Kanna menatap langit langit putih, tercium aroma khas rumah sakit, akhirnya Kanna sadar sejak dirinya jatuh pingsan beberapa jam lalu. Hidungnya kini telah terpasang selang yang membantu dia bernapas, ditangannya juga terpasang infus.
Namun, ketika Kanna bangun, orang orang bukannya senang atau menanyakan keadannya, justru mereka malah menangis dan semakin menangis saat Karin dan Karra langsung memeluk Kanna.
Ya, ruangan itu kini diisi oleh isak tangis, baik itu tangis Karin, Karra, maupun Gama. Mereka menangis sebab dokter mendiagnosa Kanna mengidap penyakit kanker darah persis seperti Karra dan Karin. Lagi dan lagi, penyakit itu menyerang keluarga Karin. Memang tragis garis takdir keluarga mereka.
Kanna ikut menangis dalam diam. Kini mereka mengetahui apa yang Kanna tutupi selama 2 minggu ini. Sebenarnya, Kanna mengetahui bahwa dia mengidap penyakit kanker darah sejak 2 minggu lalu. Saat dirinya sudah kelelahan merawat Karin waktu dirumah sakit, Kanna memutuskan untuk periksa kedokter tentang keluhannya yang sering merasa mudah lelah, pusing, mual, dan sering mimisan.
Saat itu lah Kanna tau tentang penyakit ini."Kemungkinan terburuknya apa Dokter?" tanya Kanna gemetar pada Dokter yang juga bertanggung jawab atas Karin.
"Kankernya sangat cepat menyebar Ka, kemungkinan terburuknya kamu gak akan bisa bertahan lebih lama lagi." itu adalah kalimat dokter yang membuat Kanna patah. Dunianya hancur begitu saja.
"Kamu gak bisa berjuang sendiri, kamu butuh orang disekitar kamu, saya bantu bilang mama kamu ya tentang ini?" ujar dokter itu prihatin.
"Gak Dokter. Kanna bisa, Mama sama Karra gak boleh tau, mereka harus fokus untuk sembuh," kekeh Kanna.
"Tapi kamu juga harus sembuhkan?"
"Kalo ini berat, Kanna gak yakin bisa sembuh Dokter." itu kalimat terapuh yang pernah Kanna katakan.
Kali ini dia menyerah sebelum berjuang. Kanna pasrah, menerima ujian dari Tuhan meski Kanna tidak tahu harus sekuat apa dia kedepannya. Disaat nanti fisiknya mulai melemah. Dia berpikir tentang Karin dan Karra, siapa yang akan merawat mereka jika Kanna juga sakit.
"Mah, Kanna takut," rintih Kanna pelan dan gemetar.
Semakin dia menahan tangis, semakin sesak dadanya.
"Kanna gak usah takut sayang. Ada Mama, ada Karra," Karin mengusap air matanya, dia harus kuat jika ingin menguatkan Kanna.
"Kak Kanna gak perlu takut, ya. Kita berjuang sama sama," kini giliran Karra yang meyakinkan Kanna.
Gama memutuskan keluar ruangan sebab dia sudah tidak tahan melihat momen menyedihkan itu. Gama keluar untuk menangis sendirian. Sebab dia juga tertampar oleh kenyataan pahit ini.
"Kanna gak tau sejak kapan Kanna sakit. Tapi kata dokter, dia bilang umur Kanna gak akan lama lagi," ucap Kanna gemetar.
"Mah, padahal Kanna baru sakit, masa udah harus pergi duluan?" tanya Kanna tidak mengerti cara kerja dunia.
Dia baru saja sakit. Tapi kemungkinan untuk bertahan hanya tinggal sebentar malah dia dapatkan.
Dan beruntungnya Karra dan Karin yang masih bertahan sampai hari ini."Mah, siapa yang rawat Mama kalo Kanna sendiri harus dirawat orang?"
"Kar, siapa yang bantu Karra pulih kalo Kanna aja lagi sakit?"
Karin dan Karra tidak mampu mengucap sepatah kata pun.
Bibirnya berusaha tidak menangis lebih keras.Sesak, itu lah yang mereka rasakan.
Kecewa, tapi pada siapa?
Marah, tapi pada siapa?
Pada semesta yang tidak tau apa apa tentang alur hidup seseorang?
Pada Tuhan yang jelas pasti sudah merencanakan yang terbaik untuk mereka?
Namun, yang terbaik menurut Tuhan adalah alasan mereka menangis saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY NOT ME?
Teen FictionKanna Alaska. Di asingkan oleh keluarganya sendiri. Ibunya, Karin, mengabaikan Kanna seolah Kanna tak ada dalam hidupnya. Kanna punya kembaran, dimana kembarannya diperlakukan sangat baik oleh sang ibu namun dirinya tak pernah menerima perilakuan b...