata Lesya dengan tekanan amarah dengan cepat Raka memeluknya meski dia tahu pelukan itu tidak bisa Lesya rasakan.

"Gue di sini, Sya. Gue di sini udah lo jangan nangis lagi," sahut Raka tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya.

Pada akhirnya Lesya menyerah dengan perasaan sesak, untuk merindukan Raka kenapa harus sesesak ini. Dia membuka secarik kertas yang terselip dalam buku kata Rayn itu dari Raka untuknya.

Don't cry princess-nya Abang
Gue selalu di samping lo, jangan nyerah! Jika gue nggak ada lo harus jadi singa buat bunda. Lo harus bisa jagain bunda.

Bukannya berhenti, tangisnya semakin membuncah. Lesya terbaring lemas dengan perasaan yang sulit diartikan sedang di pojok ruang Raka hanya memandang adiknya dengan senyum miris.

"Setidaknya semua kenangan dan surat gue akan menuntun hidup lo, meski gue tahu itu berat, anak ayam."

*****

Berbeda dengan suasana di rumahnya, Saat Raka ke rumah Virya gadis itu hanya terdiam dengan sesekali mengusap pigura, potret seorang yang amat dicintainya.
.
.
.
Ini yang bener🥀

Are you okay.

Raka Syahputra said, "Gue pamit, ya."

Hi, Raka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang