Kanna disarankan untuk melakukan kemo terapi pertamanya. Sebenarnya Kanna menolak untuk itu, sebab efek samping yang dia ketahui membuatnya enggan melakukan kemo.
"Kanna gak mau Mah, pake cara lain aja emang gak ada ya Mah?" tolak Kanna dengan tatapan sayunya.
"Gak perlu takut Ka, ada Mama yang nemenin kamu," Karin menggegam tangan Kanna, meyakinkan Kanna bahwa dia tidak akan sendirian.
Lagi lagi Kanna menggeleng. "Kanna gak tau sanggup atau gak."
Karin berusaha tersenyum meski dia sudah ingin menangis detik itu juga, Karin tau betapa menyiksanya kemo. Namun Karin menepis tangis itu untuk menguatkan anaknya, kini dia menggenggam kedua tangan Kanna lebih erat lagi.
"Gak usah takut Ka, Mama temenin sampe Kanna selesai kemo."
Namun, Kanna tetap menggeleng sambil merengek.
"Mama juga sakit, Mama gak boleh kecapean karena jagain Kanna," ujar Kanna khawatir.
Meski kini kondisi Karin lebih segar dari pada dirinya yang pucat dan lemah itu, dia tetap khawatir dengan Karin.
"Mama tuh udah sering kemo Ka. Mama bisa ada di sini aja karena kemo. Sekarang fungsinya Mama ada di sini ya untuk Kanna. Untuk nemenin anaknya Mama berjuang melawan sakit," ujar Karin.
"Ka, izinin Mama buat temenin Kanna berjuang. Izinin Mama buat bantu Kanna, Mama mau Kanna sembuh. Anggap ini sebagai tebusan hari hari lalu, dimana Kanna tumbuh tanpa Mama. Sekarang waktunya Mama buat nebus kesalahan Mama, Ka. Izinin Mama buat hidup bereng bereng sama kamu, izinin Mama buat melihat pertumbuhan kamu kedepannya. Kanna mau kan berjuang bareng bareng supaya Kanna bisa terus tumbuh menjadi Kanna yang lebih panjang umurnya," Karin menyelipkan anak rambut Kanna yang berantakan ke belakang daun telinga Kanna. Dengan sangat lembut Karin mencium kening Kanna.
Hingga beberapa detik sampai akhirnya Kanna memeluk Karin dengan erat.
"Kanna takut Mah. Emangnya Kanna masih bisa tumbuh setelah ini? Emangnya Kanna masih bakalan bertambah usia? Kanna takut ini adalah momen terakhir ada di sini, di dunia ini." Dalam pelukan Karin Kanna menangis.
Dia sangat ketakutan, takut menghilang dari sini. Takut ketika dia membuka mata dan dia sudah bukan di sini lagi.
"Kanna percaya Tuhan kan? Tuhan itu baik, dia bisa ambil penyakit Kanna kalo Kanna berdoa dan berusaha," ucap Karin kembali menatap Kanna.
Kanna mengangguk pelan. Dia sudah memutuskan untuk melakukan kemoterapi. Mamanya benar, Tuhan itu baik. Kanna yakin Kanna bisa sembuh kalau Kanna berdoa dan berusaha.
Setelah Kanna mengangguk setuju, Karin menghela nafas lega, akhirnya dia berhasil membujuk Kanna. Meski Karin juga merasa kasihan pada Kanna, tapi dia memang harus tega jika ingin anaknya sembuh.
***
Sebelum masuk ke ruang dimana tindakan kemoterapi dilakukan. Kanna bertemu Gama yang memang menunggu kedatangan Kanna sejak 20 menit lalu. Cowok itu tau Kanna akan melakukan kemo, makanya cowok itu ingin bertemu Kanna.
"Ka, aku boleh minta waktunya sebentar sebelum kamu masuk ke dalam?" tanya Gama, cowok itu sangat berharap kali ini Kanna mengizinkannya.
Kanna mengangguk, sesuai harapan Gama, itu membuat Gama senang bukan main.
Gama tersenyum lebar, sekilas melirik Karin yang berdiri dibelakang Kanna, ternyata Karin juga turut senang sebab dia mengangguk sambil tersenyum.
Gama berjongkok menyamakan posisi Kanna yang kini duduk dikursi roda.
"Aku tau kamu takut, makanya aku bawa ini buat kamu," Gama memberikan boneka babi berukuran kecil, sangat kecil sehingga Kanna akan mudah menggenggamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY NOT ME?
Fiksi RemajaKanna Alaska. Di asingkan oleh keluarganya sendiri. Ibunya, Karin, mengabaikan Kanna seolah Kanna tak ada dalam hidupnya. Kanna punya kembaran, dimana kembarannya diperlakukan sangat baik oleh sang ibu namun dirinya tak pernah menerima perilakuan b...