37. Sulitnya ikhlas

4.4K 308 26
                                    


Ikhlas itu bohong, saat hati masih merasakan sakit melihat seseorang yang ingin bersamanya.
∞∞∞

“Atas dasar apa kamu menuntut cerai dari saya?” Kak Gibran bertanya dengan nada tak terima.

“Karena Kak Gibran telah membuat banyak luka di hati Aiza. Kakak selalu mengabaikan perasaan Aiza. Sekarang Aiza baru sadar, luka yang selama ini Kakak torehkan udah bernanah dan itu sulit buat Aiza sembuhkan. Dan lagi, melihat wajah Kakak hanya akan mengingatkan Aiza sama penderitaan ini.”

Aku memundurkan kursi roda, membentangkan jarak. “Jadi Aiza mohon, jangan lagi muncul di hadapan Aiza. Untuk itu lebih baik kita pisah.”

Tanpa menunggu jawaban. Aku melajukan kursi roda meninggalkannya dalam keterpakuan. Sungguh, aku tidak sanggup melihatnya terluka. Lebih baik aku yang menangggung luka itu sendiri. Aku ingin Kak Gibran bahagia. Menahannya bersamaku hanya mengartinya satu hal, bahwa aku sangat egois.

“AIZA!” Teriakan yang di susul suara langkah mendekat. Aku cepat-cepat keluar dari rooftop. Berbelok ke sembarang arah supaya dia tidak dapat mengejarku.

“AIZA TUNGGU! DENGARKAN AKU. MAAFKAN KESALAHANKU. TAPI AKU MOHON, JANGAN PERGI. KAMU ADALAH SEPARUH HIDUPKU. AIZA KEMBALILAH ....”

Tangisku tak lagi terbendung. Sambil menahan isakan yang hendak meledak, aku mengintip dari sela dinding tempatku bersembunyi. Menyaksikannya berlutut di lantai dengan bahu bergetar.

“Kak, Aiza haru pergi. Aiza nggak bisa lagi di sisi Kakak. Mungkin sekarang Kakak sedih tapi suatu saat kebahagiaan akan menghampiri Kakak.”

“Selamat tinggal, Kak Gibran....” Mengusap bayangan kepalanya dari kejauhan.

*** 

Dokter Abyyan tidak memberikan izin aku keluar dari rumah sakit. Dokter berpenampilan fasionable itu malah membeberkannya pada Kak Gibran. Tentu saja, dia menolak dengan tegas. Selain itu dia pun menitipkan surat melalui Dokter Abyyan.

Intinya surat itu menegaskan supaya aku tetap menjalani perawatan di rumah sakit sampai sembuh, sebagai gantinya, dia tidak akan muncul di hadapanku. Dia memberikan aku waktu untuk memikirkan kembali keputusanku itu. Dia juga berharap hubungan kami bisa membaik lagi. Namun, dia tidak akan memaksaku.

Menenangkan diri. Aku menghabiskan waktu di kantin. Membeli secup es krim berukuran sedang. Beban di kepalaku terlalu banyak dan ribet. Mendinginkannya dengan kudapan manis nan dingin merupakan pilihan terbaik.

Di tengah kegiatan asyikku menyantap es krim, seorang perempuan cantik dalam balutan jas putih khas seorang dokter berhenti di hadapanku. Senyuman hangatnya mengawali pertemuan kami. Aku sempat terhenyak sebentar. Mengamati wajah yang terpoles make up tipis dan lesung pipit di kedua pipi putihnya. Belum lagi tangan lembut yang melingkupi tanganku.

“Kamu Aiza, ‘kan? Saya Nesya, dokter spesialis OG di sini.”Tangannya terulur. Segera aku menyambut tangan lembutnya itu.

Aku mengangguk seraya berucap, “Aiza.”

Meskipun agak terkejut mendapati dokter cantik yang di gosipkan dengan Kak Gibran menghampiriku, aku berusaha tetap santai. Sementara kepalaku sedang menerka-nerka apa maksud kedatangannya.

“Boleh saya duduk di sini?” Jari telunjuk lentiknya mengarah ke bangku di depanku. Berbatas meja bundar di mana ada gelas es krim yang baru kuhabiskan separuhnya.

“Silakan. Dokter nggak perlu izin sama saya. Kursinya juga punya rumah sakit.”

Tawa merdu menguar dari bibir tipis berlapis lips balm itu. Giginya yang putih terlihat. Aku terpaku melihatnya. Sebagai sesama perempuan, aku mengakui bahwa Dokter Nesya sangat cantik. Caranya berjabat tangan, tertawa sampai duduk pun anggun sekali. Pantas saja banyak orang yang mengidolakkanya. Dia memang cocok jadi panutan.

Imam Rahasiaku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang