Imam Rahasiaku [END]

34. Keputusan

Sesulit apa pun mimpi itu, jika niat telah terpupuk kuat maka rintangan berat sekali pun, mampu untuk diterjang.
∞∞∞

“Hanya saja apa? Dokter tolong berikan informasi yang jelas. Anak saya baik-baik saja, ‘kan?” Raddan menghadap dokter sepenuhnya.

Bukan jawaban yang langsung Raddan dapatkan, melainkan senyuman tipis dokter itu. Beberapa saat hening, hingga dokter bernama Abyyan itu menatap satu persatu keluarga pasiennya. Mengupayakan berita yang akan di sampaikannya tidak akan menimbulkan kepanikan berlebih.

“Lebih baik kita bicarakan ini di ruangan saya saja. Mari semuanya ikuti saya,” sahut Dokter Abyyan. Kemudian berjalan mendahului mereka semua menuju ruangan prakteknya di koridor bagian barat.

Raddan meraih tangan istrinya lalu mengikuti langkah Dokter Abyyan. Nayla dan Gibran pun turut serta di belakang. Dalam perjalanan berbagai spekulasi hinggap di benak Gibran. Selama ini Gibran terlampau sering mendapati kejutan tak terduga di hidupnya. Dan sebagian besar kelam.

Untuk kali ini, Gibran berharap apa pun yang menimpa Aiza tidak seburuk dugaanya. Gibran akan semakin terpuruk jika kondisi Aiza tidak lekas membaik. Belum lagi, kesehatan mental Aiza tidak baik-baik saja. Takutnya kabar buruk ini berakibat fatal pada kesehatan mentalnya.

Sesampainya di ruangan bertuliskan Dr. Abyyan Gantaka Sp.B mereka bergiliran masuk. Ruangan putih dengan meja coklat serts kursi yang saling berhadapan menyambut mereka.

Dokter Abyyan mempersilakan kedua orang tua Aiza menduduki kursi di depan meja kerjanya. Sementara Gibran dan Nayla tetap berdiri di belakang dua kursi itu. Menanti berita yang hendak di sampaikan sang dokter.

“Begini, Pak, Bu. Saya menemukan kejanggalan di ovarium anak Bapak dan Ibu. Ovarium Aiza mengalami torsi ovarium atau bahasa mudahnya ovariumnya terpelintir. Maka dari itu, saya menyarakan untuk melakukan operasi lanjutan, yaitu operasi ooforektomi. Sebab jika di biarkan dapat menyebabkan nyeri hebat.”

“Ooforektomi?” Gibran menyahut shock. Pandangannya mulai tidak fokus. Berbagai informasi tentang resiko operasi itu memenuhi isi kepalanya.

“Operasi apa itu Dok?” tanya Raddan kalut. Sementara Hawa terdiam di sampingnya. Sebagai perempuan Hawa mengetahui sedikit-sedikit perihal operasi itu. Teman-temannya pernah membicarakan mengenai operasi pengangkatan rahim dan semacamnya.

“Ooforektomi atau sering di sebut juga operasi ovariektomi yaitu prosedur operasi yang bertujuan untuk mengangkat sebelah ovarium atau keduanya. Di kasus Aiza ini hanya perlu melakukan operasi ooforektomi unilateral.”

Gibran tak lagi mendengarkan penjelasan Dokter Abyyan. Tubuhnya meluruh jatuh, tak kuasa menahan beban di pundaknya. Dinginnya lantai ruangan tak mampu meredakan besarnya bara api di dadanya. Gibran marah pada dirinya sendiri. Aiza harus mengalami kejadian ini karena dirinya. Apa ini akibat dari sikap buruknya? Tapi kenapa Aiza yang menanggungnya?

“Dokter mengatakan operasi sebelumnya berjalan lancar. Kenapa anak saya masih harus menjalani operasi lanjutan? Apa tidak bisa di tiadakan saja, Dok?” Raddan buka suara setelah jeda cukup lama.

Emosi yang tadi membara seketika lenyap mendapati keadaan putrinya. Aiza adalah permata hatinya. Putri kesayangannya. Raddan merasa gagal mendapati Aiza terbaring lemah di brankar pesakitan. Raddan tahu benar sebenci apa Aiza terbaring di tempat ini.

“Tidak bisa, Pak. Operasi ini sangat berpengaruh pada kesehatan pasien. Tujuannya baik, operasi ini dapat menurunkan risiko kehamilan ektopik dan juga mencegah timbulnya kanker ovarium.”

“Apa setelah operasi anak saya bisa hamil?” Hawa menatap Dokter serius. Hawa mendengar berbagai keluhan teman-temannya tentang sulitnya hamil setelah menjalani operasi semacam ini. Mungkin fisik putrinya dapat pulih normal seperti sedia kala. Namun, bagaimana dengan mentalnya ketika mengetahui dirinya sulit memiliki anak? Hawa mengenal betul Aiza. Putrinya sangat menyukai anak kecil dan mempunyai impian membangun istana indah yang di penuhi anak-anak.