Kanna berlari kencang menelusuri lorong rumah sakit. Saat di danau tadi Kanna mendapat kabar bahwa Karin pingsan dan di larikan kerumah sakit.
Jantungnya berdetak kencang, air matanya membendung lalu perlahan menetes membahasi pipinya, dalam hatinya Kanna tidak berhenti berdoa agar mamanya baik baik saja. Semoga, semoga Tuhan mendengarkannya.
"Mama mana?!" Kanna langsung menodong Karra dengan pertanyaannya. Sambil memegeng bahu Karra, Kanna melontarkan banyak pertanyaan.
"Mama mana Kar?!"
"Keadaannya gimana?!"
"Mama baik baik aja kan?!"
"Kenapa lo gak bilang Kar? KENAPA LO SEMBUNYIIN INI DARI GUE?!" gertak Kanna lepas kendali. Namun akhirnya Kanna kembali sadar dan kembali mengatur emosinya. Ini bukan waktu yang tepat untuk melampiaskan marahnya.
"Tenang Ka, Karra juga masih syok, jangan sodorin dia sama banyak pertanyaan kaya gitu," Gama menarik Kanna agar menjauh dari Karra.
Di sini memang bukan Kanna saja yang panik dengan keadaan Karin. Tapi Karra juga. Bahkan semuanya juga panik dengan kejadian Karin yang pingsan dan harus dibawa kerumah sakit seperti saat ini.
"Kata dokter akan dilakukan tindakan kemo untuk Mama. Dan ini adalah tindakan terakhir yang bisa Dokter lakuin buat Mama. Kalau tindakan kemo ini gagal, maka gak ada yang bisa dilakuin lagi," jelas Karra jujur. Cewek itu juga berdiri lemah, dengan peka Tata menuntun Karra untuk duduk di sampingnya.
Kanna memejamkan mata mendengar penjelasan Karra tadi, dia tidak sanggup dengan semua kenyataan pahit yang dia terima. Kanna duduk ditemani oleh Gama, kondisinya sangat mengenaskan. Sungguh Kanna seperti kehilangan harapan.
"Its okey Ka. Yakin pasti bisa. Mama kamu pasti sembuh," ucap Gama meyakini Kanna.
"Kalau gagal?" Kanna melirik Gama putus asa.
"Kalau gagal gimana Gam?" desak Kanna ketika tidak mendapat jawaban dari Gama.
"Gampang banget bilang pasti bisa pasti sembuh. Kalo kenyataannya sebaliknya gimana? Di tinggal selamanya sama Mama pasti Kanna gak akan sanggup," Kanna menolak semua harapan baik.
Kanna tidak mau berharap. Kanna takut. Takut akan dipatahkan oleh harapannya sendiri. Karena kenyataan yang buruk selalu terasa sangat perih ketika sebelumnya sudah berharap akan datang sesuatu hal yang baik.
"Mama sembunyiin ini dari Kak Kanna karena Mama gak mau Kak Kanna khawatir. Kak Kanna sehat, kalau Kak Kanna tau tentang penyakit kita, Kak Kanna bisa khawatirin kita terus. Mama gak mau Kakak yang sehat malah jadi sakit juga gara gara mikirin kita terus," ucap Karra, matanya menatap Kanna lekat. Kanna sempat meliriknya, tapi tidak lama dan langsung mengalihkan pandangannya ke lantai rumah sakit.
"Mama juga sengaja ngedidik Kak Kanna jadi semandiri mungkin. Mama mau ketika Mama dan aku pergi, Kak Kanna bisa mandiri dan udah terbiasa tanpa kita. Tanpa kasih sayang dari Mama juga," jelasnya lagi.
Lagi lagi Kanna hanya mendengarnya. Tidak menjawab apapun. Kanna hanya ingin mendengar, mendengar semua penjelasannya.
"Dan selama ini kita sering pergi liburan berdua itu sebenernya kita gak bener bener liburan. Kita bulak balik berobat. Kita lakuin pengobatan apapun supaya bisa bertahan sampai sejauh ini," Karra menangis deras. Sangat sedih ketika mengingat dia harus pergi berobat berdua dengan Mamanya, meninggalkan Kanna dengan alasan liburan. Padahal kenyataannya dia pergi untuk memperjuangkan kesembuhan.
"Mama sayang bangat sama kita Ka. Apalagi sama Kak Kanna. Setiap malem Mama nangisin Kak Kanna. Mungkin cara sayang Mama ke Kak Kanna memang salah, sengaja ngejauhin Kak Kanna biar Kak Kanna terbiasa pas ditinggal selamanya sama Mama. Maaf Kak, maaf udah ngebiarin semua ini terjadi. Maaf udah bikin Kak Kanna sedih terus, maaf ngebiarin Kak Kanna sendirian terus. Tapi ini biar kak kanna terbiasa tanpa aku nantinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY NOT ME?
Teen FictionKanna Alaska. Di asingkan oleh keluarganya sendiri. Ibunya, Karin, mengabaikan Kanna seolah Kanna tak ada dalam hidupnya. Kanna punya kembaran, dimana kembarannya diperlakukan sangat baik oleh sang ibu namun dirinya tak pernah menerima perilakuan b...