Kanna baru saja pulang dari bimbingan. Cewek yang masih kelihatan semangat itu membuka pintu rumahnya, namun raut wajahnya tiba tiba berubah datar saat melihat Karin dan Karra sudah siap dengan masing masing 1 koper ditangannya.
Kanna menatap Karin dan Karra. Karra melirik Karin, raut wajahnya memelas, memberi kode kalau dia tidak enak jika harus meninggalkan Kanna lagi.
"Saya dan Karra akan pergi selama beberapa hari. Jadi tolong jaga rumah ini baik baik," Karin memberikan pesan agar Kanna menjaga rumah besar ini. Sendirian.
"Liburan lagi, Mah? Memangnya yang kemarin masih kurang?" Kanna berusaha tegar. Cara bicaranya juga sangat kikuk. Antara miris dan tidak percaya kalau mereka ingin berlibur lagi, pastinya tanpa Kanna.
"Kenapa? Salah kalau saya ingin menikmati hidup?"
"Menikmati hidup tanpa Kanna?" Kanna menyahuti dengan nada lemah.
Karin menghela napas panjang, "Ayo Karra. Nanti keburu ketinggalan pesawat," Karin melewati Kanna begitu saja.
Sedangkan Karra masih menatap Kanna dengan tatapan tidak enak. Bukan hanya Karra yang menatap Kanna. Tapi Kanna juga menatap Karra. Mereka saling bertatapan. Namun dengan tatapan yang berbeda. Karra dengan tatapan iba, Kanna dengan tatapan benci.
"Karra pergi dulu, ya, Kak. Kanna udah masakin makanan buat Kak Kanna. Harus dimakan," ucap Karra, sebelum pergi Karra menyempatkan diri untuk memasak. Meski harus ngumpet ngumpet dari Karin.
"Gak usak sok perhatian. Sampai itu makanan basi juga gue gak mau nyentuh sedikit pun," tegas Kanna.
Lalu Kanna pergi. Keluar dari rumah itu. Kanna rasa dia membutuhkan udara segar. Berdiam didalam rumah penuh rasa sakit itu akan semakin membuatnya kesakitan, sedih, dan marah.
Kanna duduk di halte yang sudah lumayan jauh dari perumahanya. Langit sudah mulai gelap. Sama gelapnya dengan pikiran Kanna yang kosong. Netranya menatap jalanan yang cukup ramai itu, perlahan pandangannya memburam, bukan karena ingin pingsan, tapi karena tatapan itu sangat kosong.
Kanna tau dirinya sangat menyedihkan. Menjadi ceria adalah suatu hal yang sangat sulit. Namun karena sudah terbiasa dan keadaan memaksanya untuk bisa berpura pura, maka semua itu menjadi sebuah keharusan yang sudah mulai terasa mudah untuk Kanna jalankan. Namun yang mudah pun bisa terasa sulit diwaktu waktu tertentu.
Kanna mengingat buku diary yang Gama berikan dilapangan tadi. Perlahan dia membuka tasnya dan mengambil buku diary itu.
Kanna menyentuhnya dengan penuh rasa rindu. Dia rindu buku diarynya yang dulu. Buku diary pemberian Karra. Adik kembarnya yang dulu sangat dia sayang dan sangat menyayanginya.
Kanna memejamkan mata, seolah dia kembali ke masa itu.
"Kak Kanna! Karra punya hadiah buat Kakak!" Karra kecil berlari menghampiri Kanna sambil membawa buku diary ditangannya.
"Karra jangan lari, nanti Karra bisa jatuh." Kanna kecil berbicara dengan sangat khawatir.
"Kak Kanna tenang aja! Karra gak akan jatuh kok!" Karra menunjukan cengir giginya. "Oh iya. Ini buat Kak Kanna," Karra memberikan buku diary yang memang dia bawa untuk Kanna.
"Buku diary kaya punya Mama?" tanya Kanna setelah menanggapi buku itu.
"Iya. Karra mau Kak Kanna juga punya ini. Besok Karra mau pergi. Kata Mama, Karra mau diajak nginep 1 hari dihotel mewah. Tapi Kak Kanna gak boleh ikut,'kan? Kak Kanna harus dirumah jagain Ayah," Kata Karra menjelaskan dengan serius.
"Iya, Kanna gak boleh ikut. Kanna harus dirumah jagain Ayah. Tapi, buku ini buat apa?" tanya Kanna bingung.
"Ini buat Kak Kanna nulis nulis. Kalau Kak Kanna bosen. Kak Kanna bisa tulis apa aja disini. Buku ini untuk Kak Kanna nulis keseharian Kak Kanna, mulai besok dan seterusnya," Karra sangat perhatian saat itu. Karra yang sangat lucu dimata Kanna. Karra yang selalu ingin Kanna peluk.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY NOT ME?
Teen FictionKanna Alaska. Di asingkan oleh keluarganya sendiri. Ibunya, Karin, mengabaikan Kanna seolah Kanna tak ada dalam hidupnya. Kanna punya kembaran, dimana kembarannya diperlakukan sangat baik oleh sang ibu namun dirinya tak pernah menerima perilakuan b...