Kanna Alaska menatap jam di tangannya. Jarum jam berada tepat di angka 07.00. Jelas dirinya sudah terlambat masuk sekolah. Kanna menunduk miris. Bukan, bukan karena dia terlambat ke sekolah. Tapi karena momen yang sedang terjadi di depannya saat ini membuatnya merasa sangat sedih.
Kanna semakin menunduk saat melihat Karra di perhatikan habis habisan oleh mamahnya. Karra terlambat, Kanna juga terlambat. Tapi hanya Karra saja yang di perhatikan dan di urus segala kebutuhan belajarnya. Kenapa Kanna tidak? Ah, itu sudah biasa. Tapi entah kenapa, Kanna tidak pernah terbiasa dengan itu. Kanna juga mau, Mah.
Melihat kembarannya yang memang wajahnya tidak mirip dengan-dia-karena mereka memang kembar tidak identik, itu di perlakukan sangat baik dengan mamahnya membuat hati Kanna terasa sakit. Ada iri yang nampak sangat jelas dari sorot mata Kanna. Kanna juga ingin di perhatikan, Kanna juga ingin di urus segala kebutuhannya. Tapi Kanna cukup sadar. Mau sampai kapan pun hal itu tidak akan pernah terjadi. Mustahil.
Kanna kapan, sih, digituin Mamah?
"Buruan, Mah, Karra udah telat, nih!"
Karin dengan cepat memberikan kotak makan yang baru saja dia siapkan dengan terburu buru.
Cuma satu, ya, bekalnya? Kanna gak, ya, Mah? Batin Kanna tersenyum miris.
"Di makan, ya, Kar," Karin mengelus pelan puncak kepala Karra.
"Iya, Mah, pasti!" Karra mengacungkan jempolnya singkat. "Karra otw sekarang, ya? Udah telat banget, nih!" Karra buru buru menyalami tangan Karin.
"Kak Kanna! Ayo berangkat! Mau bareng, 'kan?" Karra seperti biasa menawarkan tumpangan.
Baru saja Kanna ingin mengiyakan. Namun Karin sudah menyerobot lebih dulu. "Eh, gak, usah bareng, Kar! Kanna naik Bus aja," Karin melirik ke Kanna. Seolah berkata, nurut atau saya tidak akan bicara sama kamu seharian!
Ah elah. Gak boleh bareng mulu. Emangnya Kanna bawa virus gitu?
Kanna tersenyum tipis. "Gak perlu. Gue bisa berangkat sendiri. Naik Bus kota lebih menyenangkan ketimbang harus satu mobil sama lo," jawab Kanna membuat raut wajah Karra berubah kecewa.
"Kanna, berani kamu bicara seperti itu di depan saya?" Karin melotot. Sekali lagi Kanna tersenyum miris.
"Serba salah, ya, Mah. Soalnya Kanna, sih. Coba kalo Karra. Pasti selalu benar," sahut Kanna sebelum pergi meninggalkan ruang ini.
Kanna menaiki bus Kota. Untung saja kota Bandung adalah kota yang selalu bersahabat dengannya. Dari mulai cuaca sampai pemandangan pinggir jalan yang selalu Kanna suka. Pohon-pohon, puncak puncak kebun teh, atau hanya sekedar jalan yang terlihat indah, itu semua candu untuk Kanna. Bagaikan obat pemenang di saat hatinya terasa panas.
"Hidup Kanna kapan berubah, sih? Kayanya dari dulu gini-gini terus. Monoton. Nyakitin. Nyebelin!" gerutu Kanna saat bus yang dia tumpangi melaju cepat menuju halte yang akan membawanya pada sekolah Sma Bayangkara.
Kanna turun dari Bus. Memberi uang pas, lalu berlari menghampiri pintu gerbang yang sudah di tutup rapat. Ada sorot kecewa di mata Kanna. Sebab harapannya sirna, dia pikir semesta akan berbaik hati dan membiarkannya masuk tanpa harus berdebat dengan satpam sekolah.
"Makasih, ya, Pak. Makasih banyak sekali lagi! Baik banget, deh, Karra dibolehin masuk!" seorang Gadis sedang membungkukan setengah badan, berterimakasih kepada satpam Sma Bayangkara. Tunggu?! Bukan kah harusnya Karra bersama Kanna diluar sini?
"EHH EHHH? PAKK?! ITU, KOK, SI VIRUS BISA MASUK, SIH? BAPAKK, KOK, SAYA GAK BOLEH, PAK?"
"WAHH GAK ADIL!"
"SUMPAH BENER-BENER, YA!?"
"BENER BENER HIDUP GAK PERNAH ADIL! MASA, SI VIRUS BISA MASUK, GUE KAGA? SIALAN DAH! APES GUE!"
Kanna teriak-teriak tidak terima. Seperti orang kesetanan dia mencaci satpam tersebut yang hanya meresponnya dengan menutup telinga. Bener-bener bikin naik darah.
"Aduh neng jangan berisik! Nanti saya yang di marahin! Kalau mau masuk, yaudah sok atuh keliling sekolah sebanyak 3 kali," ucap pak satpam itu tanpa rasa kasihan.
"AIGOO! BENER BENER GAK PUNYA HATI, NIH, SI BAPAK. DASAR JAHAT! GELUDKU AING BARU TAU RASA SIA MAH!" Kanna yang memang sudah dari tadi emosi langsung meluap luap karena mendengar harus mengelilingi sekolah sebanyak 3 kali putaran. Bukannya masuk sekolah, yang ada malah masuk rumah sakit.
"Ck. Cewek kasar."
Seseorang menyambar dari arah belakang. Sontak membuat Kanna berbalik badan. Cewek itu langsung menutup mulutnya rapat-rapat saat melihat calon masa depannya ada di depan mata.
Gama Putra Baskara. Berdiri tegap dengan kedua tangan yang masuk ke saku celana abu bagian kanan dan kirinya. Matanya menyorot Kanna tidak suka. Menyorot cewek itu dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Norak," komenan Gama melayang saat melihat Gardigan Kanna yang berwarna pink. Apalagi tas Kanna juga warna pink dan ada gambar babinya.
Ya ampun Kanna salah, ya, penampilannya?
"Hmm. Eh... Itu..hmm Gama telat juga, ya, Gam?!" ujar Kanna susah payah. Mulutnya tiba-tiba saja terasa kering jika berhadapan dengan Gama. Otaknya juga jadi mendadak blank.
"Pikir sendiri. Punya otak, 'kan?" jawab Gama pedas.
Ah, Kanna sudah biasa itu mah! Kanna, mah, udah tekball. Gak bakalan sakit hati!
Kanna menggangguk pelan. "Yaudah kita bolos aja, yuk, Gam? Kebetulan ada yang ingin Kanna omongin sama Gama," Kanna menatap Gama. Ada sedikit tatapan berharap agar Gama mau setuju.
"Gak."
Kanna menghela napas kecewa. "Yah, kenapa, sih, kok, gak mau, Gam? Penting, Gam. Mau, ya?" Kanna terus memohon.
"Tentang?" tanya Gama tanpa melirik orang yang dia ajak bicara.
"Tentang perjodohan kita, Gam," ucap Kanna hati hati.
Gama menatap Kanna karena ucapan Kanna barusan. "Eh cewek kasar. Sini gue bisikin," Gama membuat Kanna mendekat antusias.
"Kenapa, Gam?" tanya Kanna ikutan berbisik.
"Gue jijik denger kata perjodohan. Jadi stop ungkit kata-kata itu di depan gue," Gama menjauh setelah menyelesaikan kalimatnya.
Raut wajah Kanna sedikit kesal, namun dia berusaha tetap sabar. Kanna ingat kata Hera-teman sebangkunya. Hera bilang, cowok cuek kaya Gama itu emang sulit buat dicairin hatinya. Tapi, sekalinya mencair, kehangatannya gak akan main main. Dari situlah Kanna tidak pernah menyerah sedikit pun. Kanna juga penasaran, sehangat apa, sih, nantinya?
"Kenapa Gama gak terima perjodohannya dengan lapang dada aja, sih, Gam? Kan udah terlanjur terikat juga," ujar Kanna berusaha keras.
"Gak minat."
"Karena Gama, gak, suka sama Kanna, Ya?" tanya Kanna.
"Ya."
"Sama, Gam. Kanna juga gak suka Gama. Tapi Kanna lagi berusaha buat suka sama Gama. Soalnya, Gama penting banget buat Kanna. Maaf, ya Gam kalo mungkin Kanna bakalan ngerepotin Gama kedepannya. Soalnya Kanna butuh Gama banget," Ucap Kanna sambil menunduk miris.
Kanna tidak main-main dengan kata-katanya barusan. Kanna akan berusaha menyukai Gama yang cuek dan berhati batu. Kanna akan berusaha mencairkan hati Gama yang dipenuhi es balok yang sudah membeku berabad abad lamanya. Demi seseorang, seseorang yang telah menyerahkan anak pertamanya ini pada laki-laki yang tidak pernah Kanna harapkan.
🐽🐽
Plis banget deh ini mah kalo suka komen terus vote gitu.
Yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY NOT ME?
Teen FictionKanna Alaska. Di asingkan oleh keluarganya sendiri. Ibunya, Karin, mengabaikan Kanna seolah Kanna tak ada dalam hidupnya. Kanna punya kembaran, dimana kembarannya diperlakukan sangat baik oleh sang ibu namun dirinya tak pernah menerima perilakuan b...