Happy reading
Tidak ada yang lebih memahamimu, selain dirimu sendiri. —Raka Syahputra
••••••
"Vriya!!"
"Nama gue Virya!" ketus Virya tidak terima namanya diubah seenaknya, gadis dikuncir kuda itu ingin mengambil Ocha yang saat ini dalam dekapan Raka. Namun, nyatanya Ocha seakan tidak mau lepas dengan Raka
Virya berdecak, padahal yang Virya tau mereka baru saja bertemu lantas mengapa Ocha begitu lengket dengan Raka.
"Jangan dipaksa," saran Raka mengusap punggung Ocha yang hampir saja menangis karena paksaan Virya, dia melirik keempat temannya yang bukan membantu malah tertawa sendiri.
"Huft, sialan emang!" umpatnya dengan suara kecil, agar tidak sampai terdengar Ocha
"Masalahnya gue pengen pulang, Rak. Nanti siapa yang nganterin dia? Ekskul PMR gue udah selesai," lanjut Virya bersedekap dada. Dia memutuskan untuk duduk di sebelah Raka, menyerah. Membiarkan Ocha sampai puas bermain bersama Raka. "Nama gue, astagfirullah. Entar gue yang anterin!"
"Enggak, gue nggak percaya sama lo entar adik gue lo culik lagi," tebak Virya mengembuskan napas.
"Lha lo ngapain bawa-bawa adik lo ke sekolah?" tanya Raka melihat Ocha yang anteng di pangkuannya, dia memainkan gantungan kunci cinderrela.
Sebenarnya Virya juga tidak ingin mengajak Ocha ke sekolah, tapi keadaan yang menuntutnya. "Orang tua Ocha kerja, sedangkan mama gue tadi ada acara," jawab gadis itu apa adanya.
Sepertinya teman-teman Raka benar-benar tidak punya hati, mereka malah melanjutkan permainannya.
"Ocha ...." Mendengar panggilan dari Raka gadis itu mendongak, menatap manik coklat milik Raka tak lama dia menunduk. "Maaf, Akak. Ocha bikin lepot."
Suara Ocha sangat menggemaskan, Raka mengerti bahasa Ocha meski anak ini masih cadel. Hampir saja dia menangis jika Raka tidak segera menggeleng, Ocha tersenyum kecil.
Melihatnya, kenapa dia seakan melihat adik kecilnya. Hampir saja Raka kehilangan kata saat tahu gadis mungil di pangkuannya saat ini mirip sekali dengan Alesya kecil, Alesya yang menemaninya bermain, dan Alesya yang sanggup membuat tawanya terdengar renyah meski bentakan ayah terdengar nyaring di telinga.
"Sekarang Ocha pulang dulu sama tukang sihir ...," sarannya terpotong dengan suara Virya. "Gue bukan tukang sihir."
"Iya deh, tukang pijet hahaha," imbuhnya membuat Virya merajuk seperti anak kecil, memang bener-bener nih cowok. Kemarin sikapnya dingin, tapi kenapa sekarang jadi sereceh ini.
"Akak ngusil Ocha?" Sekali lagi Raka menggeleng, berusaha memberikan pengertian yang dapat dipahami oleh anak kecil berusia tiga tahunan.
"Besok-besok Ocha masih bisa main sama kakak, 'kan? Tapi sekarang Ocha pulang dulu," kata Raka membuat Ocha mengangguk. "Udah sore, Cha. Kasihan Kak Vriya nungguin Ocha," lanjutnya. Virya pasrah mendengar Raka salah menyebutkan namanya.
"Besok main?" Raka mengangguk mantap. "Janji?"
Raka heran, kenapa anak ini sulit sekali mempercayainya apa jangan-jangan kakaknya sering dibohongi cowok, makanya tidak mudah mempercayai sebuah omongan.
Mereka saling menautkan jari sebelum Virya mengambil Ocha di pangkuan Raka, gadis itu melihat seorang perempuan dengan rambut panjang hitam lagam yang terurai dengan indahnya.
"Ocha!!"
"Lo ke mana aja, Lea?"
"Sorry, tadi gue ninggalin Ocha di kantin," kata Allea menyesal, tapi syukurlah saat melihat Ocha tidak apa-apa gadis itu merasa lega. "Makanya jangan ceroboh Lela!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Raka [END]
Teen FictionKamu melihat jiwanya setenang lilin, tapi sungguh berulang kali dia harus bertahan saat angin mencoba memadamkannya. Ini kisah tentang manusia berhati suci. Namun, terdapat banyak luka di tubuhnya. Dia, Raka. Juga kisah aunty dengan keponakan yang s...