13. Sandaran

4K 302 9
                                    

Jodoh itu saling melengkapi. Saat salah satu di antaranya bersedih, yang satunya memberikan pundaknya untuk di sandari. Memberikan ketenangan sekaligus menghiburnya.
∞∞∞

Debaran jantungku mememuhi kamar yang telah di hiasi oleh bunga-bunga cantik. Mataku mengedar meneliti setiap liku dekorasi yang indah ini. Kasur bersprei putih dengan hiasan kelopak bunga mawar berbentuk hati memanah indra pengelihatanku. Di tambah lilin aroma terapi yang di letakkan di beberapa sudut kamar semakin membuncahkan perasaan bahagia serta ketenangan dalam dadaku.

Tanganku terangkat, memperlihatkam cincin bermata rubi berwarna biru nan indah yang tersemat di jari manisku bersinar di terpa cahaya lampu. Bibirku membingkai sebuah senyuman manis. Statusku telah berubah dari gadis biasa menjadi seorang istri. Aku tak pernah menyangka akan melepas masa lajangku di usia sembilan belas tahun. Tapi aku akan membuktikan bahwa aku mampu menjalankan tugas-tugas sebagai istri untuk mematuhi setiap perintah suaminya. Dengan catatan, selama perintahnya tak melanggar perintah Allah azza wa jaalla.

Tring! Kepalaku tertoleh ke arah nakas, dimana ponselku baru saja berdering. Meraihnya, aku menemukan sebuah pesan dari Nayla.

Nayla:

[Za, gue udah janji buat merahasiakan soal pernikahan lo sama dokter dingin itu. Gue juga udah bilang sama suami lo itu buat menuhi satu persyaratan dari gue.]

[Buka kado dari gue sekarang! Suruh laki lo pake sama lo juga, terus lo berdua foto dan kasih ke gue. Jangan lula kirimin ke gue fotonya lewat chat!]

Aku melongo. Tak mampu berkata-kata setelah membaca keseluruhan chat dari Nayla. Keherananku terjawab sudah tentang sikap Nayla yang tidak heboh seperti biasanya. Tadi saat dia datang ke acara pernikahanku, dia hanya memberikan kado dan doa terbaiknya untuk kami. Keheranan menyergapku kala Nayla tak mengeluarkan ponsel pintar kesayangannya yang selalu mengabadikan setiap momen baik dalam bentuk foto maupun video tapi tadi dia hanya ikut foto bersama kami sekali saja. Itu pun, menggunakan kamera milik fotografer. Ternyata, dia telah membuat sebuah kesepakatan dengan Kak Gibran.

Mengayun langkah menuju tumpukan kado di sudut kamar dekat jendela, aku mulai mencari kado berwarna pink pemberian Nayla. Kuraih kado berwarna pink dengan nama Nayla terpampang nyata di bagian depan. Kira-kira apa ya, isinya? Kotaknya berat dan saat di goyangkan tak menghasilkan bunyi apa pun. Ah, apa ini sebuah baju?

Benar saja, ketika kubuka isinya sebuah baju. Nayla sepertinya niat sekali, dia memberikan piyama couple berwarna pink. Tunggu dulu, pink? Memangnya Kak Gibran mau memakainya? Huwaaa ... Nayla membuatku dalam masalah. Bagaimana kalau Kak Gibran tidak mau? Lalu sikapnya semakin beku padaku? Naylaaa ... kenapa kamu menempatkan aku dalam keadaan yang tak menguntungkan seperti ini!

Cklek! Bunyi pintu terbuka membuat jantungku menderu kencang. Tanpa menoleh pun aku tahu kalau itu Kak Gibran. Tanganku gemetar, tanpa sadar kotak yang kupegang terjatuh.

"Jangan memasang raut seperti itu. Saya bukan monster yang akan memangsa kamu!" katanya sembari mengambil kotak yang kujatuhkan. Aku ternganga mendengarnya berbicara sepanjang itu. Memangnya raut wajahku seperti apa?

"Ini apa?" tanya Kak Gibran. Dahinya mengernyit memerhatikan isi kotak, tangannya mulai bergerak mengurai piyama tersebut. Membentangkanya hingga terlihat jelas bentuk piyama berwarna pink itu.

Aku gelagapan. "I-itu kado dari Nayla. D-dia ingin kita m-memakainya, terus dia minta kita foto setelahnya." meskipun terbata. Aku mampu mengatakan permintaan konyol Nayla di depan Kak Gibran secara singkat. Walaupun imbasnya jantungku terasa berhenti selama beberapa detik menanti jawabannya.

Imam Rahasiaku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang