47. I'am Tired🥑

706 43 0
                                    

Happy readinv

••

Jangan korbankan diri hanya untuk gue, Ka. Kan janjinya kita hadapi bareng-bareng kenapa lo ngadepi ini sendiri?
—Anantavirya Pastika.

•••

Gue hanya takut lo terluka, Ya. Biar gue aja yang ngerasain sakit.
—Raka Syahputra.

•••


Srek!

Tidak, belati itu tidak mengenai tubuh Raka. Namun, seseorang menggenggamnya dengan erat agar tidak sampai mengenai tubuh Raka yang sudah babak belur.

"Jangan sakiti Raka lagi."

Brak!

Tak berselang lama papanya Virya menepis belati itu agar tidak menyakiti anaknya lagi, dia menghadap Putra tanpa kenal takut.

"Bukankah Anda ayahnya? Lantas kenapa begitu mudahnya percaya dengan cerita orang asing yang menuduh putra Anda? Tidak percayakah Anda pada putra Anda? Bahkan saya yang baru bertemu beberapa kali saja, masih tidak percaya jika Raka melakukan hal itu." Putra tersenyum miring. "Emang dia anak saya?"

"Jika bukan, kenapa Anda menyiksanya?" Putra terdiam, mencari alibi agar keluarga ini tidak mencampuri urusannya. Putra menelisik, sepertinya keluarga Virya bukan orang sembarangan.

"Pertanyaan saya belum dijawab, kenapa Anda membenci anak ini? Jika tidak menginginkan dia baiklah, tapi satu jangan siksa dia lagi. Bahkan jika Anda izinkan, saya bisa membiayai dan merawat Raka daripada Anda menyiksanya."

Terlihat dari caranya berbicara seakan tidak pernah kenal kata takut dan terdapat penekanan dalam setiap kata.

Di sisi lain, Virya langsung melepas bandana bewarna biru untuk dililitkan ke tangan kanan yang masih mengucurkan cairan berwarna merah. Tidak tinggal diam, dia membantu Raka untuk duduk.

"Nggak papa, Ka. Tenang, okay." Virya meletakkan dagu Raka di bahunya sedang tangan Virya terus mengusap punggung laki-laki itu agar tercipta sebuah ketenangan.

Virya melepas jaket kemudian memakaikannya ke tubuh Raka, agar laki-laki itu tidak kedinginan.

"Virya ... gue capek."

Gadis itu mengusap sudut matanya yang berair kala melihat penderitaan Raka yang datang silih berganti, dia membersihkan bekas sepatu di kepala Raka.

"Nggak papa, entar istirahat dulu okay." Raka hanya mengangguk, seperti tidak bertenaga.

Virya menatap nanar wajah Raka kemudian menangkupnya pelan agar tangannya tidak sampai melukai wajah yang penuh dengan luka lebam itu. "Tadi, kenapa kamu ke rumah Afsheen, Ka?"

"Gue ... gue pengen nunjukin bahwa dia adalah orang yang meneror lo selama ini," jawab Raka apa adanya.

"Jangan korbankan diri hanya untuk gue, Ka. Kan janjinya kita hadapi bareng-bareng kenapa lo ngadepi ini sendiri?"

"Gue hanya takut lo terluka, Ya. Biar gue aja yang ngerasain sakit. Bunda ...."

"Iya, Ka. Entar kita bertemu Bunda, bentar lagi."

"Virya ... gue boleh pulang?" Raka memejamkan mata di tengah perdebatan antar kedua orang tua mereka.

Kenapa hati Virya ketar-ketar seperti ini? Dia mengusap pelan punggung Raka, dia tidak begitu paham dengan ucapan Raka. Namun, ada sebuah rasa tidak rela saat Raka mengatakan 'pulang'. "Nanti."

Hi, Raka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang